17. Kita putus aja

772 135 14
                                    

Budayakan tekan bintang setelah membaca, ya.
Maafkan typo.
Maaf juga lama updatenya. Hihih.🙈
Aku sibuk nugas.🙈

.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.

Disha turun dari taksi, kemudian berjalan masuk ke gerbang sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Disha turun dari taksi, kemudian berjalan masuk ke gerbang sekolah. Ia menyapa pak Satpam, lalu kembali melanjutkan langkahnya. Sebuah motor berhenti tepat di sampingnya. Itu Benua, dengan senyumnya yang selalu menyapa Disha setiap pagi.

"Naik taksi? Enggak bareng Deva?" Tanya Benua.

"Enggak. Deva sakit."

"Oh, pantesan."

Disha mengangguk, kemudian melanjutkan langkahnya. Benua melongo ... Biasanya Disha akan menanyakan hal-hal tidak penting seperti biasa. Apa gadis itu sedang datang bulan? Kenapa ekspresi wajahnnya sangat asing?

Disha berjalan dengan malas ke arah kelas. Ia bahkan tidak memperdulikan beberapa panggilan dari arah belakang. Amora, Fifi, dan Githa menyusul langkah Disha, hingga mereka berjalan sejajar.

"Sha? Lo ... Tumben lesu banget kaya enggak makan seharian?" tanya Fifi dengan wajah keheranan. Biasanya wajah Disha selalu ceria, apalagi sejak berpacara dengan Gama. Amora yang tahu penyebab Disha begitu hanya bisa menghela napas pelan. Ia merasa kasihan dengan Disha. Tapi ... Ia juga tidak tahu harus berbuat apa. Disha melarang keras agar ia tidak memberitahu perihal apa yang mereka lihat kemarin kepada siapapun termasuk Fifi dan Githa. Disha hanya tidak ingin Fifi dan Githa ikut marah seperti Amora kemarin. Ia sudah cukup menyusahkan banyak orang perihal masalahnya. Sekarang tidak lagi. Ia akan menghadapinya sendiri.

"Gue lagi enggak enak badan."

Githa menyentuh dahi Ara, kemudian mengernyit. "Enggak panas."

"Emangnya kalo enggak enak badan harus panas badannya?" omel Amora.

"Iya, juga, sih."

"Memang iya!"

Disha hanya terkekeh pelan mendengar perdebatan temannya itu. Ia duduk di mejanya, lalu mengeluarkan buku pelajarannya. Matanya melirik ke arah ponselnya yang bergetar, tanda notifikasi pesan masuk.

BENUA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang