15

63 14 2
                                    

            "TA, gue—"

"Eh itu si Ru!" Ginta mendistraksi ucapan Avy di sebelahnya sambil menunjuk ke arah Ru yang berjalan di depan mereka dengan kardigan andalannya. Ginta tidak tahu Ru lagi melakukan apa karena yang terlihat cuma punggung cewek itu aja. Tanpa ba-bi-bu Ginta langsung melangkah lebih dulu meninggalkan satu sahabatnya yang kini dilingkupi rasa bersalah.

"Bagus Vy, lo baru aja kehilangan sahabat lo." gumam Avy dengan raut wajah bersalahnya sambil memerhatikan punggung Ginta yang sudah menjauh darinya.

Dia benar-benar menyayangkan bagaimana dia bisa "kepergok" oleh Ginta. Ginta dan Ru itu selalu pulang lebih dulu, biasanya Ru nebeng sampai halte dekat rumahnya—kalau Omen nggak nyusul—namun karena hukuman Mami-nya Ru, sahabatnya itu sekarang disuruh naik busway. Sedangkan Ginta walaupun tetap bawa mobil dia nggak pernah ngetem lama-lama di sekolah. Pokoknya Avy dan Jose nggak pernah papasan dengan mereka berdua atau teman sekelas Avy.

Tapi namanya bangkai mau disembunyiin selama apapun dan serapat apapun pasti bakalan kecium juga. Dan itu berlaku juga dengan hubungan Avy dan Jose yang baru seumur jagung. Masih anget dan penuh dengan bunga. Sejujurnya kalau boleh bilang, Avy-lah yang lebih dahulu suka dengan Jose sebelum Ginta. Waktu itu dia pulang lebih sore daripada Ru dan Ginta karena harus ngurusin sesuatu di ekskulnya. Dan di sana dia ketemu Jose, Jose ternyata teman dekatnya kakak kelas mereka yang punya skandal tahun kemarin dan berakhir di Drop Out. Singkatnya, dari pertemuan pertama itu menghasilkan pertemuan-pertemuan tak terduga lainnya dan akhirnya Avy jadian dengan Jose.

Satu rahasia yang nggak bisa ia ceritakan ke Ru dan Ginta karena Avy takut kalau itu bakal bikin masalah. Sejujurnya, dia benar-benar senang karena bisa masuk dan menjadi sahabat mereka berdua, walaupun mereka sudah lebih dahulu berteman tapi Avy nggak pernah dicuekin. Walaupun mereka ngebahas tentang kehidupan SMP mereka tapi Avy selalu dikasih gambaran dan dijelasin. Dan sekarang persahabatan mereka rusak karena dirinya.

Harusnya dia pendam aja rasa sukanya ke Jose...

Harusnya dia nggak ngasih nomor HP-nya ke Jose...

Harusnya dia nolak Jose waktu cowok itu ngajakin pulang bareng...

Harusnya dia lebih mentingin persahabatannya daripada cowok...

"Vy, kamu kenapa nggak jawab telepon aku?" suara familier terdengar. Avy mendongak dan menemukan tatapan cowok yang sangat dia sukain.

Cewek itu mengembuskan napas sambil memejamkan matanya sebentar. Lalu, membukanya kembali. "Kak, aku butuh waktu buat sendiri. Sori."

***

Ru tahu kalau Ginta pasti lagi nggak baik-baik aja. Berkali-kali cewek itu nggak fokus pada pertanyaan yang diajukan Ru kepadanya. Ginta juga nggak sebawel biasanya—yah walaupun dua hari lalu juga dia mulai nggak selera ngomong karena cowok kesayangannya itu digosipkan sudah punya peliharaan. Tapi Ginta nggak terlihat seperti ini. Hari ini tuh Ginta lebih beda beda beda beda beda banget daripada biasanya. Susah dijelasin, tapi kelihatan bedanya.

"Temen lo kenapa?" tanya Edo pada Ru sambil menatap Ginta yang daritadi diam di kelas nggak mau ke kantin. Edo yang tadinya mau pergi makan soto ayam ngelihat wajah murung teman berdebatnya jadi mengurungkan niat.

Dia memang rada nggak enak kerena kasih informasi ekslusive begitu, tapi kan itu bukan gosip. Apa yang Edo katakan kemarin itu sebuah fakta yang belum terungkap. Terungkap oleh Ginta maksudnya, kalau teman-teman Jose sih Edo yakin udah pada tahu soal siapa pacar cowok itu.

Ru menggeleng. Dan Edo terkejut. Cowok itu sempat kira Ru bakal marah-marah kayak singa padanya, jawaban Ru sekarang malah bikin bengong. Pikiran nggak enaknya hari ini kayaknya salah, mungkin saja Ru dan Ginta sudah tobat dan nggak mau jadi titisan singa lagi.

Edo kembali menatap ke arah Ginta, "Ta, mau gue jajanin nggak?"

"Lo pikir gue jatuh miskin?" jawab Ginta judes.

Ru menahan tawanya. Sementara Edo menarik praduganya tadi.

"Lo kenapa dah? Di tagih pinjeman online?"

"Kepo banget sih lo! udah sana pegi!" masih dengan wajah judesnya dia mengusir Edo. Nahan diri untuk nggak nangis aja udah susah, ini pakai acara digangguin pula. Bener-bener nih si Edo... batin Ginta.

Karena nggak mau berdebat dalam keadaan perut kosong, akhirnya Edo mengedikkan bahu dan mengalah. "Lo jangan mati di sini ya, Ta. Gue nggak mau kelas gue jadi berhantu!" ucapnya sebelum dia berbalik dan pergi meninggalkan kelas.

Hampir saja Ginta melepaskan emosinya. Enak aja, walaupun dia sedang patah hati begini dia juga masih punya pikiran kali. Masa iya mau bunuh diri?

"Ta, si Avy kemana deh?"

"Nggak tau." Jawab Ginta singkat.

Ru memerhatikan sebentar, lalu nekat bertanya. "Lo berdua lagi ribut ya?"

Ginta diam.

"Ta? Emang gue kacang mahal apa dicuekin segala?" Ru lama-lama sewot juga.

Untung saja suasana kelas Ginta sepi—yang stay di kelas tinggal empat orang termasuk mereka—jadi nggak banyak yang mencuri dengar pembicaraan ini. Malas ngejelasinnya kalau banyak yang kepo. Ru lantas menoleh ke belakangnya dan yang ia temukan adalah bukan ransel milik Avy. Lalu, Ru baru ingat kalau sekarang mereka duduk bukan di meja tempat dua sahabatnya duduk biasanya.

Avy dan Ginta duduknya di meja nomor tiga diujung dekat tembok sebelah kanan. Sementara sekarang mereka sedang duduk di meja nomor dua ujung dekat tembok sebelah kiri. Benar-benar bersebrangan dan dia sama sekali baru sadar? Ya ampun!

"Ta, lo rolling duduk?" tanya Ru mencoba denial.

"Hah?" Ginta menoleh dengan raut wajah bingung. Kedua pandangan mereka saling bersirobok sesaat dan Ginta mengerti maksud Ru barusan. Cewek itu menghela napas panjang. "Ru gue nggak bisa main bertiga kayak dulu lagi."

"Hah? Main apaan?" kali ini gantian Ru yang kebingungan.

"Main sama lo dan Avy."

Ru menaikkan alis. "Kita emang udah jarang sih main bertiga. Avy kan sering bimbel diluar. Super sibuk."

Melihat Ginta memutar bola matanya dengan raut wajah 'malas' saat Ru mengatakan itu, Ru langsung yakin kalau ini sudah gawat. "Gue nggak yakin dia bimbel beneran atau nggak."

"Maksud lo?"

"Tu anak yang Edo maksud tempo hari. Yang boncengan sama Oy."

"APA!?"

Ru kembali mingkem sambil meminta maaf saat tatapan dua anak di kelas ini tertuju padanya. Anak-anak yang baru masuk ke dalam kelas juga ikut memerhatikan dan sedikit kaget. Ru meringis, lalu memelankan suaranya. "Kok lo bisa tau, Ta?"

"Kemarin gue liat. Lo tau kan kemarin gue agak telat pulang karena dipaksa piket kelas dulu, Ru? Nah pas mau ke parkiran gue nggak sengaja tuh papasan sama Oy sama dia mau keluar."

"Terus?"

"Kehidupan gue kayak di rengut paksa. Untung aja gue nggak serangan jantung."

Ru memutar bola mata. "Ta, kita kan lagi serius. Kok lo bercanda sih?"

"Gue tu nggak pernah bercanda seumur hidup gue, Ru." Ginta kembali kesal ketika bayangan Avy yang duduk diboncengan motor Oy kembali melesat masuk. Dia kesal kenapa cowok yang dia suka jadian sama cewek lain. Dan dia semakin kesal ketika tahu fakta kalau cewek lain itu adalah sahabatnya sendiri. "Pokoknya gue nggak mau kumpul kalau ada dia. Lo pilih deh tuh, mau temenan sama gue atau sama tu pelakor!" lanjut Ginta.

"Tapi kan pelakor itu label kalau ngerebut laki orang, Ta. Oy kan bukan pacar lo..."

Ginta menarik napas, kedua matanya lurus menatap Ru. "Ru, di dunia pertemanan tu ada rules-rules tak tertulis yang mesti dipatuhi tau."

***
Sori ya geng agak menyeh ni partnya. Gaada Ru-Jen momen juga:")

Jika Itu Kamu | Lee Jeno ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang