~Happy reading guys~
Love u
_____
"Apa-apaan kamu, Hah!"
"Kamu yang apa-apaan, Mas! bisa-bisanya kamu bawa jalang itu kesana!"
"Mau aku bawa kesana atau kemanapun, bukan urusan kamu! Kamu nggak berhak ikut campur."
Gara menghisap rokoknya dalam-dalam sebelum membuang rokok itu melewati balkon kamarnya. Dia melirik pintu kamar yang sedikit terbuka sehingga menyebabkan suara dari luar bisa terdengar jelas ke dalam kamarnya yang kedap suara. Tangannya perlahan mencekram pembatas balkon, urat-urat di punggung tangannya terlihat jelas seolah memberitahukan betapa kencangnya cengkraman tangan Gara.
Matanya yang tajam menatap lurus ke depan tanpa emosi yang berarti. Setelah beberapa saat Gara melepaskan cengkramannya lalu membalikkan badan mengambil tas besar yang ada di atas ranjang. Dengan wajah datar Gara meninggalkan kamar diiringi dengan suara bantingan pintu yang memekakkan telinga. Semakin langkahnya menjauh dari kamar semakin terdengar jelas suara-suara keributan itu.
"Nggak seharusnya kamu muncul bersama selingkuhan kamu di pesta itu, Mas. Kamu buat aku malu!"
"Malu? Kamu yang buat aku malu! Bisa-bisanya kamu siram Tina di depan kolegaku. Asal kamu tahu akibat kelakuan gila kamu perusahaan ku bisa rugi besar!" Halim Danuardja menatap marah istrinya, dadanya naik turun karena emosi.
"Selingkuhan kamu yang hina aku lebih dulu! Harga diriku diinjak-injak sama dia kamu pikir aku bakal diam saja, hah!" sautan lain dari Jihera Danuardja yang terlihat sama marahnya. Mata wanita berumur diakhir tiga puluhan itu membalas tajam suaminya.
Halim membanting Vas bunga yang ada di atas meja dengan kencang. "Harga diri kamu nggak sepenting perusahanku, Hera! Kamu harusnya mikir kalau sampai Papi dengar keributan kita di pesta, lelaki tua bangka itu pasti akan semakin ragu memberikan perusahaan utama kepada kita!" teriak Halim penuh emosi. Tangannya mengepal kuat.
Raut wajah Hera berubah ketika mendengar ucapan suaminya. "Kamu nggak bisa sepenuhnya nyalahin aku! Berapa kali aku bilang, kamu bebas bersama wanita manapun asal nggak menempatkan aku di satu tempat yang sama dengan para jalang kamu. Itu sudah kesepakatan kita, Halim!" balas Hera tidak mau disalahkan. Meski di dalam hatinya ada sedikit ketakutan jika ucapan suaminya menjadi kenyataan. Dia tidak mau kesabarannya hidup bersama Halim selama ini tidak menghasilkan apa-apa. Pembagian warisan Papi mertuanya adalah satu-satunya hal yang membuatnya masih mempertahankan rumah tangga ini.
Halim menipiskan bibir menahan muak melihat istrinya. Dia lalu berkata tegas. "Sekarang kamu pikirkan, alasan apa yang bagus untuk kembali meyakinkan Papi. Aku nggak mau kalau sam----" Halim kehilangan suara ketika mendengar hentakan kaki menuruni tangga. Dia menoleh dan terkejut saat mengetahui ternyata suara langkah kaki itu berasal dari putranya yang sudah lama tidak pulang ke rumah.
"Bagus. Setelah berbulan-bulan, ingat pulang juga kamu!" tegur Halim setelah pulih dari keterkejutannya.
Wajah Gara terlihat tenang menuruni tangga tanpa menghiraukan teguran Papanya.
"Gara!" bentak Halim. "Papa lagi bicara sama kamu, dimana letak sopan santun kamu, hah!" Urat-urat di leher lelaki paruh baya itu menonjol menahan emosi.
Lagi-lagi Gara diam tidak menyahut, tanpa melihat ke arah mereka dia melangkah santai melewati ke dua orang tuanya. Perbuatannya itu tentu saja kembali menyulut amarah Halim yang belum sepenuhnya surut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Seyra! Antagonist Girl [End]
Teen FictionSEGERA TERBIT! _____ Kana Nadhira adalah seorang mahasiswa hukum semester lima yang dikenal sebagai gadis pemalas, jutek, nyeplos dan bodo amatan. Suatu hari kajadian aneh menimpanya, semua ini bermula ketika Kana mengalami kecelakaan tragis dan tib...