TIGA-E

464 47 9
                                    

Vara melangkah masuk ke rumah tepat di belakang Dika, yang sejak kepulangan mereka dari restoran tidak berbicara sama sekali. Pintu lift terbuka setelah Dika menekan kombinasi angka pada panel, dan langsung melangkah masuk tanpa memberi Vara kesempatan banyak untuk memperhatikan sikap anehnya tersebut.

Ini orang kesambet apa sih sebenarnya?

Di kamar, Vara langsung mengempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Perutnya terasa lapar sekarang. Menu makanan di restoran tadi terlihat lezat. Rasanya seperti lagi di-ghosting. Diajak makan mahal, sudah tinggal pesan, tapi nggak jadi. Tiba-tiba Dika malah mengajaknya pulang tanpa alasan yang jelas. Sepanjang perjalanan pulang, Dika tetap bungkam seribu bahasa. Vara bertanya, tapi tidak ada yang dijawab sama sekali. Aneh pokoknya.

Dua orang pelayan masuk ke kamar. Salah satunya membawa sebuah vas bunga berukuran besar-yang sudah terisi bunga mawar pemberian Dika. Sesampainya di rumah, Vara memang yang meminta untuk segera dipindahkan ke vas berisi air agar tidak cepat layu.

"Makan siangnya sudah siap, Nona," ujar wanita muda yang di name tag-nya bertuliskan Dini. Dan rekannya yang lain bernama Puspa sedang mengatur posisi vas bunga di atas nakas.

Tentu saja Vara langsung beranjak dari tempat tidur.

"Tuan Dika juga sudah menunggu di ruang makan," tambah Dini yang otomatis membuat Vara tidak jadi melangkahkan kaki ke arah pintu.

"Saya nanti aja makannya," putusnya lalu berbalik dan duduk kembali di tepi tempat tidur, sambil melihat kedua pelayan itu berlalu keluar kamar.

Ia memang lapar, tapi perasaannya masih dongkol gara-gara Dika. Lebih baik menunggu lelaki itu selesai makan, daripada harus satu meja dengannya. Hanya perlu menunggu setengah jam lagi sampai Dika selesai makan.

Beruntung bagi Vara, karena rumah ini sepertinya tidak akan pernah membiarkan penghuninya kekurangan makanan. Satu rak penuh kue dan cemilan tersedia di sudut kamar. Vara segera memilih beberapa yang kira-kira enak. Namun, semuanya sudah pasti enak. Sehingga piring Vara langsung penuh dengan dua slice bolu gulung lemon, satu buah roti smoked beef cheese, satu slice brownies almond, empat keping soft cookies ditambah beberapa butir coklat truffle yang kemungkinan akan diambilnya lagi.

Ah, kalau begini ia pasti tahan tidak keluar kamar sampai besok.

Selang beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu dibuka, tapi tidak serta merta membuat Vara ingin tahu siapa yang datang. Mungkin itu Puspa atau Dini. Ia tetap asyik menikmati makanannya. Mulai mencoba roti smoked beef cheese dalam satu gigitan besar. Mulutnya terbuka lebar. Bersiap menggigit.

"Lahap banget."

Eh?

Suara itu bukan milik kedua pelayan. Vara menoleh ragu-ragu, karena tahu kalau ternyata ia keliru. Dika sekarang sedang berdiri memperhatikan dirinya dalam posisi terlihat rakus.

"Mas Dika ngapain?" Vara tergeragap melihat kehadiran Dika di kamarnya. Ia tidak jadi menggigit roti dan meletakkannya kembali ke piring.

"Kamu kenapa nggak turun buat makan siang?" Dika balik bertanya. "Seingat saya kita tadi nggak sempat makan di restoran."

"Pesan makanan aja kita nggak sempat. Gimana mau makan," sindir Vara.

Dika menggaruk pelipis. "Saya minta maaf karena kita nggak jadi makan di sana. Kalau kamu mau, nanti malam kita bisa ke sana lagi. Gimana?"

Vara ingin mengiyakan, tapi sel-sel gengsi dalam otaknya memerintahkan agar jangan buru-buru menanggapi.

"Lagian Mas Dika kenapa, sih, mendadak banget kita harus pergi dari sana?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Loving IsvaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang