Flower Mood

197 16 0
                                    

Flower Mood

Part 1

.

.

.

Senin yang cerah di pertengahan tahun. Renjun pergi bersekolah setelah Jaemin tiba di depan pintu pagar rumah. Renjun menyalami tangan Bunda Wendy dan melambaikan tangan pada Ayah Chanyeol yang sedang mencari satu kaos kakinya yang entah ke mana. Pasti tiga puluh detik kemudian, bundanya akan mengomel karena Chanyeol selalu menaruh barang sembarangan. Alhasil lupa kapan terakhir kali menaruhnya.

Jaemin menunggu di jok motornya. Seperti biasa, Jaemin sangat tampan, terutama saat menggunakan jaket denim yang dibeli bersamanya tahun lalu. Itu adalah penemuan mereka yang sangat bermakna sebab mereka hampir mengacaukan dagangan orang hanya untuk mencari jaket denim berwarna biru pucat. Jika Jaemin suka menggunakan jaket denim, maka Renjun lebih suka menggunakan pakaian yang lembut. Renjun memilih sweater atau vest yang dirajut dengan warna-warna kalem.

"Sudah siap?"

Renjun mengangguk setelah memasang helm, "Yep."

Ya, Jaemin dan Renjun adalah pasangan kekasih. Mereka duduk di kelas 11. Renjun menyukai hal-hal yang berkaitan dengan seni sehingga ia mengambil mata pelajaran yang sejalur dengan minatnya tersebut. Berbeda jauh dengan Jaemin yang menyukai topik sosial, kemasyarakatan, dan hubungan manusia. Walaupun berbeda, keduanya tetap berprestasi dalam bidangnya masing-masing. Seringkali Renjun menonton atau mendengarkan lomba debat yang diikuti Jaemin. Bahkan ia rela meninggalkan jam pelajaran hanya untuk mendukung Jaemin secara langsung di tempat diadakannya lomba tersebut. Lain halnya dengan Jaemin, dia pasti mengajak gengnya untuk datang ke pameran seni yang diikuti Renjun sebagai barisan pesorak Jaemin kepada Renjun.

Agak lebay memang.

Baik, pada hari itu Renjun harus pulang telat karena minggu depan ada lomba mading 3D yang diikutinya. Jaemin bersedia menungguinya sambil bermain basket dengan kakak dan adik kelas. Renjun merasa tak enak hati, tetapi dia tetap menghargai pengorbanan sang kekasih. Maka dia berusaha agar urusannya selesai secepat mungkin. Dia tidak ingin membuat Jaemin menunggu terlalu lama. Tanpa sadar ia sudah terlalu memforsir tenaganya secara berlebihan.

"Bae, wajahmu pucat," bilang Jaemin. Tangannya meraih dagu Renjun, mengecup bibir Renjun singkat, lalu mengambil alih barang bawaan Renjun. "Mau mampir dulu ke bakul mie ayam langganan?" tawarnya.

Renjun menggeleng pelan. Dia merasa tenaganya terkuras habis. "Tidak, Bee. Aku mau pulang dan tidur," katanya lemah. "Maaf, aku tidak bisa mendengar argumenmu sebelum tidur."

"Tidak masalah, Bae. Kalau begitu, mari kita pulang," dan Jaemin berusaha secepat mungkin mengantarkan Renjun ke rumah.

Seperti yang sudah diduga Renjun, dirinya langsung tepar di kasur. Dia samar-samar mendengar suara Jaemin berbicang dengan bundanya, tapi dia benar-benar tak sanggup lagi. Matanya terasa berat dan ingin sekali tidur. Barangkali karena terlalu lelah, Renjun sampai tidak sadar bahwa tubuhnya sedang meriang tinggi. Di ruang tamu, Jaemin bilang pada Bunda Wendy bahwa ia kembali kemari untuk mengantar Renjun ke dokter.

...

Aku membuka mataku.

Ruangan terasa sunyi dan kepalaku sedikit berputar-putar. Entah mengapa, aku merasa seperti sudah lama tertidur. Terbukti dari seluruh tubuhku yang terasa kaku dan berat untuk kugerakkan barang sedikit saja. Aku bangun dengan susah payah dan menggantungkan kaki di samping ranjang.

Antologi: Jaemin & RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang