Keremangan malam dengan sorot lampu tak secerah mentari, membuat sosoknya tampak berkali lipat lebih menyedihkan. Meng Qi yang baru tiba saja tidak bisa tidak merasa tertohok menyaksikan pemandangan itu. Memarkirkan motornya di tepian jalan, membuka pelindung kepala, dan turun untuk menghampiri Wei An yang mendongakkan kepala melihat padanya.
Mengetahui kedatangan Meng Qi, Wei An segera melompat riang. “Meng Qi, Meng Qi, Meng Qi, ...,” memanggil nama itu tanpa henti hingga dia menabrakkan tubuh pada sosok pemuda yang tiba-tiba membeku. Terlalu bahagia sampai-sampai melupakan kesiapan mental orang lain, Wei An pantasnya menerima satu pukulan ajaib di kepala agar tersadar.
Setelah beberapa saat, dia melepaskan Meng Qi dari pelukan. Memasang tampang paling memelas, bibir mengerut, mata berkaca-kaca. Menatap penuh arti pada Meng Qi yang tetap bergeming, dikhawatirkan telah bertransformasi menjadi patung. Wei An mulai merangkai kalimat. “Meng Qi, maukah kamu menampungku? Aku pergi dari rumah dengan tabungan pas-pasan, tanpa tujuan pasti, keadaan tubuh yang belum benar-benar sehat, dan ... dan banyak kesialan lain.”
Meraih kedua tangan Meng Qi, menggenggam dengan erat. Tatapan mata penuh permohonan itu terus memaku pada satu titik yang sama. Pada akhirnya, berhasil memaksa Meng Qi untuk tidak menolak. “Baiklah. Tapi aku hanya memiliki satu apartemen sederhana dengan satu tempat tidur.” Meng Qi tidak berbohong. Dia memang tinggal terpisah dengan orang tua, atas dasar belajar hidup mandiri, nyatanya dia hanya lebih suka kebebasan. Tidak ingin dicekik oleh aturan gila sebagai seorang calon ahli waris keluarga Meng, satu-satunya anak laki-laki, dan banyak lagi.
Sehingga ketika usianya menginjak tujuh belas tahun, Meng Qi meminta sebuah apartemen sebagai hadiah ulang tahun. Belajar hidup sendiri walau lebih sering membuat kekacauan karena pergaulan buruk. Membentuk kelompok anak-anak nakal di sekolah, berkelahi hingga balapan dengan murid sekolah lain, merusak fasilitas umum dan lain sebagainya. Dia juga bukanlah seseorang yang akan mudah peduli pada orang lain, tetapi untuk Wei An semua berubah.
Tidak ragu berbohong pada teman-temannya yang sedang berkumpul di basecamp, hanya karena satu pesan yang berisi perintah tanpa daya, dia meninggalkan sesuatu yang biasanya adalah prioritas. Dalam pikiran Meng Qi menampar pipinya sendiri, berusaha mendapatkan kembali kesadarannya.
Ingat norma yang berlaku di Thelxinoe!
“Tidak apa, aku bisa tidur di sofa jika ada,” tiba-tiba saja Wei An menjawab dengan antusias. Setidaknya dia memiliki tempat tinggal.
Melihat senyum yang mengembang di wajah Wei An, belum lagi sinar temaram menyiram kulit putih itu, Meng Qi akan segera kehilangan kesadaran jika tidak bergerak. Melepaskan tangan dari genggaman Wei An, kemudian meraih tas yang menggantung pada pundak pemuda itu. “Ayo,” ajaknya.
Ransel besar Wei An diletakkan di depan dada, Meng Qi bersiap di atas motornya, menanti seseorang mengisi tempat di belakang. Sesaat setelah Wei An duduk dengan nyaman, kunci motor diputar hingga suara mesin menyala terdengar di keheningan.
“Qi Qi, setelah menyimpan barangku di apartemenmu, bisakah kita mampir ke barber shop?” Di tengah riuhnya deru motor, Wei An bersuara keras di samping telinga Meng Qi. Wajah condong ke depan, menyelinap ke samping, bertabrakan langsung dengan angin yang mereka lewati. Sebelumnya, dia sudah memeriksa jadwal buka-tutup toko di dunia ini dan kebanyakan dari mereka buka selama dua puluh empat jam, jadi Wei An tidak perlu khawatir harus berkeliling kota untuk menemukan toko buka.
Meng Qi sejenak, bola matanya bergulir ke atas. “Oke.”
Thelxinoe memiliki banyak kesamaan dengan tempat tinggal Wei An dulu. Hanya saja, hampir seluruh bangunan di sini merupakan bangunan elite. Gedung-gedung menjulang tinggi dengan puncak yang tertutup gumpalan awan, dilengkapi teknologi maju yang sangat berguna. Struktur jalannya teratur dan rapi, kendaraan yang berlalu-lalang memiliki banyak variasi unik. Seperti motor Meng Qi yang bisa mengubah sendiri ukurannya sesuai kecepatan dan keadaan di jalanan, bahkan mampu terbang beberapa meter di atas tanah.
Mengerjapkan mata beberapa kali dengan mulut menganga lebar, Wei An tetap tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. Sore tadi, ketika pulang dari rumah sakit, dia tidak bisa benar-benar memerhatikan sekeliling karena masih terlalu bingung. Namun, sekarang semuanya tampak nyata dan keren.
Kecepatan laju motor mulai berkurang, memasuki area valet gedung apartemen dan terparkir di tempat yang tak terlalu jauh. Meng Qi berjalan lebih dulu diikuti oleh Wei An yang masih terpesona oleh interior gedung. Semua ekspresi pada wajah Wei An tak luput dari pengamatan Meng Qi, membuatnya bertanya-tanya. Meskipun mengetahui fakta bahwa Wei An adalah anak haram keluarga Wei, bukan berarti jika dia tidak pernah melihat hal lumrah seperti ini.
Hal pertama yang memikat perhatian Wei An adalah dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan kota diselimuti gelap, namun tetap menawan oleh gemerlap lampu. Wei An berseru heboh, melemparkan ransel ke sofa, setengah berlari ke arah dinding kaca.
“Luar biasa!” bola matanya merefleksikan kerlap-kerlip lampu yang terlihat seperti bintang di atas langit.
Tersenyum kecil, Meng Qi mendekatinya. Menunjuk pada salah satu gedung tertinggi, dia berkata, “Lihat! Itu gedung pemerintahan, gedung yang terkenal karena ketinggiannya.”
Wei An tidak bisa memberikan respons melalui kata-kata. Mata melotot, mulut menganga, melihat puncak yang melewati garis cakrawala bagai ditelan dalam kegelapan. Hanya ada setitik cahaya berwarna merah di ujungnya.
“Sayangnya, gedung itu adalah tempat yang paling dihindari.” Meng Qi memilih untuk duduk di sofa. Menyamankan posisi dan mulai bercerita lagi. “Seperti tempat eksekusi bagi pelanggar ketetapan planet ini.”
Ekspresi pada wajah Wei An berubah dengan cepat, kekaguman yang tadi melimpah menjadi tanda tanya besar. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk dagu, bibir mengerucut, tatapan mata tetap terpaku pada puncak gedung pemerintahan.
Apa planet ini sekecil itu?
Kembali pada beberapa saat ketika dia mencari tahu tentang dunia itu, yang didapatkan Wei An kebanyakan mengenai kemajuan teknologi, perkembangan ekonomi, dan hal-hal yang berkaitan dengan keuntungan sebuah negara. Pada peta juga hanya memperlihatkan sedikit wilayah berpenduduk. Awalnya dia pikir hanya gambaran sebuah negara, tampaknya sedikit lebih rumit.
Meng Qi tidak bisa meluputkan pandangan dari reaksi Wei An. Tahu pasti jika pemuda itu tengah bertanya-tanya. Tersenyum miring, kemudian menyandarkan seluruh tubuh pada sofa. “Thelxinoe adalah planet kecil. Meskipun memiliki teknologi yang maju dan infrastruktur memadai, tetap saja manusia yang tinggal di planet ini tidak banyak. Itulah mengapa hubungan yang tidak memiliki masa depan tidak diizinkan di sini.”
Untuk beberapa saat, Wei An terdiam dalam posisi yang sama. Berusaha mencerna setiap informasi yang didapatkan, lalu menganggukkan kepala.
Faktor terbatasnya keberadaan manusia di planet inilah yang menjadi alasan mengapa hubungan sesama jenis dilarang. Tentu saja karena itu tidak memiliki masa depan yang pasti. Bisa jadi, karena larangan keras dan tekanan sosial yang tinggi, mengakibatkan seseorang memilih mengakhiri hidupnya.
“Entah mengapa, aku merasa kamu seperti sangat asing dengan tempat ini.” Meng Qi mengeluarkan apa yang sudah memenuhi pikirannya sejak pertama dia melihat Wei An bangun.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH YOU ON BOARD
FantasyWei An menutup mata untuk selamanya, tetapi beberapa detik kemudian dia terbangun di tempat yang asing. Mengalami banyak hal dan mulai mempelajarinya, akhirnya dia mengerti. Wei An terlahir kembali dan hidup sebagai antagonis di dalam sebuah novel y...