P.S : Maaf ya fren lama bgt updatenya, semoga masih ada yang baca!:D
----
RU MENDONGAK, menatap gedung bertingkat di depannya sekarang dengan mata menyipit karena sinar matahari sedikit menyilaukan mata. Dia tahu Rumah Sakit ini karena—yeah siapa juga yang nggak bakal tahu RSPI coba?—tapi dia nggak nyangka kalau saudara kembar Rajendra di rawat di sini. Tadi, Rajendra cuma bilang kalau Helen di rawat di RS daerah Jakarta Barat. Meskipun jauh banget dan hampir makan waktu satu jam-an, tapi bagi Ru tadi itu lamanya dobel-dobel.
Gimana enggak?
Ru sama sekali nggak nyangka kalau Pak Sinaga bakalan ikut jenguk Helen. Well, Pak Sinaga memang ayahnya dan nggak ada yang salah dari seorang ayah jenguk putri kesayangannya yang sedang terbaring di Rumah Sakit. Tapi kan Rajendra bilang kalau dia dan ayahnya bergantian menjaga Helen karena Pak Sinaga yang sibuk ngurusin sekolahan. Kenapa jadi sekarang terjebak di sini coba?
"Yuk?" ajakan Rajendra membuat Ru kembali ke realita. Dia mengangguk dan mengikuti Rajendra yang melangkah masih dalam jarak sentuhnya. Sementara Pak Sinaga sudah lebih dulu masuk untuk bicara ke resepsionis.
Dia super grogi. Siapa juga yang nggak grogi kalau 'jalan' bareng guru horor macam Pak Sinaga? Duh!
"Lo pucet banget." bisikan Rajendra membuat Ru sedikit mendongak menatap cowok yang kini sudah sejajar langkah dengannya itu.
Ru segera memegang kedua pipinya dengan was-was. "Emang kentara ya?"
Rajendra mengangguk. "Lo grogi?"
"Siapa yang nggak bakalan kicep kalau jadi gue. Aura Pak Sinaga tuh... ugh." Ru menjelaskan, tapi dia tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana aura horor guru sejarahnya itu.
"Bokap tadi mendadak ngabarin kalau mau ke sini juga, gue sengaja nggak bilang ke elo takutnya ntar lo malah kabur."
"Gue pasti bakalan kabur sih kalau tau bakalan ke sini bareng Pak Sinaga." Ru mengangguk-anggukan kepala.
Rajendra tersenyum kecil. "Makanya gue nggak bilang ke elo."
Tidak lama menunggu mereka sudah kembali melangkah menuju ke arah lift bersama seorang perawat perempuan yang nampak sudah akrab dengan kedua laki-laki berbeda umur itu. Dari nametag-nya Ru tahu perawat itu namanya Ajeng. Dari perawakannya Ru menebak kalau umurnya sekitar kepala tiga.
"Pacarnya, mas Jen ya?" kata si perawat itu sambil tersenyum menggoda.
Ru meringis kemudian menggeleng. "Saya temannya, Sus." jawab Ru dengan mengutip panggilan Rajendra tadi saat menyapa si Perawat.
"Saya baru pertama liat kamu."
"Kebetulan saya memang baru kali pertama ke sini."
Si perawat mengangguk. "Pantesan. Temen satu sekolah ya?"
"Iya, Sus." Ru mengangguk. Dia jelas tahu obrolan ini hanya basa-basi sambil mengulur waktu menunggu lift berhenti di lantai yang mereka tuju. Padahal sudah jelas dari seragam yang dipakai Ru dan Rajendra sekarang mereka sudah pasti satu almamater.
Suasana kembali hening di dalam ruang kotak yang kini mulai naik ke lantai atas. Semakin mencekam dan membuat bulu kuduk merinding. Ru rasanya ingin cepat-cepat cerita ke Ginta dan Avy soal hari ini! Oh my god!
Bunyi ding!! pada lift terdengar, nomorator berhenti tepat di lantai yang dituju, lalu pintu lift terbuka. Perawat itu mempersilakan ketiganya untuk keluar lebih dulu kemudian disusulnya. Ia kemudian menunjukan jalan ke ruangan steril melewati koridor sempit dengan cahaya remang-remang dari lampu yang dihidupkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Itu Kamu | Lee Jeno ✔️
Ficção Adolescente"Kita ini apa, Jen?" "Nggak bisa kah kita kayak gini aja, Ru?" ***