DUA-A

1.9K 321 15
                                    

SUV hitam itu berhenti di pinggir jalan. Kaca jendela diturunkan. Dari dalam mobil, si pengendara memanggil pedagang minuman yang ada di atas trotoar. Seorang ibu berhijab dengan daster tanpa lengan yang hanya sebatas lutut, menghampiri mobil itu lalu kembali lagi ke lapaknya untuk mengambil sebotol air mineral.

Mata si ibu penjual tak lepas memandangi pembeli dagangannya. Mungkin dia baru pertama kali melihat sosok rupawan secara langsung. Tanpa disadari, si ibu membandingkan dengan suaminya di rumah. Kemudian sedikit menyesal kenapa dirinya harus terlahir di era tujuh puluhan. Merasa sudah lahir di waktu yang salah.

Si pengendara mengucapkan terima kasih. Tak lupa memberikan senyum sejuta watt-nya, yang bisa membuat si ibu penjual merasa lebih muda dua puluh tahun. Ia menaikkan kembali kaca jendela dan melajukan mobilnya.

Dika merasa segar kembali setelah setengah botol air mineral itu mengalir melewati tenggorokannya. Kejadian hari ini sama sekali tak diduga akan ia alami.

Bagaimana bisa seorang Rahandika Sumayoda ditolak?

Seumur-umur, baru kali ini Dika ditolak oleh seorang wanita. Hidup Dika selalu dikelilingi wanita-wanita yang memujanya. Yang rela melakukan apa pun demi mendapat perhatiannya. Fisik yang nyaris sempurna serta nama besar keluarganya, tidak mungkin membuat orang sampai berpikir dua kali untuk menolaknya.

Sebagai putera sulung dari pemilik jaringan Hotel Sumayoda--hotel bintang lima terbesar di Indonesia--membuat Dika seperti magnet yang akan menarik setiap orang mendekat. Bahkan berlaku juga untuk orang yang tidak ia kenal sekali pun, tapi ingin memiliki akses lebih padanya.

Dika sadar kalau di sekelilingnya banyak manusia-manusia palsu yang hanya menginginkan keuntungan semata. Dika bisa memilih mana yang akan dimasukkanya ke dalam kategori penting dan tidak penting. Memisahkan para penjilat dan social climber ke kategori sampah yang tidak akan pernah diliriknya.

Baginya, kebanyakan wanita memiliki pola pikir yang sama. Wanita tidak akan mampu menolak paket lengkap yang sudah ada dalam dirinya sebagai laki-laki. Wajah tampannya selalu berhasil memikat wanita manapun. Apalagi dengan kekayaan yang dimilikinya. Setidaknya pemikiran seperti itu yang ia bawa saat berkunjung ke rumah Vara.

Namun, ternyata ia salah.

Dika mengelus pipinya yang masih menyisakan jejak merah samar. Tamparan yang diterimanya cukup keras. Ia tadi menahan ekspresinya setenang mungkin dan berusaha tak menunjukkan kalau ia merasakan sakit di pipinya. Cukup malu kalau sampai meringis hanya karena ditampar oleh wanita.

Padahal ia tidak bermaksud macam-macam pada Vara. Ia hanya ingin memperjelas kalau pasti Vara juga menginginkannya. Namun, sepertinya itu berlebihan bagi Vara. Ia mengira wanita akan suka kalau didekati seperti itu.

Bukannya wanita biasanya meleleh ya, kalau didekati pria tampan?

"Gue itu masih muda dan cantik, Ras. Masa harus punya suami duda tua yang kegenitan. Ih, amit-amit, deh. Nggak akan pernah gue mau nikah sama duda. Masih banyak laki-laki single kenapa gue harus sama duda coba?"

Dika kembali mengingat perkataan Vara. Wanita itu mempunya perspektif sendiri tentang duda. Ia hampir tertawa mendengarnya. Bisa-bisanya wanita itu menyamaratakan semua duda.

Apa yang salah dengan duda?

Ia seorang duda, tapi juga tidak seburuk itu. Menjadi duda di usia muda bukan sesuatu yang diharapkannya akan terjadi. Tidak pernah terpikir sama sekali kalau suatu hari ia harus melepaskan orang yang dicintainya.

Saat itu Dika tak peduli dengan latar belakang kekasihnya. Membangun hubungan legal di atas kertas dengan orang yang dicintai adalah tujuan hidupnya. Sampai fakta lain yang ia temukan setelah menikah, membuat Dika terpaksa mengambil keputusan untuk bercerai.

Dika segera mengantisipasi isi kepalanya saat mulai berpikiran tentang mantan istri. Walau sampai detik ini, ia masih saja mengingatnya. Bahkan itu menjadi salah satu alasan sehingga ia mau menerima perjodohan ini.

•••

Satu bulan yang lalu ...

"Setelah ibunya meninggal, saya sendiri yang mengasuh Vara," ujar Bimo. Mata pria itu menatap lurus ke arah Dika. Seolah ingin menunjukkan betapa berartinya Vara dalam hidupnya. "Dan selama itu pula, saya belum pernah membiarkan dia sendiri."

Bimo melanjutkan ceritanya tentang Vara, "Vara nggak pernah suka wortel. Dulu waktu kecil di beralasan kalau wortel hanya untuk kelinci. Kalau dia yang makan, nanti kelinci mau makan apa?" Bimo terkekeh mengingat tingkah putrinya.

Penampilan Bimo boleh jauh dari kesan ayah yang lembut. Rambut panjang sebahunya selalu diikat. Tonjolan otot bisep di lengan membuktikan kesukaannya pada olahraga. Yang sering diidentikan orang dengan kegarangan. Namun di balik itu semua, Bimo sudah menjadi ayah teladan bagi putri tunggalnya.

Dika menyukai sosok Bimo. Sejauh pengamatannya, ia bisa menilai kalau Bimo adalah tipikal ayah yang sangat menyayangi anaknya. Orang tua yang berjuang sendirian, menjalani peran ganda sebagai ayah sekaligus ibu. Dika heran, kenapa Bimo tidak menikah saja.

"Saya memilih tidak menikah lagi, karena saya masih mencintai istri saya. Saya merasa bersalah kalau ada wanita lain yang menempati posisinya. Dia tidak akan pernah tergantikan." Bimo seolah menjawab rasa penasaran yang ada di pikiran Dika.

Bimo tersenyum. "Saya sangat menyayangi Vara. Maka dari itu saya percaya kalau kamu bisa menjaga dia dengan baik. Kamu bersedia menikahi anak saya?"

Dua pasang mata lainnya yang ada di dalam ruangan mengarah pada Dika. Gatra menunggu anak lelakinya mengatakan sesuatu. Begitu juga dengan sang ibu, Rianti.

Dika memang sudah menyetujui perjodohan yang ditawarkan ayahnya. Pertemuan tak sengaja Gatra dan Bimo dalam suatu acara, berhasil mengakrabkan mereka kembali. Menjalin komunikasi setelah lama tak saling mengabari. Kemudian berlanjut dengan rencana perjodohan Dika dan Vara.

Saat Gatra mengutarakan niatnya itu, Dika tak menolak atau membantah. Ia menuruti kemauan ayahnya. Terlebih ibunya, yang sangat gembira kalau nanti akan bertambah satu anggota keluarga baru.

Perjodohan ini bagi Dika juga sebagai penebus kesalahannya yang lalu. Kekecewaan kedua orang tuanya akan ia ganti dengan kebahagiaan seperti yang mereka inginkan.

"Saya bersedia menikahi anak Om Bimo," jawab Dika yang membuat Bimo tersenyum.

Berbarengan dengan itu, Bimo seperti merasa sedih. Senyumnya menyimpan sesuatu yang Dika pun tidak tahu. Namun, Gatra dan Rianti sepertinya sudah mengetahui segala sesuatu tentang Bimo dengan baik.

•••☆•••

Jangan lupa beri Vote dan komentarnya ya

Terima kasih ❤

Loving IsvaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang