Dahulu, di bawah rintik hujan, kita memandang langit yang tak berani membiru kala itu. Apa kau tidak sadar, bahwa kita berada di langit yang sama? Lalu mengapa harus silih meninggalkan? Apakah tangisan langit kala itu adalah sebuah firasat bahwa kau benar-benar akan pergi dariku? Entahlah, jika memang benar, ingin ku hajar semesta tanpa sedikitpun meragukan karya sang pencipta.
Apakah kau tidak berniat bertanya tentang kabarku sekarang, sayang? Aku sungguh seperti senja yang terlambat memerah. Aku seperti mentari yang enggan terbit menyapa sang bumi. Aku bagaikan angin yang enggan menciptakan irama pada gesekan pepohonan. Itu adalah kumpulan-kumpulan perumpamaan kala aku tanpamu, sayang.
Apakah kita hanya dua manusia yang hanya saling bertabrakan lalu setelahnya saling meninggalkan? Aku butuh jawaban dari pertanyaan ku sendiri. Aku rindu kau puisikan, aku rindu kau lagu kan. Aku akan senantiasa membaca puisi, menyanyikan lagumu yang didedikasikan untukku. Aku merindukan itu, sayang. Ingatkah aku pernah berpesan padamu; jika semesta mulai menciptakan gerakan untuk memisahkan kita, katakan padanya itu tak benar.
Kau pernah bilang, hidup ini adalah sebuah pilihan. Ya, aku memilihmu walaupun kau tak sepenuhnya memilihku. Bagiku, mencintaimu adalah suatu keharusan. Merindukanmu adalah suatu kewajiban. Dan mencintaimu adalah tanggung jawab. Kau juga pernah bilang, bahwa hati tak pernah salah dalam memilih seseorang. Seketika aku bertanya; apakah aku salah memilihmu? Aku butuh jawaban itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Menjelma Serangkai Kata ( Sudah Terbit Di Guepedia)
PoetryBagiku, pergimu seperti bom yang meledak meluluh-lantakkan seisi bumi. Aku tak mengerti kenapa kau pergi, aku tak mengerti kenapa engkau mampu menghilang saat aku memejam mata, dan ketika aku membuka mata kau benar-benar tidak ada. Kau si kilat yang...