Sayang?
Barusan dia manggil aku Sayang?!
Jangan salahkan Vara yang langsung menginjak kaki Dika tanpa ampun. Dika menatap balik Vara yang gemas ingin melumatnya. Vara menginjak kaki Dika lagi menggunakan tumitnya berkali-kali. Cukup keras, sampai bisa membuat Dika meringis. Namun, Dika tetap mempertahankan ekspresi datarnya. Seolah injakan kaki Vara tidak berarti apa-apa.
Sepertinya tanggapan Vara sedang ditunggu, karena beberapa pasang mata di meja makan ini masih mengarah kepadanya.
"Iya, kan, Sayang?" Dika tersenyum seraya mengusapkan jempol di punggung tangan Vara. Sebagai isyarat kalau sebaiknya Vara menurut saja.
Situasi ini malah didukung oleh Nala yang sepertinya senang kalau Vara menjadi kakak iparnya.
"Kalian berdua serasi, lho," ucap Nala yang membuat Vara semakin kelabakan.
Namun, baru saja Vara ingin menjelaskan kesalahpahaman ini, tiba-tiba Ratih datang menghampiri meja makan untuk memberitahu Gatra kalau ada tamu yang datang. Gatra dan Rianti meninggalkan ruang makan. Terpaksa harus menunda makan malam demi menghormati tamu.
"Maksudnya Mas Dika apa, sih, pakai bilang sayang-sayang segala?" sembur Vara yang tanpa menunggu lama lagi segera menarik tangannya dari genggaman Dika.
Dika belum menjawab. Lelaki itu melirik ke arah Nala yang diam menyimak kekisruhan mereka berdua.
"Kita omongin di luar," ujar Dika yang langsung meraih pergelangan tangan Vara. Memaksa wanita itu untuk bangkit dan mengikuti langkahnya. Diikuti pandangan mata Nala yang penasaran dengan tingkah sang kakak.
Tangan Vara baru terbebas setelah mereka berdua sudah ada di sebuah ruangan yang ia tebak sebagai ruang kerja Gatra. Dika menutup pintu. Menunjukkan kalau isi pembicaraan mereka bukan sesuatu yang boleh didengar orang lain.
Vara melipat kedua tangannya di depan dada. Menunggu penjelasan dari Dika atas sikapmya yang menurut Vara kelewatan.
"Maaf kalau kamu tadi jadi nggak nyaman karena sikap saya." Dika mulai berbicara. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana chino berwarna coklat yang dikenakanmya. "Tapi saya juga punya alasan kenapa tadi saya jadi bersikap begitu sama kamu."
"Alasan apa yang membenarkan kamu seperti tadi?"
Pertanyaan tersebut tidak langsung dijawab oleh Dika. Lelaki yang tampak tampan dengan vest berwarna abu-abu itu lalu berjalan mendekati Vara. Menyisakan jarak tiga langkah saja dengannya.
"Kamu mau tinggal di sini, berarti kamu menerima perjodohan kita, bukan?" tanya Dika memastikan.
Idih ... kata siapa?! batin Vara meronta tak terima.
"Mas Dika jangan sampai salah sangka, ya. Aku mau tinggal di sini juga itu gara-gara dipaksa sama Ayah. Bukan karena aku setuju dengan perjodohan kita."
"Kenapa kamu nggak mau?"
"Nggak maulah. Tiba-tiba dijodohin sama orang yang nggak pernah aku kenal sebelummya. Malah aneh kalau aku setuju."
Dika menyugar rambutnya ke arah belakang. "Tapi saya setuju menikah sama kamu."
"Tapi, kan, aku nggak mau. Masa kamu mau maksa aku?" protes Vara. "Mas Dika bisa cari wanita lain yang mau dinikahin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Isvara
Ficción GeneralMenikah sama duda? Aduh, bagi Vara itu nggak banget! Vara punya prinsip, tidak akan pernah mau punya suami yang berstatus bekas orang lain. Sehingga ia sebisa mungkin menghindar dari rencana perjodohan yang sudah diatur ayahnya. Tapi ekspetasi Vara...