Sequel Peron: Ability

348 49 0
                                    

Sequel Peron: Ability

Sorry for typos and happy reading!

Renjun's side

Logikaku sulit menerima bagaimana ibu bisa pergi begitu saja. Walaupun belum mendapat jawaban yang rasional, Jaemin segera mengajakku untuk meninggalkan tempat bobrok ini. Aku sempat mengira jika rumah ini adalah tempat tinggalnya, tapi ternyata bukan. Ada tempat lain di mana Jaemin tinggal dan itu adalah tempat yang aman bagiku. Aku tidak mengerti, tapi aku menurutinya.

Kami tidak naik kereta, tapi berjalan kaki menuju selatan. Seingatku, kawasan selatan adalah hamparan hutan gelap nan lembap yang terkenal akan tebing curamnya. Banyak kasus penemuan mayat di sana. Tapi tidak ada penelusuran sampai detail dan semua orang mengerti. Siapa yang mau mengambil risiko meliput kasus di medan berbahaya semacam itu. Salah satu langkah saja, nyawa taruhannya.

Kawasan selatan terkenal dengan kesunyiannya. Tidak banyak penduduk yang bermukim di wilayah tersebut. Selain alamnya yang masih liar, udara di sana terkenal dingin menusuk. Tanahnya penuh lumut, jadi harus ekstra berhati-hati. Segelintir orang saja yang dapat bertahan di sana. Entah bagaimana cara mereka bertahan atau mempertahankan dirinya. Berbeda dengan tempatku tinggal sebelumnya. Kawasan tengah lebih padat penduduk karena alamnya masih dapat ditaklukkan. Paling hanya tiupan angin kering beserta pasir saja yang mengganggu, selebihnya masih dapat diatasi. Memang tipologi daerah sini sangat aneh. Kawasan tengah sangat panas kering, sedangkan ujungnya begitu dingin menggigit.

Tidak ada istirahat dalam perjalanan kami. Anehnya, aku kuat tidak tidur selama dua hari. Bahkan kakiku tidak terasa nyeri meskipun dibuat jalan dari pijakan penuh pasir sampai tanah yang benyek. Kami terus berjalan, sesekali berhenti untuk minum sebentar. Minum itu dibawa oleh Jaemin sedari awal, sedangkan aku tidak membawa apa-apa selain tubuhku sendiri. Aku tidak tahu minuman apa yang dibawa oleh Jaemin. Rasanya sedikit mencurigakan, tapi kelamaan aku terbiasa dan justru menikmatinya. Setelah melalui lebatnya hutan dan sempat terguyur hujan, akhirnya aku menemukan sebuah bangunan modern.

Sambil terperangah, jemari kutaruh pada pegangan tangga yang terbuat dari kayu. Rumahnya memang bergaya modern, tapi didesain agar sesuai dengan lingkungannya. Jadilah rumah yang ramah lingkungan dan enak dipandang mata.

"Rumah siapa ini?", tanyaku.

Jaemin duduk di beranda dan melepas sepatunya yang sudah tidak berupa. "Rumahku"

Aku tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Aku terlalu kagum melihat ada rumah sebagus ini di tengah hutan. Pasti biaya pembangunannya sangat mahal.

"Akhirnya kau pulang, Jaemin", suara perempuan yang baru saja keluar dari dalam rumah. Rambutnya panjang, wajahnya terlihat bengis, dan pancaran matanya sangat tajam. Dari matanya kusadari, bahwa korneanya juga sama seperti milik Jaemin. Ia melihat Jaemin seolah merendahkannya. Tapi setelah melihat ke arahku, pandangannya sedikit berubah. "Diakah orangnya?", tekanan intonasinya melunak.

Jaemin lantas berdiri dan menghampiri perempuan tersebut. "Benar, tolong antarkan dia ke kamarnya", ujarnya. Lalu Jaemin masuk begitu saja ke dalam.

Perempuan itu melihatku dari atas ke bawah. Tatapan matanya tidak terbaca, tapi aku merasa ia seperti ingin mengulitiku hidup-hidup. Aku sedikit ketakutan sampai menelan air liurku sendiri terasa susah.

Ia mendekatiku. "Ayo, masuk. Kau butuh mandi dan beristirahat", katanya datar. Setelah itu ia berjalan lebih dulu dan kuikuti dari belakang punggung rampingnya.

Dia membawaku ke sebuah kamar yang berukuran sedang. Ada satu ranjang di dekat tembok, lalu di seberangnya terdapat lemari yang dilengkapi kaca. Di satu sisinya, sebuah jendela menghadap langsung pada pemandangan hutan. Sangat sederhana, tapi begitu nyaman.

Antologi: Jaemin & RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang