Mata Yan Huai jatuh ke wajah Wei An, remaja itu tersenyum cerah, mata jernih dan dipenuhi semangat muda. Sangat berbeda dengan sosoknya yang dulu dering terlihat murung dan pendiam. Yan Huai mungkin tidak terlalu memerhatikan Wei An ketika berkunjung ke kediaman keluarga Wei, tapi dia tahu betul bagaimana sifat remaja ini yang selalu menghindari orang-orang dan lebih memilih berdiam diri di kamar. Sangat mengejutkan dengan tingkah keras kepalanya.
Apa perubahan penampilan memengaruhi karakter seseorang?!
“Kamu akan pindah planet menggunakan apa?” nada bicara Yan Huai terdengar serius, ekspresinya pun tidak berubah.
Untuk pindah ke planet lain harus menggunakan pesawat ruang angkasa. Menaiki pesawat itu memiliki biaya yang tidak murah, sama halnya dengan pesawat antarnegara, memiliki sistem keamanan, dan lainnya demi kenyamanan penumpang. Belum lagi lamanya waktu dihabiskan dan jarak tempuh yang sangat-sangat jauh. Kalaupun memiliki uang cukup untuk menaiki pesawat ruang angkasa, bagaimana kehidupan yang akan dijalani ketika berada di planet lain. Tidak mungkin semudah dalam pikiran remaja seperti Wei An, bukan?
Selama dalam lamunannya, Yan Huai meninggalkan ruang makan dan memasuki ruang belajar. Ketika menyadari kepergian pihak lain, Wei An dengan cepat memakan habis sarapannya. Beranjak dan memutuskan untuk pergi, kembali ke apartemen Meng Qi.
Beberapa langkah menuju pintu keluar, Pow mencegahnya dengan merentangkan tangan sepanjang satu meter. Sebelah alis Wei An terangkat, bingung akan tindakan Pow. Mungkin robot rumah tangga itu ingin agar dia menetap di sini dan menemani pemilik rumah. Memiliki pemikiran seperti itu membuat bibirnya menyunggingkan senyum, berlutut menyejajarkan tinggi mereka. “Pow, aku tahu apa yang kamu inginkan. Aku akan tetap di sini dan menemani tuanmu,” setelah mengatakan kalimat itu, Wei An kembali masuk.Beberapa sat kemudian dia berbalik pada Pow dan bertanya, “Omong-omong di mana Yan Huai?”
“Tuan Yan sedang berada di ruang belajar.”
Mendengar kata ‘ruang belajar’, membuat Wei An bersemangat. Selain karena memikirkan tentang jajaran buku-buku, juga membayangkan pemandangan indah di mana Yan Huai sedang membaca sebuah buku di samping jendela kaca besar, ekspresi serius, kacamata bertengger pada hidung bangir dan menyembunyikan keindahan bola mata, lalu langit biru yang perlahan berubah menjadi jingga sebagai latar belakang.
Tidak bisa dilewatkan!
Berkat panduan Pow, Wei An bisa berdiri di depan pintu ruang belajar. Mengetuk dua kali dan mendengar suara lembut dari dalam, menyuruh masuk. Hal pertama yang dilihat Wei An adalah meja besar untuk bekerja, di atasnya terdapat tumpukan map.
Meskipun dunia penuh dengan layar holografi, produk kertas masih digunakan dibanyak bidang.
Memerhatikan sekeliling, hanya ada beberapa rak buku, dan sebuah kursi santai. Wei An mendengkus. “Apanya yang ruang belajar? Jelas-jelas ini adalah ruang kerja,” cibirnya dengan suara pelan.
Meskipun demikian, Yan Huai tetap bisa mendengar suaranya. Reaksi yang diberikan hanya gelengan kepala. Walaupun Wei An mencibir, dia tetap masuk tanpa izin, menarik salah satu buku, dan duduk di kursi santai.
Satu jam pertama dilalui dengan tenang, mereka tenggelam dalam kegiatan masing-masing. Wei An bertahan dalam kejenuhannya, setiap buku yang ada di sana merupakan tulisan-tulisan dengan pemahaman tingkat dewa, memaksa pembaca untuk berpikir keras. Sampai titik rasa jenuhnya berubah menjadi kegelisahan, Wei An memainkan buku, menggerakkan tangan, kaki, dan badan, tapi tetap tidak menyurutkan suasana hati yang buruk.
Melirik pada Yan Huai yang masih fokus dengan layar holografi yang menampilkan data-data dan mengabaikan keberadaannya. Pada akhirnya, Wei An kembali berbicara. “Hei!” panggilnya sedikit berseru. “Jika memang banyak pekerjaan, mengapa tidak pergi ke kantor saja dan biarkan aku pulang?”
Mengernyitkan kening, mengalihkan atensi pada Wei An, Yan Huai berkata, “Kamu tidak tahu ini hari apa?”
Bola mata Wei An melebar, tatapan matanya jatuh pada ekspresi serius Yan Huai. Meskipun dari jarak yang tak begitu dekat, akan tetapi Wei An dapat melihat jelas kebingungan dan tatapan menyelidik dari pihak lain. Dia hanya bisa tersenyum canggung dalam tekanan yang dialirkan oleh Yan Huai. “Emm ... sebenarnya aku bukan Wei An dari dunia ini.” Dengan keberanian yang sebesar kepalan satu tangan, dia mengungkapkan kebenaran.
Menelisik ekspresi Yan Huai yang tenang, dia mendapati sedikit riak terkejut. Hanya sedikit, karena ekspresi itu dengan segera berubah serius seperti semula.
“Sudah kuduga.”
“Eh!” Wei An memiringkan kepala, ekspresinya kosong.
“Wei An tidak mungkin banyak bertingkah dan,” menatap tepat pada mata pihak lain dengan tajam, “tidak ada penghuni Thelxinoe yang tidak tahu tentang hari ini.”
Wei An tertegun, mengedipkan dengan cepat, dan berusaha menghindari bertemu tatap dengan Yan Huai. Beberapa saat kemudian, dia bisa mengendalikan diri, memilih acuh dengan menyandarkan tubuh di kursi santai. “Memangnya ada apa dengan hari ini?” mengangkat tangannya dan menekan jam tangan, mencari tahu mengenai sejarah hari itu.
Dalam pencariannya, suara Yan Huai kembali bergema menerobos gendang telinganya.
“Bukankah ada yang lebih penting dari itu?”
Yan Huai mematikan layar holografi, menopang dagu dengan satu tangan sedang tangan lain mengetuk-ngetuk meja. Atensinya mengunci setiap pergerakan Wei An. Dari sorot matanya dapat dengan jelas terlihat betapa banyak pertanyaan yang melayang-layang di otak.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH YOU ON BOARD
FantasyWei An menutup mata untuk selamanya, tetapi beberapa detik kemudian dia terbangun di tempat yang asing. Mengalami banyak hal dan mulai mempelajarinya, akhirnya dia mengerti. Wei An terlahir kembali dan hidup sebagai antagonis di dalam sebuah novel y...