DUA--C

1.4K 247 18
                                    

Tiga puluh menit yang lalu, mata kuliah terakhir untuk hari ini telah usai. Menyisakan Vara dan Raras yang masih duduk di dalam ruang kelas.

"Rahandika Sumayoda adalah anak pertama dari Gatra Sumayoda. Pemilik jaringan Hotel Sumayoda." Raras hampir tak memercayai laman dari salah satu website yang sedang dibacakannya untuk Vara. "Gila ya, ini orang ternyata tajir mampus, Ra!"

Vara hanya menyimak. Ia sedang menyalin catatan mata kuliah milik Raras dalam damai, hingga kemudian wanita itu memborbardirnya dengan info tentang Dika. Mulai dari aset kekayaan, hubungan kekerabatan dengan beberapa pejabat, sampai latar belakang pendidikan. Namun, anehnya tidak ada info mengenai urusan asmara lelaki itu. Bahkam tidak ditemukan informasi tentang mantan istri Dika.

"Kayaknya nggak ada info dia udah nikah," ujar Raras seraya menggulirkan jempol untuk memeriksa laman lain yang sedang ditelitinya.

Akan tetapi, tak sampai dua menit, Raras kembali mengumbar aroma surga. "Yang pasti, lo bisa jadi sosialita kalau menikah sama Dika," cetus Raras antusias.

"Tapi gue nggak mau," tanggap Vara enteng.

"Lah, kenapa juga nggak mau? Lo beneran mau nolak dia?"

Vara mengangguk yang langsung memancing decak gemas temannya itu.

"Vara ... otak lo itu sehat, kan? Masa Dika mau lo tolak?"

"Ya kenapa? Suka-suka gue, lah."

"Lo boleh nolak dijodohin kalau memang cowok itu punya kualitas yang di bawah rata-rata. Tapi ini seorang Dika yang punya segalanya, yang setiap cewek pasti rela jalan kayang sambil makan beling, demi untuk dapetin dia." Raras tampak menggebu-gebu. Namun, Vara masih tetap santai.

"Kesempatan lo buat dapetin cowok sesempurna dia, tuh, nggak mungkin bisa datang dua kali."

"Dan kesempatan gue untuk menikmati status cewek lajang juga harus digunakan sebaik-baiknya," tutur Vara sambil menutup bindernya dan mengembalikan catatan milik Raras.

"Gini, ya, Ra." Raras mengubah posisi duduk sebelum melanjutkan kata-katanya. "Di luar sana banyak cewek yang susah dapetin jodoh. Terus yang udah dapet jodoh pun, belum tentu sesuai sama harapan mereka. Dan lo adalah salah satu makhluk bumi yang dikasih keberuntungan, dijodohin sama cowok seperti Dika yang setiap sepuluh tahun sekali belum tentu bisa muncul lagi dalam bentuk perjodohan. Cowok kayak Dika nggak akan pernah ada dalam bentuk sachet-an, Ra."

Penuturan panjang kali lebarnya Raras hanya ditanggapi dengan kedikan pundak Vara.

"Gue tetap nggak setuju dengan namanya perjodohan," tegas Vara.

"Seenggaknya lo nggak boleh langsung nolak dia. Tapi kasih kesempatan buat dia agar bisa pedekate dulu sama lo."

Pedekate?

Sepertinya tidak akan ada kemungkinan itu. Lagi pula di hatinya sudah ada lelaki lain. Lelaki yang disukainya dalam diam.

•••

Dari kampus, Vara tidak langsung pulang ke rumah, melainkan terlebih dulu mampir ke kafe milik ayahnya. Hari belum terlalu sore, dan Vara pikir lebih baik mengerjakan tugas kuliahnya sekalian di sana saja. Walau sebenarnya ada alasan lain yang membuat Vara selalu betah berlama-lama di kafe.

Djenar's Cafe

Nama kafe itu terpampang jelas di depan sebuah bangunan tiga lantai. Djenar adalah nama almarhumah ibu Vara, yang sengaja diabadikan Bimo menjadi nama kafe yang dirintisnya sejak dua belas tahun lalu. Sudah terdapat lima cabang Djenar's Cafe di Jakarta. Delapan cabang lainnya tersebar di kota Bogor dan Bandung.

Loving IsvaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang