Bagian 2

179 8 0
                                    


 [Nomor Mas Fino, save ya.]

Aku terseyum saat membaca pesan dari Mas Fino. Aku tidak tahu begitu cepat dia menghubungiku. Baru beberapa menit dia meminta nomorku, sekarang dia sudah menghubungiku. Tanpa mengulur waktu, aku langsung membalas pesan Mas Fino.

[Iya, Mas.]

Aku tersenyum membaca pesan dari Mas Fino. Pesan sederhana, hanya sebuah perintah untuk menyimpan nomornya. Tapi biarkan aku terlarut dengan perasaan bahagiaku saat ini.

"Lo kenapa sih, Ra?" tanya Diah saat aku tengah menghayal Mas Fino. Diah selalu saja mengganggu.

"Kepo banget lo. Urusan orang dewasa ini, anak kecil kayak lo nggak usah sok cari tahu," ucapku ketus. Diah sudah terbiasa dengan sifatku yang ketus.

"Awas lo, kalau lo ada apa-apa jangan dateng ke rumah gue," rajuk Diah. Spontan aku langsung takut karena saat aku tengah ada masalah, aku selalu datang ke rumah Diah. Karena dia anak bungsu, semua keluarganya sibuk kerja dan dia hanya sendiri di rumah.

"Jangan dong. Laelah baru ngomong kayak gitu aja, lo udah ngambek. Biasanya juga nggak pernah," kekehku.

"Makanya kalau yang buat lo bahagia bagi ke kita," ucap Diah penuh kekesalan.

Aku menatap Rima dan Diah bergantian. Aku harus yakin untuk memberitahu mereka. "Hmm oke." Aku mengeluarkan ponselku yang sudah bertampilan pesan dari Mas Fino.

"Ini pegawai pajak yang keren tadi," ucapku berbisik.

"Ha? Serius lo?" ucap Rima cukup keras.

"Tuh mulut bisa diam sedikit nggak sih!" tegurku sambil memperhatikan pengujung tempat makan ini.

"Maaf, maaf," kekeh Rima.

"Terus kenapa kalau dia ngubungi lo?" tanya Diah. Aku tidak tahu itu pertanyaan menjebak atau memang ketidaktahuan Diah. Karena yang kutahu Diah tidak sebodoh ini.

"Menurut lo?" tanyaku balik. Biar saja mereka berpikir sendiri. Aku pikir umurnya mereka yang cukup matang sudah mengerti arti bila seorang cowok meminta nomor ponsel milik cewek.

"Mungkin dia nganggap lo sepupunya kali," ucap Rima. Ucapan Rima sedikit membuatku terpengaruh.

"Bukan. Mungkin dia nganggap lo mirip adik dia atau sepupu lo," tambah Diah. Aku melirik mereka bergantian. Mereka tidak menebak kalau Mas Fino punya perasaan untukku. Terkadang mereka tidak peka. Tadinya aku berharap mereka langsung memujiku hebat karena seorang pegawai pajak yang keren meminta nomor ponselku.

"Udah, udah. nggak usah dilanjutin. Kalian memang bodong banget sih." Rima dan Diah menatapku bingung. Aku seperti menjelaskan pelajaran yang sulit kepada anak SD.

"Oke, sekarang gue tanya kalau cowok minta nomor cewek itu artinya apa?" tanyaku sedikit menekan agar mereka mengerti. Mereka bukan anak ABG yang baru mengenal masalah percintaan.

"cowoknya suka sama ceweknya lah," ucap Diah cepat.

Aku tersenyum menang karena aku berhasil membuat mereka peka. "Nah benar. Itu tandanya Mas Fino minta nomor gue karena apa?" tanyaku.

"Suka sama lo," ucap Rima polos.

Aku tersenyum menang. Pancinganku berhasil. "Nah benar."

"Serius lo pegawai pajak itu suka sama lo?" tanya Diah tak percaya.

"Iya dong," ucapku percaya diri. Aku kira mereka akan salut padaku tapi salah. Mereka malah memandangiku dengan tatapan jijik.

"Kenapa kalian?" tanyaku kesal saat aku melihat Diah dan Rima menatap secara bergantian.

Friends Live Forever [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang