18: Berbeda Di Jalannya

56 10 12
                                    

Tok. Tok. Tok.

Ketukan pintu itu cukup mengagetkan Jihoon. Tubuhnya terlonjak kaget. Entah dia memang kaget dengan ketukan itu atau hanya sekedar was-was dengan semuanya.

Cepat-cepat Jihoon beranjak untuk membukakkan pintu, dan begitu melihat orang itu, kerutan tipis mulai terlihat di dahinya.

Hanya tidak biasa.

"Guanlin?"

Sosok itu hanya diam tanpa ekspresi.

"Ada yang pengen gua bahas sama lu." ucapnya sedikit terbata-bata.

Sepertinya hal yang tengah Jihoon cemaskan akan terjadi seusai hadirnya Guanlin di sana.

"Mau bahas di sini? Atau di luar?"

Guanlin tidak menjawab, lelaki jangkung itu langsung melenggangkan kakinya masuk lalu menutup pintu rapat-rapat.

Jihoon yang melihat itu lantas mengernyit. Sepasang maniknya masih memperhatikan gerak-gerik Guanlin. Lelaki itu beralih duduk di kursi dengan kedua tangan menyilang.

Sorot mata tajamnya menatap Jihoon lama, membuat yang ditatap cukup getir.

"Mau bahas apa?" tanya Jihoon yang tak tahan dengan kesunyian seusai datangnya Guanlin.

Bukannya bergegas menjelaskan tujuannya, Guanlin malah membuka laptop milik Jihoon. Lelaki itu membuka aplikasi word.

Guanlin terlihat mengetik sesuatu.

"Gua bicara lewat sini."

Ya Tuhan, Jihoon lupa.

Guanlin tidak bisa berbicara dengan lancar akibat kondisi bibirnya yang masih bengkak.

"Maaf, gua lupa," Jihoon melirik Guanlin sesaat, "buruan, lu mau bahas apaan?"

Guanlin kembali menggerakkan jari-jarinya.

"Gua gak mau berbasa-basi, saat ini lu pasti lagi kepikiran soal kejadian itu, kan?"

Setelah membaca deretan kalimat itu, tatapan Jihoon pun bergulir ke arah Guanlin. Menatapnya dengan tatapan cemas.

"Lu harus bersihin semuanya sebelum terlambat."

Kedua alis lelaki itu lantas bertaut. Merasa tak terima dengan kalimat yang barusan dia baca.

"Maksud lu apaan?" seru Jihoon.

Guanlin mendecih.

"Lu yang mulai semuanya, jadi lu juga yang harus nyelesaiinnya."

"Ini semua terjadi karena lu. Gak, bukan tentang kejadian itu aja, tapi juga tentang kematian Ong akibat ulah kotor lu!"

Terdengar kekehan pelan. Seulas senyuman terukir di bibir Jihoon. Jihoon menggelengkan kepalanya. Hanya tak habis pikir dengan pikiran Guanlin saat ini.

Sikap Guanlin layaknya ingin mencuci tangannya, lalu berpura-pura tak pernah ikut andil mengotori tempat. Bukankah itu terlalu menyebalkan?

Jihoon tak habis pikir.

"Di depan lu ada kaca. Lu gak mau berkaca dulu sebelum bilang itu ke gua?" kata Jihoon tajam, setajam tatapannya.

"Atau lu terlalu malu ngeliat bayangan wajah lu sendiri karena teringat ulah lisan lu dulu yang gak memiliki perasaan sama sekali?"

Rahang kokoh Guanlin mengeras. Dia merasa tertampar keras dengan ucapan yang barusan dia dengar.

Guanlin ingin mengelak, namun terlalu sulit.

[2] ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang