Bagian 20

37 1 0
                                    


Kami berada di depan rumah. Mas Fino menuntunku masuk ke dalam rumahnya. Aku terkejut karena beberapa barang sudah bertambah. Mas Fino mengajakku ke kamar. Ternyata barang-barangku sudah berada di sana.

"Buku kamu ada di perpustakaan kecil kita." Aku mengangguk sambil melihat ruangan lain.

"Kamu bilang aja sama Mas kalau mau nambah barang di sini," ucap mas Fino. Aku mengangguk lagi.

"Kenapa sih? Ada yang salah ?"

"Nggak ada," jawabku.

"Kenapa diam aja dari tadi?"

"Aku cuma takjub aja semuanya udah beres." Mas Fino tersenyum.

Kegaiatan utama kami di rumah baruku, menonton TV bersama. Aku menonton semua acara TV kesukkaanku. Dan Mas Fino tidak sedikit pun protes.

"Oh iya, Mas lupa kalau lusa kamu masuk kuliah." Ucapan mas Fino membuat aku terkejut.

"Kok kuliah? Kan aku lagi libur."

"Jangan lama-lama liburnya nanti kamu banyak ketinggalan pelajaran. Kamu satu tahun lagi lulus."

"Nggak seru dong."

"Seru, nanti pulang kuliah kita jalan-jalan."

Aku tersenyum lebar dengan menunjukkan mata berbinarku. "Janji?"

"Iya janji" jawab Mas Fino sambil mengacak rambutku.

Hari ini semuanya berlalu sangat indah. Ada hal yang membuat aku sadar bahwa Mas Fino lebih manis dari yang dulu. Iya, setalah status kami berubah dia mendadak menjadi seseorang yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Perlahan sifat acuh Mas Fino berkurang.

***

Hal yang membuatku berharap di hari pertama kuliahku dengan status bukan single adalah tidak diledeki dengan teman-teman kelas aku. Aku malu harus ditanya masalah tentang aku dan Mas Fino. Aku dan dia belum pernah ngapa-ngapain.

Di dalam mobil, aku terus saja memikirkan hal buruk itu. Saat aku ditertawakan oleh satu kelas dan mungkin banyak yang ingin mnegetahui apa yang sudah terjadi selama aku menikah. Ahk, rasanya aku ingin berada di dekat Mas Fino karena dengan itu tidak akan ada yang berani menjahiliku.

"Kamu kenapa sih? Kayak orang yang ketahuan maling," kekeh Mas Fino. Aku menoleh ke arah Mas Fino.

"Aku nggak maling."

"Kan kayak, bukan beneran," koreksi Mas Fino. Aku terlalu menganggap serius ucapan Mas Fino barusan.

"Aku nggak mau masuk kelas," sahutku.

"Kenapa?" tanya Mas Fino.

"Ya nggak mau!"

"Alasannya apa? Kamu sakit? Atau apa.."

"Ya, mager aja." Mas Fino menggeleng dan aku memasang muka memelas berharap Mas Fino memenuhi permintaanku yang satu ini.

Mas Fino hanya diam dengan mobil yang terus mengarah ke kampusku. Sepertinya Mas Fino mengabaikan keinginanku.

"Aku nggak mau kuliah." Aku menarik lengan Mas Fino agar dia mendengarkan apa yang aku inginkan.

"Naura!!!" bentaknya. Aku segera melepaskan tanganku dari lengan Mas Fino.

Aku melihat mata Mas Fino sedang menahan amarahnya. Mungkin jika aku laki-laki, aku akan mendapatkan tamparan atau pukulan yang hebat di pipiku.

"Aku mau telepon Mama Felin." Aku mencari ponselku di dalam tas. Setelah aku memegang ponselku, Mas Fino langsung menarik ponselku.

Friends Live Forever [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang