TIGA--B

1.2K 264 18
                                    

Waktu Vara main ke rumah Raras, ia pernah melihat adik lelaki temannya itu baru selesai mandi. Rio berlarian sambil membawa mainan, tanpa peduli kalau belum memakai pakaian. Vara menganggapnya biasa saja, karena anak itu masih berusia tiga tahun.

Tapi ketika Vara harus melihat lelaki dewasa dalam keadaan tanpa pakaian sama sekali, ia tidak bisa menyamakannya dengan Rio. Apalagi lelaki itu adalah Dika.

Vara langsung menjerit saking terkejutnya. Matanya terpejam dengan kedua telapak tangan menutupi wajah. Dika pun tak kalah kaget melihat ada orang lain di kamar mandinya. Buru-buru dia menutup area sensitifnya dengan handuk.

"Keluar dari sini!" jerit Vara yang masih bertahan menutupi matanya.

Dika masih mencerna situasi rumit di antara mereka berdua. Ini kamar mandinya sendiri, tapi tiba-tiba ada Vara di sini. Anehnya, dirinya yang harus keluar. Padahal yang masuk tanpa izin adalah Vara. Namun, demi mendengar jeritan Vara yang membuat telinganya memerah, Dika memilih mengalah dan segera keluar dari kamar mandi.

Setelah mendengar pintu kamar mandi ditutup, barulah Vara berani membuka mata. Vara meletakkan sebelah tangan di dada. Bersyukur jantungnya masih tetap berada di tempat, tapi mengingat apa yang dilihatnya tadi membuat Vara malu sendiri. Ia merutuk dalam hati, karena kesucian matanya telah terenggut.

Vara malu untuk keluar. Bingung harus berkata apa pada Dika, karena melihat sesuatu yang seharusnya tidak dilihatnya. Selang beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi diketuk.

"Sampai kapan kamu mau di dalam sana?" Dari balik pintu, Dika bertanya.

Aduh, gimana ini?

Vara kebingungan, tapi mau tak mau ia harus keluar. Sebelumnya, Vara menatap cermin terlebih dulu untuk melatih ekspresi wajahnya agar tampak sebiasa mungkin.

Pintu kamar mandi dibuka dan Vara langsung berhadapan dengan Dika yang sudah berpakaian. Vara menjadi kikuk, kata-kata seolah tertelan begitu saja ke dalam tenggorokannya.

"Kamu ngapain ada di dalam kamar saya?"

Eh?

Jelas Vara bingung, karena ia sama sekali tidak mengetahui kalau ini kamar Dika.

"Tapi kata adik kamu, ini kamar aku." Vara membela diri.

Dika berdecak, lalu meraup wajahnya. Laki-laki itu kini paham kalau Nala sudah mengerjai Vara. Keisengan yang berbuah rasa malu Dika.

"Nala memang kadang suka iseng. Saya minta maaf. Terutama ...." Dika menggantung kalimatnya, tidak enak untuk melanjutkan.

Vara menunduk, seakan ada sesuatu di lantai yang lebih penting untuk diperhatikan.

Meski dengan berat hati, Dika akhirnya melanjutkan ucapannya. "Terutama karena kamu harus melihat—"

"Sekarang lebih baik Mas Dika antar aku ke kamar yang benar!" potong Vara cepat. Ia melakukanya dengan sengaja. Tak mau memperpanjang masalah matanya yang melihat sesuatu—yang tak sepantasnya dilihat.

Dika tertegun sejenak, lalu mengantar Vara ke sebuah ruangan yang berada persis di depan kamarnya.

"Ini kamar kamu. Kalau butuh sesuatu, kamu hanya tinggal tekan tombol warna biru yang ada di dekat nakas," tunjuk Dika ke salah satu sisi dinding kamar, dan sebelum melangkah keluar ia berkata lagi, "Semoga kamu betah tinggal di sini."

Loving IsvaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang