Calon suami?
Ada jeda beberapa detik, tapi terasa panjang setelah Bimo menerangkan identitas laki-laki yang sebelumnya Vara sangka adalah driver taksi online itu.
Mobil Dika memasuki pekarangan rumah. Bimo juga sudah berjalan kembali ke rumahnya untuk menyambut Dika. Hanya tinggal Vara yang masih termangu di depan pintu pagar. Ia masih butuh waktu untuk mencerna informasi yang memutar balik persepsinya. Sebab calon suaminya ternyata jauh dari yang ia bayangkan.
"Vara, ngapain kamu di sana terus. Ayo kemari!" panggil Bimo yang kemudian mengajak Dika ke dalam rumah.
Vara menatap punggung kedua orang itu. Masih ragu sekaligus malu, karena tadi ia juga sempat mengatakan hal yang tidak enak saat menelepon Raras. Vara menepuk mulutnya sendiri, yang berbicara konyol tentang duda.
"Nah, Dika, ini dia anak saya." Bimo langsung memperkenalkan Dika, begitu anaknya sudah bergabung bersama mereka.
Dika lalu tersenyum ramah, sambil mengulurkan tangannya ke arah Vara. "Saya Dika."
Ya Tuhan ... kok, bisa ada laki-laki seganteng ini ...
Vara sekali lagi terpana melihat ketampanan Dika. Seolah ada cahaya surga yang keluar dari diri laki-laki itu. Aura ketampanan itu benar-benar terpampang nyata di hadapannya. Dampak dari kesempuranaan Dika, sampai membuat Vara tak berkutik selain hanya terus menerus mengaguminya dalam hati.
Dika memiliki postur tubuh yang tinggi dan atletis. Pakaian yang dikenakan pun begitu pas melekat di tubuhnya. Kemeja putih dipadu sweater berwarna navy dan juga celana chino, mampu menunjang penampilannya semakin keren.
"Ehem!" Dehaman keras Bimo sukses mengembalikan kesadaran Vara kalau ia belum juga menyambut uluran tangan Dika, yang dibiarkan tergantung di udara.
"Eh, maaf ...." Vara buru-buru menjabat tangan Dika. "Saya Isvara. Tapi cukup kamu panggil Vara aja."
"Nama yang bagus," ujar Dika dengan senyuman yang mampu melelehkan hati wanita manapun.
"Terima kasih," balas Vara yang berusaha menutupi kegugupannya.
Tiba-tiba saja Vara merasa kurang percaya diri dengan kecantikannya. Takut tidak sebanding dengan ketampanan Dika yang terasa mengintimidasinya sekarang. Dan ia juga sebenarnya penasaran bagaimana kesan Dika setelah melihatnya. Apakah dirinya ini sesuai dengan kriteria Dika?
"Sekarang lebih baik kalian mengobrol berdua dulu, biar lebih saling mengenal," tukas Bimo yang langsung mendapat pandangan tak setuju dari Vara begitu melihat kunci mobil sudah ada di tangan ayahnya. Yang artinya Bimo akan keluar dari rumah.
"Ayah mau ke mana?" tanya Vara yang sebenarnya mengandung arti: "Bisa-bisanya Ayah ninggalin aku!"
"Mau ke kafe dulu sebentar. Buat mengecek stok kalau-kalau ada yang habis."
"Memang Okan ke mana, Yah?" Vara menyebut nama pegawai kafe yang bertanggung jawab di sana. Biasanya juga Ayahnya tidak turun tangan secara langsung untuk memeriksa stok. Sudah ada pegawai yang bertugas menangani hal tersebut.
"Okan ada, tapi Ayah sekalian ada janji sama orang lain juga di sana." Bimo berusaha mencari alasan yang tepat agar tidak dikejar pertanyaan lagi oleh Vara, lalu pamit pada Dika.
Vara tahu maksud ayahnya. Namun meninggalkannya bersama orang yang belum ada lima belas menit dikenalnya ini, sungguh membuat kegugupannya berlipat ganda. Vara agak canggung harus memulai percakapan dengan Dika.
"Kamu nggak perlu gugup. Santai aja," lontar Dika dengan suara berat yang baru Vara sadari terdengar menyenangkan di telingnya.
"Aku nggak gugup, biasa aja, kok," cetus Vara seraya membetulkan posisi duduknya. Ia tidak mau terlihat terintimidasi oleh keindahan ragawi laki-laki itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Isvara
Fiksi UmumMenikah sama duda? Aduh, bagi Vara itu nggak banget! Vara punya prinsip, tidak akan pernah mau punya suami yang berstatus bekas orang lain. Sehingga ia sebisa mungkin menghindar dari rencana perjodohan yang sudah diatur ayahnya. Tapi ekspetasi Vara...