○○○
Nathan melamun di sebelah Keyna yang sedang membaca buku bersampul hitam itu. Kelas masih ramai walau tadi Pak Jojo meninggalkan tugas seabrek. Jangan tanya mereka berdua, itu sudah dikerjakan dari tadi.
Kiranya sudah satu minggu setelah Rafli mengucapkan kalimat ambigu itu. Dan Nathan hampir tidak fokus setiap hari karena teringat ucapan beliau. Pertemuan keluarga? Maksudnya mereka akan dijodohkan atau bagaimana? Nathan senang sekaligus takut.
Takut—sang ayah tidak merestui.
“Key, main ke rumahku yuk!” ajaknya sambil menyender di bahu sempit gadis itu.
“Gak mau,” tolak gadis itu dengan telak.
“Ayolah, Key. Ayah sama Bunda biar kenal kamu,” bujuknya sambil menampilkan wajah seimut mungkin. Untung Keyna tidak muntah.
“Oke.” Nathan tersenyum girang, lalu memeluk Keyna. Gadis itu tentu saja meronta, demi Tuhan Yang Maha Melihat—ini di sekolah!
“HOLALAHIHU, BUCIN PEOPLE!” Karina, Willie, Wildan, dan Firman tiba-tiba datang membawa kantong kresek yang entah isinya apa. Yang penting bukan jeroan manusia.
“Jangan berisik! Kamu gapapa, Key?!” tanya Nathan dengan khawatir—dan Keyna menggeleng sambil tersenyum tipis.
“Oke, maapin. Sekarang tebak, kita bawa apaan?” tanya Karina dengan wajah girangnya.
“Emang apa? Jeroan kebo?” tebak si Nathan, ngawur.
“Bukan, heh! Ini tuh—seblak depan SMANZONE, sempolan depan SMP Ilichil, samosa Way Village, dan es boba depan rumah gue! Yeeaayyyy!!! Ayok ges, letakin pulpennya ges, kita makan-makan ges!!! Wildan ultah ges! Gila udah 18 tahun gak tuh?!” ucap Karina sambil berteriak ke penjuru kelas.
Semua murid XI MIPA 5 bersorak senang dan meletakkan pulpen mereka. Si Geo—ketua kelas—dan beberapa murid lelaki lainnya, menggeser bangku. Sedangkan murid perempuan menggelar karpet. Lalu klannya Nathan menata makanannya. XI MIPA 5 ini memang dikenal dengan kekompakkannya. Dan paling enak 'ya memang ketika si Wildan ulang tahun.
“Eh, Pirman! Ambilin kuenya di warung Pak Kuncoro ceffat!!!” Dan Firman langsung melesat setelahnya.
Sepersekian menit kemudian, dia datang dengan kue yang se-gede gaban kalau kata Nathan. Dan itu memang cukup besar, dan cukup membuatmu kenyang hanya dengan melihatnya, pembacaku.
“Oke, before it—gue make a wish dulu kali ‘ya!” Dasarnya si Wildan memang anak jaksel.
Lelaki itu mengepalkan tangan, lalu menunduk dan mulai berdoa di dalam hati. Yang lain hanya menunggu acara makan-makannya dimulai saja.
“Oke, Aamiin. Gue potong kue dulu dah!” Dan potongan pertama adalah untuk Karina, selanjutnya mengambil sendiri-sendiri.
Acara makan-makan pun dimulai. Seblak depan SMANZONE adalah sasaran pertama bagi para siswi, sedang para siswa memburu sempolan. Nathan sebenarnya tidak nafsu, tapi karena gratisan ‘ya sudahlah. Rezeki tidak boleh ditolak.
Semoga saja Pak Jojo tidak segera kembali. Mereka sedang nikmat-nikmatnya memanjakan mulut dan lambung. Kau tahu, apapun yang gratisan itu enaknya dua kali lipat. Kecuali makanan basi.
“Kamu mau makan apa lagi, Key?” tanya Nathan sambil tersenyum.
“Udah kenyang—aduh, Nathan!” Gadis itu bukan tanpa alasan tiba-tiba memukul bahu Nathan. Soalnya, hidung mancung itu dicolek menggunakan krim kue oleh lelaki tersebut.
“Ahaha, kamu kayak Chonlo!” celetuk Nathan sambil terkekeh.
“Jangan keras-keras, heh! Gue trauma!” timpal Ayu di pojokkan sana, sambil mengunyah samosanya.
“Eh, cerita horor, yuk!” ajak Karina, padahal dia penakut.
“Iya, ceritain waktu lo kerasukan Chonlo, Yu!” timpal Geo yang memang sering mengejek Ayu karena tragedi itu.
“Oke, matiin lampunya!” Dan kelas pun gelap, hanya ada cahaya dari ponsel Willie di tengah-tengah.
Dan begitu, Ayu mulai menceritakannya. Dari awal dia galau lalu jalan-jalan di sekitar taman belakang dan melamun. Gadis itu merasa ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Saat menoleh, tidak ada—lalu pas sekali dia menghadap ke depan lagi—WOAH! Wajah badut Chonlo terpapang di sana.
“Apa yang lo rasain waktu itu?” tanya Firman.
“Gak tahu, gue kayak pingsan. Terus pas sadar, gue jadi bisa liat hantu.” Ayu menjawab dengan sangat santai.
Kau tahu, pembacaku, sebenarnya aku mengetik dengan takut. Padahal itu tidak seram. Lagipula aku mengetiknya sambil mendengarkan ceramah di radio. Kau juga penakut, pembacaku? Kuharap tidak. Jadi penakut itu menakutkan.
“Di sini ada gak?” tanya Wildan dengan was-was.
“Adu tuh dipojokkan! Si Chonlo!” jawabnya masih santai sekali.
“Huwa, lo jangan ngaco dong!” Itu Karina yang memekik sambil memeluk Wildan.
“Sialan, dia senyum!” ucap Ayu lagi.
“Nathan, aku takut!” Keyna berbisik sambil memeluk lengan Nathan di sana. Untung kelas gelap, jadi itu tidak terlihat.
“Gapapa, ada aku. Chonlo takut sama aku,” ucap Nathan menenangkan.
“Tuh, udah pergi. Udah jangan pada lebay heh! Dia lucu kok, kadang nemenin gue di taman!” pekik Ayu sambil menyalakan lampunya.
Nathan jadi berpikir, mungkin si Ayu galak karena berteman dengan hantu. Bisa-bisanya manusia cantik seperti dia berteman dengan hantu macam Chonlo. Mungkin kisah rakyat SMANCITY selanjutnya bisa tentang Chonlo dan Ayu.
Tidak—kubilang aku penakut.
Keyna melepas pelukannya dan berdeham canggung. Nathan menahan senyum di sana. Jantungnya berdebar tak karuan, sial. Di sudut lain—Karina dan Wildan juga. Semoga di usia 18 tahun ini ia bisa move on dari Sheila.
Benar-benar anak muda.
○○○
“Gapapa, Key. Ayah dan bunda baik,” ucap Nathan setelah memarkirkan motornya di halaman.Sebenarnya ia mengajak Keyna ke rumah karena ingin meyakinkan sang ayah. Sudah Nathan bilang lewat pikirannya tadi—ia takut ayahnya tidak merestui. Makanya sekarang akan dibuktikan bahwa calon istrinya sangat manis dan baik.
“Rumah kamu besar, bagus juga. Kalo di film-film, biasanya si ayah galak.” Nathan menghela napas. Ternyata pujaan hatinya korban sinetron.
“Ini bukan sinetron, Keyna. Ayok!” Lelaki itu menarik pelan tangan Keyna.
Membuka pintu utama, lalu mengucap salam. Di sana, ayahnya sedang membuat desain bangunan ditemani secangkir kopi. Pria itu menoleh, lalu tersenyum saat melihat Keyna.
“Anak siapa yang kamu bawa, Nath? Manis bang—“
“MAKSUDNYA APA BAWA CEWEK KE RUMAH?!”
Keyna menunduk dan menyembunyikan tubuhnya di balik Nathan. Dari arah dapur tiba-tiba Susi datang dengan suara lantangnya—memotong ucapan Doni yang belum selesai.
Nathan berdebar sampai jantungnya hampir lepas. Bundanya galak sekali. Ia beralih melirik Keyna yang hampir menangis. Ya Tuhan, ternyata yang harus ia waspadai adalah sang bunda, bukan ayahnya.
Batu besar siap menghadang perjalanan cinta mereka.
Emotions.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emotions✔
Teen Fiction[R 15+] [COMPLETED] [SMANCITY series 2 ; Lee Jeno ft. Park Xiyeon local fanfic.] Ketika emosi jadi narasi, semua tentang rasa jadi makin nyata. "Gue bakal bikin dia ngalamin emosi paling menyenangkan, cinta." Started : 20 Februari 2021 Finished :...