Lvnz Chapter (20)

204 55 150
                                    


****

"Ikatan, yang selama ini tak pernah terpikirkan."

vote sebelum membaca.

****

Devan terbangun pukul dua pagi karena alarm alami di dalam dirinya. Ia sudah terbiasa seperti ini, dan pastinya ia akan sekaligus melaksanakan salat malam.

Devan membuka dan mengecek ponselnya, lalu mendapatkan pesan dari gurunya.

Pak Anton: Assalamu'alaikum, Devan.
Maaf bapak menganggu waktu istirahat kamu, dikarenakan Bapak mendapat informasi bahwa kamu akan berangkat lusa untuk pertukaran belajar sementara. Siapkan diri, dan jangan lupa untuk ambil formulir terlebih dahulu di kantor.

Devan segera membalas pesan dari gurunya itu.

Devan Ap: Waalaikumsalam, Pak. Baik, terima kasih atas informasinya.

Setelah membalas pesannya, ia langsung masuk ke kamar mandi dan mengambil air wudhu.

Ia sudah rapih dengan setelan baju koko dan sarung. Peci pun sudah bertengger di kepalanya. Dalam hati, ia berdoa supaya Tuhan mengabulkan doa-doa terbaik untuk dirinya beserta keluarganya. Akhirnya, ia segera sholat.

"Assalamualaikum warahmatullah."

Salamnya setelah selesai pada rakaat terakhir. Ia mengangkat kedua tangannya dan berdoa untuk segala kebaikan, kebahagian, kelancaran, dan kesehatan.

"Semoga pilihan apa pun yang telah dipilihkan oleh kedua orang tua hamba ini menjadi pilihan yang terbaik. Aamiin."

Devan melipat sajadah, dan melepas sarungnya untuk disimpan kembali di dalam lemari. Ia meletakkan peci hitam di atas meja belajar.

Setelah selesai menyimpan alat salatnya. Devan turun ke bawah untuk mengambil segelas air putih dan meminumnya. Ketika pagi nanti, Devan akan memberi tahu kedua orang tuanya perihal akan jadinya ia untuk pertukaran belajar untuk sementara itu.

***

Tepat pagi, pukul jam enam pagi Devan sudah rapi dengan setelan seragamnya. Saat ia selesai shalat subuh, Devan langsung bersiap-siap mandi dan menggunakan seragam sekolahnya. Tidak heran lagi, jika Devan sangat rajin bangun pagi.

Ia menuruni anak tangga satu-persatu. Devan ingin meluangkan waktu pagi ini, untuk bercerita tentang info semalam dari gurunya.

Devan melihat ada mamahnya di dapur yang sedang menyiapkan sarapan untuk ketiganya. Ia menghampiri mamahnya itu, lalu duduk di kursi makan.

"Eh, pagi sayang. Mamah kira siapa, tumben udah turun ke bawah?" sapa Mamahnya.

"Iya, Mah. Papah masih di atas?" tanya Devan pada mamahnya.

"Iya, kenapa emangnya?"

"Aku mau bicarain sesuatu tentang sekolah, Mah." jawab Devan dengan wajahnya yang datar.

Ratih yang tak lain adalah mamahnya Devan sendiri itu menganggukan kepalanya, lalu segera menyusul suaminya yang masih ada di kamar.

Devan melihat kedua orangtuanya itu sudah turun kembali, dan berjalan ke arah tempat berada ia duduk. Setya memandangi wajah putranya yang sedang menyandarkan tubuhnya itu di kursi.

Setya duduk bersebelahan dengan Devan, dan Ratih kembali ke dapur untuk mengambil minum.

"Wah, kata mamah. Kamu mau bicarain tentang sekolah? Kamu, ada masalah apa emangnya?" tanya Setya.

"Iya, Dev. Kamu mau kasih tau apa ke mamah sama papah?" timpal Ratih.

"Bukan ada masalah. Devan mau sampein soal pertukaran belajar keluar negeri."

Lavenza [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang