Aku duduk di dalam kamarku dengan gelisah takut mas Fino tidak fasih mengucap janji suci. Di dalam kamar, aku ditemani oleh sahabatku. Aku terus berdoa agar semuanya berjalan dengan baik. Ini hari bahagia kami, kuharap semua berjalan sempurna.
"Yakin aja, nggak usah takut kayak gitu." Rima menenangkanku.
Suara Mas Fino mengucapkan janji suci mulai terdengar.
"Saya terima nikahnya Naura... binti .. dengan mas kawin 20 gram dan seperangkat alat shilat di bayar tunai." Teriakkan sah mulai terdengar. Mas Fino sendiri yang menentukan mas kawin itu. Dia bilang 20 melambang umurku saat ini. Setidaknya itu alasan yang masih masuk akal.
Aku keluar diiringi oleh Rima dan Diah. Semua mata tertuju padaku. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa bahagiaku hari ini. Aku duduk di sebelah Mas Fino, mengambil tangannya untuk kucium. Mas Fino mengecup puncak kepalaku. Semua bertepuk tangan. Saat ini laki-laki dihadapanku adalah jodohku sampai ajal menjemput. Dia yang akan terus menemaniku sampai kapanpun.
Kami menyalami semua tamu yang hadir. Ucapan doa mereka berikan untuk kami. Aku berterima kasih atas doa mereka. Semoga kami selalu bersama sampai kapanpun.
Serangkaian acara ijab kabul terlah terlewati. Waktunya kami istarahat karena besok adalah acara resepsi kami. Dandananku akan lebih ribet dari hari ini. Kamar pengantin tetap berada di kamarku. Aku tidak mau istirahat di kamar lain selain kamarku.
Sebelum mengganti pakaianku, aku meminta sahabatku untuk membantu melepaskan semua pernak-pernik di badanku. Semua yang melekat di tubuhku membuatku gerah.
"Tolongin gue dong," ucapku sambil melepaskan pernik-pernik yang terjangkau oleh tanganku.
"Kenapa suruh kita? Suruh laki lo kek," ucap Diah.
"Nggak tahu Mas Fino ke mana, mungkin dia ngambi pakaian di mobil," jawabku. Diah dan Rima menolongku sampai semuanya terlepas dari badanku.
"Udah, Ra. Kita pulang ya, make up lo bersihin sendiri ya," ucap Rima sebelum meninggalkan kamarku bersama Diah.
Saat aku sudah membersihkan mukaku aku langsung membaringkan badanku. Rasanya aku sangat lelah. Baru saja aku terpejam, aku mendengar suara pintu terbuka membuat membuka mata.
"Naura." Suara mas Fino mulai terdengar.
"Kenapa mas ?" tanyaku sedikit kesal.
"Kamu ngapain?"
"Tidur, aku capek," rengekku.
"Kamu nggak lapar?" Mas Fino mendekatiku.
"Lapar lah."
"Yaudah, kita makan dulu." Aku sangat malas untuk turun dari tempat tidur. Rasanya kakiku sangat lemah.
"Ambilin makanan aku ke sini ya Mas. Soalnya aku lapar banget. Mau keluar kamar capek," rengekku. Mas Fino mengangguk sebelum dia keluar kamar.
Aku melanjutkan tidurku selagi mas Fino mengambil makanan untukku. Dan pintu terbuka kembali. Cepat sekali Mas Fino mengambil makananku.
"Naura, Naura." Suara Mama sangat jelas terdengar.
"Astaga, malah tidur kamu," ucap Mama saat suaranya semakin dekat di kupingku.
"Kenapa sih Ma?" terpaksa aku bangun dari tidurku.
"Kamu ini, kenapa Fino yang ngambilin makanan buat kamu. Seharusnya itu tugas kamu," omel Mama.
"Ya biarin, lagian Mas Fino nggak marah." Tidak lama setelah perdebatan aku dan Mama, Mas Fino masuk ke dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends Live Forever [END]
Ficção AdolescenteDi liburan semesterku, aku menemani mama ke kantor pajak. Di sana aku bertemu dengan pegawai pajak yang tersenyum padaku. Aku memangilnya 'Om' karena kupikir dia lebih tua dariku. Sampai di awal masuk kuliah, di kampusku diadakan sosialisai dari kan...