Superhuman Pt.2

68 10 0
                                    

Superhuman

Part 2

.

.

.

Dengan berat Renjun membuka matanya. Menangkap setitik cahaya putih dan perlahan wajah manis kakak sepupunya terlihat jelas. Kakak sepupunya panik, tapi dengan cepat berubah menjadi raut wajah lega. Renjun kembali.

Renjun sedikit mendesis saat berusaha duduk. Winwin dengan cekatan membantunya. Persendian Renjun terasa akan lepas dari bagian-bagiannya.

“Ada apa? Nafasmu berat dan matamu berair banyak tadi.”

“Aku masuk lagi dan sempat jatuh dari tangga,” jawab Renjun seadanya. Menjawab pertanyaan itu saja terasa memberatkan bagi Renjun saat ini.

Ekspresi khawatir langsung terpasang di wajah Winwin. Tangannya mengusap pundak Renjun secara perlahan, mencoba menenangkan adik sepupunya. Walaupun Winwin tidak tahu apa yang terjadi, kondisi Renjun yang berantakan cukup menjelaskannya.

“Ayo, kita pulang. Aku akan mengobatimu nanti,” ucap Winwin, kemudian memapah Renjun supaya bangkit.

Renjun masih belum bersuara. Bukan karena terguncang, tetapi lebih pada kebingungan. Apa maksudnya itu tadi? Renjun tidak menghendaki untuk melakukan hal itu terjadi. Satu lagi yang mengusiknya, wajah pelaku penambakan tadi.

Renjun melihat sekaligus mengingatnya.

“Astaga, sebenarnya kamu ini dari mana? Lihat memar ini!”

Keluhan-keluhan terus keluar dari bibir cantik Winwin. Tangannya masih mengoleskan semacam obat salep di bagian tubuh Renjun yang memar. Renjun sendiri sudah menebalkan telinganya akibat berbagai macam suara yang dihasilkan oleh kakak sepupunya, mulai dari keluhan, omelan hingga pekikan nyaring.

Beruntung Winwin punya mobil sendiri, jadi Renjun tidak perlu menahan sakit yang berlebihan karena bersumpalan dengan penumpang lain di kendaraan umum. Renjun berasumsi, hidup Winwin berubah lebih baik setelah menjadi dokter. Terlihat pula dari apartemen yang ditempatinya sekarang ini. Meskipun bukan apartemen besar, Renjun tahu jika apartemen ini termasuk tempat tinggal yang bagus. Kakak sepupunya tidak akan sembarang memilih untuk huniannya dan sekarang Winwin tinggal di sebuah apartemen yang punya dua kamar, dapur kecil lengkap dengan ruang makan, ruang tamu, dan masih ada sisa balkon di sebelah ruang tamu.

“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Winwin tajam. Kini sesi introgasi telah dimulai.

Renjun memutar bola matanya malas. Bukan bermaksud kurang ajar, tapi ayolah, Renjun sendiri masih tidak paham dengan kondisinya beberapa waktu lalu. Namun, jika tidak dijawab, bisa semalam suntuk Winwin memberondonginya dengan pertanyaan yang sama.

“Kak, ya Tuhan… Aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi. Aku tertidur dan tiba-tiba terbangun di masa lalu orang secara tidak terencana. Alami, natural, improv... Terjadi begitu saja!” jawab Renjun yang sedikit ada nada kesal di beberapa kata.

Kurang lebihnya Renjun memang sudah menceritakan kejadiannya di mobil saat perjalanan pulang tadi. Renjun kira, Winwin akan cukup mengerti bagaimana keadaannya, tapi memang dasarnya Winwin yang selalu khawatir berlebihan jika sudah menyangkut dirinya. Alhasil, inilah yang terjadi.

Winwin menghembuskan nafasnya secara kasar sampai terdengar oleh Renjun. “Ok, sekarang kamu makan, lalu cepat pergi tidur.”

Sisa malam itu dihabiskan Renjun dengan merenung. Winwin terlelap di sampingnya. Wajahnya terlihat kelelahan. Renjun kembali menatap lurus, pandangannya masih kosong. Di otaknya mengulang pertanyaan yang sama, siapa sebenarnya laki-laki yang dilihatnya tadi?

Antologi: Jaemin & RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang