[10] Jambak

406 98 16
                                    

○○○

“Demi apa, Wil! Gue dibilang begitu sama Keyna! Seneng banget, heh!”

Satu minggu kiranya setelah kejadian di Sungai Neon, Nathan masih saja menceritakannya pada Willie berkali-kali hingga lelaki itu hampir mual mendengarnya.

“Demi alek, Nath! Lo tuh udah ratusan kali ceritain itu ke gue! Diem kek!” ucapnya dengan wajah yang dibuat ingin menangis dramatis.

Kalau aku jadi Willie, mungkin akan kutampar wajahnya itu. Kalau kau bagaimana? Menendang? Menarik pipinya hingga lepas? Atau membacoknya sekalian? Sadis ‘ya.

“Terus lo pacaran sama dia?” tanya Willie. Ini adalah respon pertama yang menyangkut keduanya. Biasanya ia menanggapi dengan kata-kata sinis.

“Enggak. Gue gak berani pacarin dia!” jawab Nathan yang mana membuat Willie ingin salto saja.

“Gimana bisa lo belum pacaran sama dia?! Lo deket sama dia aja udah hampir dua bulan, Malih!” timpal Willie dengan greget.

“Gue tanya, lo serius gak sama Keyna?” tanya Willie lagi.

Ah, aku lupa memberi tahu, mereka sedang berada di rooftop sekolah—membolos. Muak juga dengan fisika dan Pak Doy yang digilai para siswi. Nathan dan Willie tidak fokus.

“Serius lah! Maka dari itu gue gak mau pacaran. Gue mau langsung lamar dia setelah gue sukses nanti!” jawab Nathan dengan mantap.

“Terus, kalo Keyna direbut orang lain gimana? Mewek sambil kayang lo, gue jamin! Terus entar uring-uringan ke gue!” timpal Willie dengan emosi.

“Gak mungkin ah, Wil. Yang deket sama Keyna aja gue doang,” jawab Nathan.

“Yakin lo doang? Meski dia itu pendiem yang diemnya bener-bener diem kayak batu—gak memungkiri kalau Keyna itu cantik dan menarik perhatian.” Dan setelah mengucapkan kalimat panjang itu, Willie melenggang pergi—menyisakan Nathan yang terdiam.

Lelaki itu mendadak berpikir berlebihan. Benar juga apa kata Willie, Keyna ‘kan cantik sekali, manis pula. Lelaki mana yang tidak kepincut dengannya? Dia yang dinobatkan sebagai pangeran SMANCITY saja bertekuk lutut tandas harga diri.

“Willie sialan ah!” umpatnya, lalu ikut beranjak dari sana.

Kelas sudah selesai, kini para murid sedang memenuhi kantin. Nathan kembali ke kelas alih-alih menuruti permintaan perutnya yang sudah mengaum layaknya singa.

Setelah adanya Pak Doy si guru magang itu—Nathan tidak lagi menjadi pusat perhatian siswi saat lewat di koridor. Itu melegakan karena ia tidak perlu risih lagi. Tapi karena yang menggantikan posisinya adalah Pak Doy, dia jadi sedikit sebal.

Nathan sampai di samping kelasnya, ia mengernyit mendengar suara ricuh dari dalam. Seperti suara pertengkaran para siswi yang merebutkan lelaki.

Saat satu kakinya masuk dan kepalanya menoleh ke pojokkan kelas—mata sipitnya langsung melotot walaupun tidak terlihat melotot. Dia langsung berlari memisahkan tangan Ayu dengan rambut Keyna.

Iya, gadis itu entah karena apa menjambak rambut Keyna yang menurut Nathan adalah barang berharga.

“Ngapain lo?!” tanyanya dengan tajam.

Ia menoleh ke Keyna yang sedang menunduk dengan napas tersengal-sengal. Nathan paham kalau gadis itu sedang menahan marahnya. Tubuh bongsornya melindungi Keyna, lalu menatap tajam Ayu yang menjengkelkan itu.

“Lo yang ngapain?! Urusan gue sama dia! Lo gak usah ikut-ikutan!” jawab Ayu dengan menggebu-gebu. Belum lagi karena ia pendek, jadilah mendongak dan membuat Nathan makin muak.

“Lo bisa gak sih ngontrol emosi? Lo boleh marah, tapi jangan sampe nyakitin orang lain. Liat, rambutnya jadi rontok!” Bukannya minggir, Nathan malah menceramahinya.

“Dan asal lo tahu, gue ini calon suami Keyna! Dengerin semuanya, bapak-bapak, ibu-ibu, semua yang ada di sini~~~ Eh kenapa gue jadi nyanyi?!” Nathan sepertinya kekurangan cairan hari ini.

“Oke, dengerin ‘ya. Gue—Nathaniel Jenovian—adalah calon suami dia—Keyna Araminta. Siapapun yang berani sentuh Keyna barang setitik pun, gak gue maafin! Sekian terima nikah dan kawinnya!” Setelah mengucapkan kalimat yang membuat para murid yang ada di sana terkejut terheran-heran, Nathan pergi sambil menarik tangan Keyna.

Keduanya berakhir di taman belakang yang sepi. Di sini tidak ada CCTV, dan pastinya sedikit angker. SMANCITY punya hantu terkenal, makhluk itu berupa badut, namanya Chonlo. Dan kuberi tahu sebuah rahasia umum, kalau Ayu pernah kerasukan Chonlo.

“Kamu gak apa-apa?” tanya Nathan dengan cemas.

“Sakit, Nathan. Rambut aku sakit, dan aku pengen marah,” jawab Keyna dengan suara rendahnya.

Nathan memeluk tubuh ringkih Keyna, lalu mengelus pelan rambut gadis itu. Keyna membalas pelukan Nathan dan mencoba menetralkan emosinya. Ini di sekolah, ia tidak mungkin mengamuk dan membuat keributan. Bisa-bisa ia harus pindah lagi.

“Marah aja gapapa, pukul aku, jambak aku—sampai kamu puas. Jangan ngamuk di rumah dan bikin ayahmu khawatir, ngamuk aja ke aku. Yang penting jangan teriak ‘ya.” Nathan melepas pelukannya dan menatap Keyna yang tengah menatapnya juga.

“Boleh?” Nathan mengangguk.

Dan yang terjadi selanjutnya adalah rambut Nathan yang dijambak oleh Keyna. Gadis itu tidak teriak, tapi menangis tanpa suara. Nathan sakit hati sekali melihat gadis itu menangis. Selain bundanya, mungkin Keyna adalah perempuan yang benar-benar ia cintai.

Setelah puas, Keyna menunduk dan masih terus menangis. Nathan kembali membawanya dalam pelukan. Lelaki itu menciumi rambut Keyna sambil menepuk pelan punggung gadis itu. Si empu yang dipeluk makin terisak, membuat Nathan ingin menangis juga.

Biar kuberi tahu, saat kau sudah mencintai seseorang, apa yang mereka rasakan akan kau rasakan juga. Seperti Nathan mencintai bunda dan ayahnya. Saat ayah lelah bekerja, ia akan merasa lelah juga. Saat bunda menangis karena lelah mengahadapinya, ia akan menangis juga. Dan mungkin, Keyna juga akan masuk ke daftar tersebut.

Bel masuk berbunyi nyaring memekakan telinga, tapi tidak mengganggu adegan mereka. Nathan yang masih menenangkan Keyna dan gadis itu yang masih betah terisak pilu.

Aku tidak bisa melanjutkan cerita hari itu, aku iri karena keuwuan mereka. Kutebak—kau juga ‘ya? Ingin dipeluk saat sedih dan marah juga ‘ya? Aku tahu, maka tunggulah bab berikutnya.


Emotions.

Emotions✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang