5

79 20 4
                                    

"SUMPAH ya, Pak Sinaga tuh beban banget tau nggak!" Ru cemberut, keningnya sampai berlipat-lipat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"SUMPAH ya, Pak Sinaga tuh beban banget tau nggak!" Ru cemberut, keningnya sampai berlipat-lipat. Wajahnya lagi dalam mode super angker, tidak boleh ada yang mencoba mengajak ngobrol, apalagi ngobrolnya sambil tarik urat karena bisa-bisa Ru bakal langsung ngajak ribut ditempat.

"Yang ada elo kali yang beban, Ru." kata Edo sambil ngakak. Dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari Ru. Bibir Edo langsung terkunci rapat kembali sambil mengangkat kedua tangannya dengan gaya menyerah, ia berkata. "Bercanda, Ru. Ru mah mana pernah jadi beban, kalau Ginta nah baru. Emaknya aja suka ngeluh."

Ru tetap menatap dingin. "Emang ada yang ngajak join lo di obrolan ini ya?"

"Tau nih, nyambung aja." Ginta menyahut. "Pake sotoy segala, kenal aja nggak sama nyokap gue!"

"Vy, kok lo betah sih sobatan sama mereka berdua gini?" tanya Edo, tatapannya beralih pada Avy yang duduk menyerong dari tempatnya.

Avy tersenyum. "Karena dia Arunika dan dia Ginta."

Ru dan Ginta langsung tersenyum sambil menjulurkan lidah sekali ke arah Edo. Cowok itu geleng-geleng, lalu memilih kembali masuk ke dalam percakapan teman cowok itu.

Mereka kini sedang berada di kantin sekolah. Mengambil tempat duduk di bangku panjang paling ujung kantin yang kebetulan masih kosong. Ru lagi emosi, bisa-bisa dia ngajakin ribut orang yang nggak sengaja nyenggol meja mereka lagi. Karena itu Ginta dan Avy sepakat langsung menyeret Ru ke meja paling pojok di kantin. Lalu, tiba-tiba tamu tak diundang datang. Tidak lain dan tidak bukan, Edo. Plus, kroni-kroninya.

Ru menghela napas. Es teh di depannya bahkan sudah mencair dan membuat rasa es teh itu menjadi hambar. Tapi Ru nggak peduli cuma perkara es teh doang. Rasa kesalnya karena dapat poin di mata pelajaran Sejarah tadi masih mendominasi.

"Ru, minum dulu deh es teh-nya, biar dingin kepala lo..." ujar Ginta kepada Ru. Gadis itu sebenarnya merasa bersalah juga karena kalau tadi dia tidak menahan Ru, mungkin Ru nggak bakal kena poin.

Sistem poin yang diberlakukan oleh Pak Sinaga di mata pelajarannya ini benar-benar tidak disukai oleh siswa Asiana. Karena per-tiga poin, nilai mereka akan dikurangi. Kan nggak banget, mending kalau dapat nilai besar di mata pelajaran ini, kalau kecil? Alamat kena angka merah dong.

"Ta, mendidih gue udah sampe ubun-ubun gini mana bisa di dinginin sama es teh." Ru makin cemberut. Ginta ada-ada aja, pikirnya.

"Ya terus gimana dong?"

"Sumpah ngapain coba pake manggil ke ruangannya segala nanti pulang sekolah?" Ru mendesah. Dia masih tidak habis pikir kesialannya hari ini datang bertubi-tubi.

Katanya, sedih dan senang itu datangnya satu paket, tapi kenapa yang datang kepadanya cuma sedih-sedih melulu?

"Gue nanti bantu bilang deh ke Pak Sinaga kalau lo tadi gue yang nahan. Sebenernya lo sih udah dateng dari tadi, gitu." kata Ginta lagi. Wajahnya ikutan keruh karena merasa bersalah.

Jika Itu Kamu | Lee Jeno ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang