Bagian 22

25 0 0
                                    


Ketika pagi tiba. Aku langsung menyiapi sarapann. Kali ini aku membuat nasi goreng dengan ayam bakar. Aku menyiapkan di atas meja lalu setelah itu aku bergegas untuk menyiapi pakaian kerja Mas Fino. Saat aku membuka pintu kamar, Mas Fino sudah siap dengan pakaian kantornya. Hari masih sangat pagi dan Mas Fino sudah rapi.

"Mas udah bangun. Aku baru aja mau nyiapin baju mas." Mas Fino hanya diam. Dia keluar dari kamar tanpa merespon ucapanku.

"Mas, aku udah buat sarapan," ucapku. Mas Fino masih mengabaikanku.

Aku berganti pakaian untuk siap kuliah. Kemudian aku ke meja makan, melihat kalau makananku tak disentuh sedikitpun. Aku tak berkecil hati, aku mengambil kontak makan untuk meletakkan sarapan di dalamnya. Mungkin Mas Fino tidak sempat sarapan karena terburu-buru. Di depan rumah, Mas Fino sedang membaca koran.

"Buruan, sekarang udah siang."

"Iya, Mas. Oh iya, ini sarapan Mas. Aku tahu Mas nggak sempat sarapan." Aku menyerahkan kotak makan, namun Mas Fino mengabaikanku.

"Mas masih kenyang." Jawaban mas Fino membuat aku sakit. Kami berdua terakhir makan sore kemarin, tidak mungkin Mas Fino masih kenyang.

Aku masuk ke dalam mobil dan hanya diam sampai tiba di kampus. Aku keluar dari mobil tanpa mengatakan satu katapun padanya. Dia terlalu membesarkan masalah.

***

Ponsel Mas Fino tidak aktif dari tadi. Mungkin dia sengaja karena takut aku mengganggunya. Hari semakin sore, langit menjadi jingga. Karena aku menyadari bahwa tinggal aku di kampus, aku memutuskan untuk berjalan sampai di gerbang. Menunggu Mas Fino akan membuatku menginap di gedung kampus.

Aku menunggu angkutan umum tapi hari yang hampir sore membuat satupun angkutan umum tidak ada. Aku menelepon Mama Felin, mungkin dia bisa menjemputku tapi nomor Mama Felin juga tidak aktif.

Mobil hitam berhenti di hadapanku. Dan perlahan kaca mobil terbuka, memperlihatkan Kak Rasyah. Aku menatapnya lama sampai akhirnya dia tersenyum ke arahku dan menyapaku, "Hai," ucapnya.

"Hai," sapaku.

"Ngapain di sini?" tanyanya.

"Nunggu angkot, Kak."

"Mau pulang?" Aku mengangguk.

"Bareng Kakak aja, nanti Kakak anterin."

"Nggak usah, Kak," tolakku.

"Sebentar lagi malam loh." Kak Rasyah menakuti tapi aku tidak bisa berbohong kalau sesungguhnya aku takut, sore kali ini terasa sedikit horor.

"Ya udah deh." Aku berharap Mas Fino tidak ada di rumah saat Kak Rasyah mengantarku nanti.

Kak Rasyah mengantarku pulang dengan mobil barunya. Kaka Rasyah sudah memiliki perkejaan yang lumayan bagus. Sepanjang jalan ke rumahku, Kak Rasyah mencerita semua tentangnya. Aku hanya mendengar dan merespon sesingkat-singkatnya.

Setibanya di rumahku. Aku menyuruh Kak Rasyah berhenti sedikit jauh dari rumahku agar Mas Fino tidak melihat.

Pintu rumah terbuka dan aku melihat Mas Fino duduk di kursi seolah menunggu kedatanganku. Dia langsung berdiri saat aku masuk ke dalam rumah.

"Pulang sama siapa kamu?" tanyanya datar.

"Naik angkot, Mas," jawabku.

"Bukan sama Rasyah?" Aku menatap Mas Fino. Dia tahu dan aku ketahuan berbohong.

"Mas, aku bisa jelasin. Tadi aku nunggu Mas jemput tapi waktu ditelepon hp Mas nggak aktif," jelasku. Mas Fino mengabaikanku. Dia mengambil kuncil mobil.

Friends Live Forever [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang