[12] Seatap

388 94 11
                                    

○○○

Tubuh ringkih itu menggeliat merengangkan otot. Perlahan kelopak itu terbuka menampilkan dua bola coklat yang manis. Ia beralih menatap tangannya yang sedang menggenggam tangan manusia lain yang lebih besar.

Di sampingnya, lelaki itu tertidur dengan posisi setengah duduk. Demi Tuhan ‘ya, pembacaku, tidur dengan posisi seperti itu sungguh membuat sekujur tubuh sakit semua. Kau tidak percaya? Ya sudah jangan coba, nanti kau sakit, dan akhirnya tidak sempat membaca ceritaku.

Gadis itu beranjak, melepas genggamannya, lalu membenarkan posisi seorang lelaki di sana. Dia sangat pulas seperti latihan menjadi mayat. Saat selesai membenarkannya dan hendak pergi—tangannya malah ditarik dan berakhir tubuhnya masuk dalam rengkuhan lelaki itu.

DEMI TUHAN YANG MAHA AGUNG, DETAK JANTUNGNYA JADI SANGAT CEPAT SEPERTI MAU MELEDAK SAJA!

“Na—Nathan, aku mau mandi.” Gadis itu merutuk kenapa bisa gagap mendadak.

“Iya, bunda~ 5 menit lagi, aku lagi mimpi indah~” Bukannya menyingkir, lelaki itu malah melindur sambil mengeratkan pelukannya.

Sebenarnya si lelaki ini, sedang mimpi apa sih? Mimpi memeluk bidadari atau bagaimana? Keyna—gadis itu—sudah mau mati karena berdebar-debar saja rasanya. Belum lagi aroma Nathan—lelaki itu—sangat maskulin dan menenangkan. Eum—itu membuatnya ingin tidur lagi.

Oke, 5 menit saja tidak apa-apa.


○○○


Itu bukan 5 menit, tapi hampir setengah jam mereka tertidur lagi. Dan kini, yang bangun terlebih dahulu adalah Nathan. Ia menggeliat dan mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya.

Aksanya bergulir ke bawah beberapa sentimeter, lalu membola seketika saat mendapati seorang gadis tengah tertidur di pelukannya. Nathan dengan hati-hati menarik tangannya, lalu beranjak dari ranjang.

Lelaki itu menatap dirinya di pantulan cermin—melihat apakah pakaiannya lengkap atau tidak—lalu bernapas lega. Giliran lingkungan sekitar yang ia tatap, dan—oh, ini bukan kamarnya!

“Anjayani binti Kampretalia! Demi apa gue ketiduran di sini?!” pekiknya pelan sambil mengacak rambut frustasi.

Ia melirik jam di sana, lalu kembali membolakan mata saat tahu bahwa ini sudah sangat siang. Bisa-bisanya dia tidur pulas sekali di rumah orang?! Biasanya di rumah Willie saja tidak tidur sampai pagi.

Oh Tuhan, Nathan kenapa?! Pembacaku, jangan tanya aku—tanya saja Nathan ‘ya.

Klek!

Pintu kayu bercat hitam itu terbuka, menampilkan seorang pria berpakaian rapih di sana. Nathan ingin mati saja rasanya. Ayah mana yang tidak marah ketika mendapati seorang lelaki di kamar anak gadisnya? Kuyakin ayahmu juga akan mengamuk.

“Nathan—“

“MAAF, OM RAFLI, MAAF~~ DEMI TUHAN YANG MAHA KUASA, SAYA GAK NGAPA-NGAPAIN KEYNA, OM! CAMBUK SAYA, OM, CAMBUK AJA KALO OM GAK PERCAYA! DEMI TUHAN, SAYA KETIDURAN DOANG TERUS KEBLABLASAN SAMPE SIANG! MAAF OM, YA TUHAN MAAF!”

Nathan sujud di depan kaki Rafli sambil menangis mengucapkan kalimat itu. Sedangkan pria yang lebih tua mengernyit heran dan terkekeh setelahnya. Ia lalu menuntun Nathan agar berdiri, dan menatapnya lembut.

“Kamu mau saya cambuk?” tanyanya dengan senyuman.

“Saya siap, Om! Saya udah kurang ajar karena tidur di sini! Maaf, Om! Ya Tuhan, maaf!” jawab Nathan sambil menunduk dan menggosokkan kedua telapak tangannya.

Emotions✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang