Bagian 3

1.6K 202 2
                                    

Tok... Tok... Tok...

Sakura melipat pakaiannya dan menoleh ketika melihat ada kaki dibelakang pintu kamarnya.

Sakura enggan untuk menjawab ataupun membukakan pintu, namun Sakura tidak ingin masalah baru datang ketika orang didepan pintu sakit hati dengannya.

"Masuk."

Sakura sedikit terkejut melihat Karin yang datang dengan membawa boneka untuk tidur. "Kau mau apa?"

Wajah datar Sakura membuat Karin ketakutan, namun gadis itu memberanikan diri untuk mengatakan apa yang terjadi.

"Aku akan tidur disini malam ini. Kata Ibuku aku bisa tinggal di kamar kakak malam ini." Sakura membelalakkan matanya mendengar hal itu.

"Wanita itu sudah tinggal di rumahku dan sekarang aku harus berbagi kamar dengannya? Jelas saja aku tidak mau." Sakura bergumam pelan yang membuat Karin tidak dapat mengetahui apapun.

"Kak, bolehkah?"

Sakura mengangguk pasrah dan mengambil spring bed dari dalam lemarinya. Awalnya Karin berfikir itu untuk dia, namun Karin terkejut ketika Sakura memilih untuk tidur dilantai dan membiarkan dia tidur di ranjang yang besar.

"Ka- Kakak, kita bisa tidur di ranjang yang sama. Jangan dilantai, aku tidak ingin kakak sakit." Sakura menaikkan alisnya dan tersenyum tipis.

"Lihatlah siapa yang mengkhawatirkan siapa. Sudahlah, ini sudah malam, kalau kau ingin protes, lebih baik simpan untuk besok. Kau tidak ingin mengganggu proses pembuatan adik kecilmu, kan?" Karin hanya terdiam karena tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Sakura.

"Maksud kakak apa? Adik kecil?"

"Sudahlah ayo tidur."

Ketika lampu sudah ditutup, Karin melihat kearah bawah, Sakura sudah terlelap dan tidur dengan nyaman. Disisi lain Karin marah karena kakaknya bersikap datar dan menakutkan, namun disisi lainnya Karin begitu senang melihat kakaknya tidak memusuhinya atau bahkan bersikap kejam.

.
.
.

Angin sepoi-sepoi menerpa wajah Karin yang sedang tertidur pulas. Karin bangun dan mengihurup udara pagi yang segar.

Gadis Uzumaki itu terkejut tidak melihat Sakura didalam kamar, bahkan kamar sudah bersih dan semua terlihat bagus.

Karin melihat sekelilingnya, dia tidak menyadari kamar Sakura sangat indah ketika dia masuk semalam.

Karin keluar dari kamar Sakura dan bergegas menjadi koper bersisi pakaiannya. Dia segera bersiap-siap untuk turun.

Di bawah, Sakura makan dengan tenang sampai tiba-tiba Kushina datang sambil membawa sarapan.

"Sakura. Apa yang kau suka? Maksudku, apa makanan kesukaanmu?" Kushina memulai obrolan ketika dia datang membawa roti bakar.

Sakura menatap wanita itu dengan malas. Dia tidak ingin berkata apapun, namun Sakura merasa tidak enak ketika melihat wajahnya yang menunggu.

"Aku suka junk food. Aku terbiasa memakan makanan cepat saji setelah Ayah dan Ibuku berpisah." Mendengar jawaban Sakura, Kushina mengangguk paham.

"Boleh kutanyakan sesuatu, Sakura?" Kushina duduk disebelah Sakura dengan senyuman tipis.

"Ya, tentu."

"Aku minta maaf membuatmu menerima semua ini secara mendadak. Aku tahu ini berat bagimu, namun aku merasa aku bisa membuatmu bahagia seperti yang kau dapatkan dari ibumu." Sakura tampak terkejut dengan perkataannya.

"Apa maksud anda?"

"Pernikahan ini terjadi karena Kizashi kasihan kepadaku. Kurasa aku tidak perlu menceritakan lebih lanjut tentang masa laluku."

"Sayang, aku tidak ingin kau memanggilku dengan sebutan Ibu. Aku hanya ingin kau menerimaku untuk menjadi ibu yang baik."

Sakura menatap wanita itu dan mengangguk kecil. "Maaf kalau aku tidak sopan."

Kushina menggeleng pelan dan memegang tangan Sakura dengan lembut. "Tidak masalah."

Setelah perbincangan mereka, Kushina berjalan pergi meninggalkan Sakura yang terdiam memandangi sarapannya.

"Baiklah, aku harus pergi." Sakura berdiri dari kursi dan mengambil tas sekolahnya.

"Tunggu, Saku." Sakura menolehkan pandangannya dan menatap ayahnya datang dengan jas yang rapi.

"Ayah membutuhkan sesuatu?" Kizashi memberi isyarat agar Sakura duduk dimeja makan.

Sakura kembali duduk dan menatap ayahnya yang ingin berbicara, Sakura merasa tidak tertarik, namun melihat Karin datang dari belakang membuat Sakura ingin mendengarkan lebih lanjut.

"Ayah ingin bicara denganmu,"

"Tunggu, maaf kalau memotong perkataan Ayah. Kalau ini soal berbagi kamar dengan Karin, aku tidak setuju." Sakura tahu apa yang akan dikatakan oleh ayahnya, dengan cepat dia memotongnya.

"Apa alasanmu untuk menolak Ayah, Sakura?"

"Kurasa aku tidak perlu berbicara banyak. Ayah meninggalkan diriku selama bertahun-tahun di rumah ini. Aku anggap sekarang akulah orang yang memiliki rumah ini."

"Dan dengan mudahnya Ayah membawa istri baru Ayah serta anaknya untuk tinggal disini, padahal yang aku tahu adalah, Ayah membeli begitu banyak rumah dalam setahun."

"Aku sudah jelaskan, jadi aku menolak mentah-mentah untuk memberikan kamarku kepada Karin."

Mendengar Sakura, Karin dan Kushina terdiam, mereka setuju namun disisi lain mereka merasa Sakura egois.

"Bagaimana kalau ini adalah keputusan terakhir Ayah?" Sakura terkekeh geli mendengarnya.

"Ya, keputusan terakhir, Ayah akan pergi ke London dua hari lagi? Kalau begitu sekali lagi aku akan menjadi pemilik rumah ini entah sampai kapan."

Sakura menghela nafas panjang ketika melihat ayahnya ingin bicara lagi. "Sudah cukup Ayah! Ayah tidak kehabisan akal untuk merebut kamar yang menyimpan memori masa kecilku? Sampai matipun aku tidak akan memberikan kamarku kepada siapapun!"

Kizashi membulatkan matanya mendengar Sakura berteriak marah dan membuat semua penghuni rumah menatap mereka.

"Lagipula kenapa harus kamarku?! Kenapa harus kamarku?! Ada begitu banyak kamar di rumah Ayah yang begitu besar, kenapa Ayah tidak memikirkan perasaanku?!"

Setelah mengatakan hal tersebut, Sakura memandang Kushina dan Karin yang terkejut dengan perkataannya.

Sakura melangkahkan kakinya keluar sambil tersenyum puas, walaupun dia akan mendapatkan makian dari sang Ayah, setidaknya dia mengungkapkan apa yang menjadi beban pikirannya.

"Sakura!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

New relationship✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang