Lvnz Chapter (16)

213 58 206
                                    


****

"Be yourself."

vote sebelum membaca.

****
Flashback on.

"Jalan itu pake kaki."

"Ya, jalan juga harus liat-liat. Gimana sih lo!"

"Kalo jalan harus liat-liat, berarti lo pengen gue liatin? Hm."

Venza membelalakkan matanya, apa-apaan lelaki ini berbicara seenak jidat. Mentang-mentang sudah dijodohkan, jadi bisa seenak itu menggoda dirinya? Aish, kenapa Devan meresahkan sekali.

***

Venza mendengus gusar saat jawaban Devan yang membuat dirinya begitu menyebalkan.

"Ya gak gitu, juga konsepnya! Kalo lo jalan tanpa ngeliat, bisa nyungseb muka lu ke tong sampah!" cetus Venza.

Devan masih setia dengan posisinya. Kedua tanganya berada di saku celana abu-abunya, dan pandanganya terfokus akan wajah Venza yang memerah padam karena sedari tadi marah-marah.

"Jawab dong, kenapa lo jadi diem gini!"

"Lo jelek."

Napas Venza memburu, tak kala dirinya dikatai jelek oleh lelaki di depannya ini. Yang notabenya sebagai lelaki yang akan dijodohkan olehnya. "Heh! Maksud lo apaan ngatain gue jelek! Kalo gue jelek, emangnya lo mau dijodohin sama gue? Ha!"

"Mau," jawab Devan sesantai mungkin.

"Ishh, emosi gue lama-lama ngobrol sama kutub Utara!" desis Venza, lalu ia pergi meninggalkan Devan sendiri di koridor.

Ia menghentak-hentakan kakinya untuk menuju kelas. Venza benar-benar dibuat kesal oleh Devan hari ini. Kenapa dia dengan begitu pede mengucapkan kalimat berarti lo pengen gue liatin.

Venza menyumpah serapahi Devan di sepanjang koridor kelas. Untung saja tidak terlalu ramai, jadi dia akan aman. Kalau koridor sedari tadi ramai? Bisa malu ia sepanjang jalan pasti orang-orang akan mengira dirinya gila.

Venza masuk ke dalam kelas, dan langsung menghempaskan bokongnya di kursi samping Chika. Ia sedikit membanting menaruh tasnya di atas meja. Membuat Chika yang sedang asik merebahkan dirinya menjadi terbangun karena terlonjak kaget.

Chika mencibikan Venza sambil mengelus dadanya karena masih merasa kaget. "Apaansi lo! Dateng-dateng bikin orang jantungan terus. Itu kenapa lagi, muka ditekuk-tekuk?"

"Berisik lo!" sembur Venza.

"Dih, ngapa lo. Masih pagi ini, muka udah kaya pantat panci aje!" Venza melebarkan matanya, apa-apain sahabatnya ini. Berbicara bahwa muka dirinya seperti pantat panci.

Venza lebih memilih diam. Karena hari ini benar-benar sudah dibuat kesal oleh Devan dan di tambahkan dengan ujaran Chika. Cukup, Venza ingin pulang dan makan seblak. Eh? tidak, ia ingin merefresh goggle. Oh, now. Venza ingin merilekskan pikirannya saat ini juga, jika saja dirinya bisa pergi bolos. Mungkin saja ia sekarang sudah tak berada di dalam kelas.

Sekian lama mereka menunggu.

Guru akhirnya masuk ke dalam kelas dan memulai materi pertamanya. Venza sedang mencoba fokus ke arah guru yang sedang menjelaskan.

Hari ini mereka tidak diberi tugas apapun. Hanya saja, mereka dimintai untuk mengerjakan tugas kelompok dan dikumpulkan saat hari Senin.

Venza hanya mengikuti saja apa yang sedang Chika atur. Ia sedang malas berbicara, dirinya benar-benar pusing sekali kepalanya.

Lavenza [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang