Superhuman Pt.4

58 11 0
                                    

Superhuman

Part 4

.

.

.

“Renjun?”

Renjun menoleh. Winwin ada di belakangnya. Ia ingin berdiri, tapi tidak mampu dan berakhir dengan Winwin yang menahan punggungnya. Winwin jelas terkejut.

“Hei, kamu kenapa?”

Renjun hanya bisa melihat Winwin samar. “Lemas, Kak.”

Pada akhirnya kasur lipat yang dibawa Renjun tidak jadi terpakai. Dari saran Winwin yang sudah berdiskusi dengan dokter Kun, lebih baik Renjun dirawat saja. Anggap saja sebagai teman untuk Jaemin yang sendirian di kamar inapnya.

Renjun senang. Ia akan lebih leluasa bersama dengan Jaemin. Sayangnya, ia belum bisa masuk lagi dengan keadaan yang lemah begini. Namun, bukan Renjun namanya jika tidak berbuat nekat tanpa memikirkan dirinya sendiri. Malamnya, sebelum tidur, Renjun sengaja untuk masuk kembali ke masa lalu Jaemin. Ia ingin cepat-cepat mendengar jawaban dari pertanyaannya.

Bukannya Renjun tidak suka, tapi kali ini ia malah masuk ke masa lalu Jaemin yang amat jauh dari sebelumnya. Renjun yakin sekarang ia berada di rumah Jaemin. Ada foto masa kecil Jaemin di atas meja. Walaupun tahu bahwa ia gagal dan ingin kembali, niat itu diurungkan ketika mendengar suara teriakan dari arah depan rumah.

Renjun berlari, sedikit merutuki mengapa lahan rumah ini sangat luas seperti istana. Keadaan sudah memburuk saat Renjun tiba di ruang tamu. Suara teriakan tadi adalah suara khas perempuan yang reflek menjerit kaget akibat ketakutan. Saat tiba di tempat kejadian, perempuan itu sudah tidak bernyawa. Di sampingnya terdapat mayat seorang pria yang wajahnya tidak terlihat oleh Renjun.

Renjun mendengar suara langkah kaki kecil menuruni tangga.

‘Oh, tidak! Jaemin!’

Ingin rasanya Renjun mencegat anak kecil itu untuk tidak turun ke bawah dan menyaksikan sisa adegan pembunuhan ini. Namun, bukan haknya untuk melakukan itu. Renjun hanya bisa menggigit kukunya kala matanya menonton Jaemin kecil yang dibawa oleh orang-orang berpakaian serba hitam. Memberontak sekuat yang Jaemin kecil mampu lakukan untuk terlepas dari tangan-tangan besar yang menyeret tubuhnya.

‘Astaga, mau apa mereka dengan anak kecil?’

...

Renjun terpaksa kembali. Ia merasa tubuhnya menjerit sakit. Matanya terbuka secara perlahan. Posisi kepalanya yang menyamping membuatnya bisa menatap Jaemin secara langsung. Tangannya ingin meraih Jaemin, tapi tidak sempat karena Renjun yang sudah keburu tidak sadarkan diri.

Paginya Renjun terbangun dengan kepalanya yang pusing. Ia tertegun melihat punggung tangannya terdapat selang infus dan cairannya berwarna merah. Apa ia menerima transfusi darah?

Winwin datang di saat yang tepat. Pemuda itu sedang membawa nampan makanan dan menaruhnya di atas meja dekat Renjun. Ia tersenyum mengetahui adik sepupunya memperhatikannya.

“Ayo, sarapan bersama,” ajaknya.

Renjun menurut. Dia cukup tahu diri sudah membuat kakak sepupunya repot berkali-kali. Bersyukur ia karena Winwin masih mau merawat dan tidak mengusirnya.

“Dokter Kun sempat mengecekmu semalam. Katanya trombositmu turun drastis, makanya ada kantung darah menggantung di sampingmu,” kata Winwin menjelaskan. Renjun melirik sebentar ke arah kantung darah yang isinya tinggal setengah. 

Antologi: Jaemin & RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang