Politik, Mafia, dan Cinta

373 36 3
                                    

Politik, Cinta, dan Mafia

...

Malam itu udara sedikit dingin. Hujan mengguyur pada waktu sore, lalu berhenti sebentar dan dilanjut dengan rintik kecil-kecil. Terlihat kubangan air di sudut-sudut tertentu dan tanaman terlihat segar di mata. Sama halnya dengan pesta mewah di sebuah ballroom ternama di Seoul, segar sekali untuk cuaca yang tidak terlalu mendukung. Walaupun di luar terasa membeku, tapi di dalam begitu hangat. Orang-orang berkumpul, melirik sana-sini, dan sesekali tawa genit dikeluarkan oleh kaum hawa. Beberapa pelayan sibuk mengantarkan baki yang di atasnya terdapat berbagai jenis minuman alkohol. Dan setengah jam lagi acara utama akan dimulai.

Seorang perempuan (yang sepertinya datang seorang diri) sedang berdiri di pelataran lantai dua. Ia memakai gaun warna nude yang memperlihatkan punggung putihnya. Perpaduan seksi yang menggoda. Sementara itu, rambutnya yang hitam dibiarkan tergerai di pundak kanannya. Matanya yang sayu mengedip dua-tiga kali dan ia mengulum senyum tipis ketika melihat ke arah bawah.

"Menemukan yang menarik?" seorang pria mendekat dan si perempuan semakin lebar senyumnya.

"Saya sudah menunggu," katanya. "Pesta yang cantik, Tuan—"

"Jaehyun. Panggil saja Jaehyun," ujarnya cepat.

"Ah, ya, Jaehyun-ssi," ulangnya lagi. "Saya sudah menunggu Anda dan maaf karena ini pertama kalinya saya bertemu dengan Anda, saya sedikit gugup."

Pria itu—Jaehyun tersenyum tampan. Karena obrolan itu terjadi di ruang terbuka, khalayak umum, tamu pesta, dan sebangsanya melihat dengan iri. Mereka bertanya-tanya, siapa kiranya perempuan itu. Mengapa ia bisa berbicara secara intim dengan orang yang mengadakan pesta ini?

Seorang pelayan menghampiri keduanya ketika menangkap tanda jari yang diberikan oleh Jaehyun. Ia menurunkan bakinya, sempat mencuri lihat ke arah perempuan sebelum menundukkan pandangannya. Jaehyun hendak mengulurkan minuman yang diambil pertama, tapi si perempuan sudah lebih dulu mengambil untuk dirinya sendiri. Perempuan itu seakan mempertegas bahwa ia bukan wanita manja yang suka diperlakukan dengan spesial.

"Sekretarisku sudah menerima file yang kau kirimkan," buka Jaehyun setelah menyesap minumannya. "Dan kau sangat memenuhi kriteria. Aku suka dengan caramu berpikir."

Perempuan itu tersenyum sopan. Tidak lupa mengucapkan terima kasih. Keintiman mereka terusik oleh suara mic yang mulai diuji coba. Kejadian itu menjadi sebuah aba-aba untuk Jaehyun. Dengan gaya prianya, ia mengajak si perempuan untuk turun bersama, bergabung ke dalam acara inti.

Di bawah sana, seorang pria berambut hitam terus memerhatikan interaksi yang terjadi di lantai dua. Ia memandang dengan tatapan biasa, tidak terlalu tajam tapi selalu menangkap pergerakan kecil sekalipun. Seorang pelayan datang, sedikit mendekat dan mengucapkan kata "done" dengan nada lirih. Ia tersenyum. Kemudian berlalu.

Pesta itu adalah perayaan atas kemenangan Jung Jaehyun yang masuk dalam jajaran pemerintahan Korea Selatan. Jika dalam putaran berikutnya ia menang lagi, maka ia akan menjabat sebagai seorang menteri yang sangat berpengaruh bagi hubungan antarnegara, khususnya Cina dan Jepang. Karena dia masih muda, pintar, dan berbakat, banyak orang jatuh hati lalu mendukungnya. Para wartawan juga mengatakan bahwa dia bersih. Benar-benar calon yang bagus untuk Korea Selatan di masa kini.

Sementara itu, di ruang keamanan, seseorang telah membobol dan membajak sistem. Ia menyelundupkan beberapa orang dalam daftar tamu. Tidak lupa, ia menyalin data dari daftar para tamu. Semua terlampau mudah. Tapi dia salah. Flashdisk kecil yang masih menancap dan menyalin data itu mendeteksi adanya proses tidak wajar dari komputer.

"Jaemin, kita punya masalah," ujar seseorang.

"Renjun belum kembali."

"Dia ada di belakang," timpal suara lain. "Bersama target."

Antologi: Jaemin & RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang