[15] Sakit

385 85 4
                                    

[Latarnya diganti putih gaiseu, ada kejutan di bawah. Hehehe]


○○○

Ini adalah akhir pekan yang ditunggu-tunggu Nathan maupun Keyna. Namun, kau tahu—hari ini lelaki itu jatuh sakit karena bermain hujan-hujanan dengan Keyna kemarin. Gadis itu memintanya, jadi Nathan menurut walaupun ia tahu akan sakit nantinya. Tubuh Nathan rentan, tapi kebucinannya lebih kental.

Sebenarnya Nathan tidak terlalu cemas, ia bisa sembuh setelah istirahat dan minum obat. Namun, ini adalah H-2 PTS. Dan sial—dia selalu bersin ketika membuka buku keramatnya.

Saat ini lelaki 17 tahun itu sedang makan malam disuapi oleh pujaan hati. Kendati nasi disanding dengan sayur sop itu terasa hambar dan tidak enak sekali—Nathan tetap memakannya karena Keyna ada di sana. Sudah kubilang dia ini bucin.

Nathan beralih meminum obat setelah makannya selesai. Sepersekian detik kemudian, ia tersenyum. Itu tidak lama, karena tiba-tiba perutnya serasa diaduk-aduk. Lelaki itu beranjak dan segera lari ke kamar mandi—memuntahkan semua yang baru saja ia makan. Percuma minum obat, nyatanya keluar lagi. Kau juga pernah?

Keyna memijit pelan tengkuk lelaki itu, lalu membersihkan wajah tampan tersebut ketika selesai dengan muntahnya. Ia menatap sedih pada Nathan yang terlihat pucat dan lemas, tapi masih bisa tersenyum manis padanya. Bukannya terhibur, itu lebih berefek menyakitkan baginya.

Gadis itu menuntun Nathan kembali ke ranjang. Menyelimutinya, lalu mengusap rambut lelaki itu dengan sayang. Ternyata bukan hanya Nathan yang bucin di sini.

“Kalo aku gak ngajak hujan-hujanan, kamu pasti gak bakal sakit. Aku salah, Nathan.” Gadis itu menunduk, memainkan ujung bajunya.

“Enggak, bukan salah kamu. Aku yang bandel,” sanggah Nathan sambil membawa tangan Keyna untuk ia genggam.

“Tapi aku yang ngajak kamu, aku yang bikin kamu sakit, aku yang salah, aku—aku—“ Napas gadis itu tercekat. Dia terkena serangan panik lagi.

Nathan langsung saja memeluknya, menepuk pelan punggung sempit gadis itu. Keyna menangis di sana. Hari ini, ia kembali melihat emosi gadis itu yang tidak beraturan.

“Kamu mau aku sembuh?” tanya Nathan, sambil menatap mata berair gadis itu.

Keyna mengangguk singkat, lalu membelai wajah pucat Nathan. Tangannya terlihat sangat kecil di sana. Kau tahu, semua perempuan mengalami itu. Sebesar apapun tangannya, pasti akan terlihat kecil ketika disanding dengan milik lelaki. Apalagi yang lebih tinggi darinya.

“Kalau begitu jangan nangis. Aku makin sakit kalo liat kamu nangis, Keyna.” Nathan tersenyum di sana, lalu memeluk gadis itu lagi.

“Aku takut, Nath.” Gadis itu kembali terisak.

Nathan melepas pelukan, ditatapnya gadis itu lagi, lalu menghapus jejak air mata di pipinya. Lelaki itu mengambil sesuatu di laci nakas—sebuah gelang berbahan tali warna hitam, dengan bandul berbetuk huruf ‘N'.

Lelaki itu meraih tangan kurus Keyna, lalu memasangkannya di sana. Ia tersenyum, itu terlihat cantik walau notabene gelangnya adalah untuk laki-laki. Bukannya Nathan pelit karena memberikan barang yang bahkan sudah setahun usianya, hanya saja yang ia punya saat ini ‘ya benda itu.

Nathan orang yang acuh dan tidak suka mengoleksi barang yang tidak berguna. Kendati ia bisa membeli ratusan gelang, boneka, bahkan perhiasan mewah. Itu uang orangtuanya, tidak baik kalau ia hamburkan untuk sesuatu yang fana.

“Inget, Keyna. Kalau kamu takut, kamu marah, kamu panik, kamu sedih—aku selalu ada buat kamu, di sini—di gelang ini,” ucapnya penuh keyakinan.

“Ini murah, tapi aku harap bisa jadi berharga buat kamu,” lanjutnya sambil tersenyum.

“Jadi, anggap aja aku selalu bersama kamu, nenangin kamu, bahkan jadi pelampiasan marahmu. Lewat gelang ini, aku ada buat kamu—selalu.” Itu klise, tapi Keyna tetap saja tersipu dan Nathan jadi salting sendiri.

“Ini udah malam, kamu harus pulang.” Nathan bukannya mengusir, tapi itu demi kebaikan Keyna. Seorang gadis tidak boleh pulang larut.

“Oke, cepet sembuh!” ucapnya lalu beranjak dan keluar.

Nathan menghela napas, menaikkan selimutnya, mematikan lampu, lalu memejamkan mata menjemput dunia mimpi yang sudah melambai.

Sedangkan Keyna yang masih berada di perjalanan bersama Rafli, menatap ke luar jendela mobil dan tersenyum ketika tak sengaja melirik tangan kirinya yang terpasang gelang dari Nathan.

Sekiranya 15 menit kemudian, mereka sampai di depan rumah. Renita membukakan pagarnya, lalu masuklah mobil itu. Setelahnya, Keyna langsung melangkah ke kamar—merebahkan tubuh ringkihnya begitu saja ke ranjang.

Nathan sedang sakit, dan ia baru saja merindukannya. Padahal belum satu jam keduanya berpisah. Apakah ini yang dinamakan bucin sebenarnya?


Emotions.

Niat bikin Jeno, pas jadi sketch mlh mirip Jaemin:(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Niat bikin Jeno, pas jadi sketch mlh mirip Jaemin:(

Emotions✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang