19: Mereka, juga

55 10 2
                                    

"Jihoon."

Seseorang yang bernama Jihoon itu lantas menoleh. Suara yang barusan dia dengar adalah suara Minhyun.

"Kenapa?"

"Lu lagi apa?" tanya Minhyun berbasa-basi terlebih dahulu.

"Yah, lagi nikmatin angin sore aja." jawab Jihoon sambil tersenyum kecil.

Minhyun pun ikut tersenyum. Dia mengambil tempat di samping Jihoon, lalu ikut memandangi lurus ke depan, sama seperti Jihoon saat ini.

"Lu ngapain? Kenapa malah ikut-ikutan bengong?" tanya Jihoon bingung.

"Gua sebenernya pengen bahas soal,"

"Ya, gua tau. Bahas soal Jina, kan?" sambar Jihoon cepat.

Minhyun mengangguk.

"Jujur, bukannya gua nutup diri dari masalah ini. Gua tau gua salah, gua bodoh dulu. Dan itulah alasan gua takut dan malu setiap inget permasalahan yang pernah terjadi dulu."

"Meskipun udah lama banget. Tapi anehnya, masalah ini masih berbekas banget di hati gua. Gua hidup selama 25 tahun ini selalu dihantui oleh bayang-bayang itu."

Jihoon tiba-tiba tertawa sarkatik.

"Lu yang nggak terjun langsung aja merasa bersalah. Apalagi gua yang bener-bener ngelecehin dia." cibir Jihoon miris terhadap dirinya.

"Gue gak tau harus mulai darimana ngebahas ini sama yang lain. Gua cuma takut yang lain bakal marah besar kalo tau akar masalah ini ternyata berasal dari gua, yah, meskipun ini memang kesalahan gua."

"Gua juga bingung harus nyelesaiin semuanya gimana. Makam Jina pun gua gak tau dimana."

"Kalo menurut gua, yang cuma bisa lu lakuin sekarang yah cuma minta pengampunan doang sama Tuhan. Sama dia juga, minta maaf dengan apa yang udah lu lakuin ke dia."

"Setidaknya lu sadar kalo perbuatan lo kemarin salah. Jujur lagi, gua udah sadar ini dan minta maaf sama Jina. Beberapa minggu lalu gua ketemu dia di mimpi, dan moment itulah yang gua manfaatin untuk nyampain permintaan maaf gua." ungkap Minhyun.

Jihoon termangu dengan pandangan menunduk. Rasa sakit menyeruak masuk ke dalam rongga dadanya.

"Tapi setelah yang terjadi, kayaknya Jina bener-bener nunggu permintaan maaf dari kalian."

"Gua sih siap, karena gue sadar ini kesalahan gua, cuma, gua agak ragu dengan Guanlin. Gua punya firasat kalo dia bakal nolak untuk ngelakuin ini."


.
.
.

Sungwoon melangkah tergesa-gesa menuju lantai atas. Daehwi yang melihat Sungwoon melaluinya dengan wajah muram, lantas dia mengernyit.

Daehwi menghentikan langkah, memperhatikan Sungwoon yang ternyata melangkah masuk menuju kamar Jihoon.

Kerutan di dahi Daehwi semakin jelas terukir kala melihat Sungwoon menenteng tas Jihoon lalu menyeretnya keluar.

"Hyung, ada apa?!!" seru Daehwi kelabakan.

Sungwoon tidak menggubrisnya, dia tetap melangkah seraya menyeret tas itu menuju ke bawah. Para penghuni rumah yang tengah bersantai di ruang tengah menatap terheran-heran melihat aksi Sungwoon.

Terlebih lagi Jihoon yang melihat tasnya diseret oleh pemuda Ha itu.

Satu persatu dari mereka menyusul Sungwoon yang sosoknya kini tengah berjalan menuju pintu keluar.

"Sungwoon ada apa?!" cegat Jisung cepat. Dia menahan badan Sungwoon yang berhasil menghentikannya.

Lagi-lagi Sungwoon mengindahkan suara itu. Sorot matanya tertuju pada Jihoon yang berdiri di belakang Jinyoung, namun hanya beberapa detik karena setelah itu Sungwoon mengangkat tas itu lalu melemparnya ke luar rumah.

"Sungwoon, ada apa, sih?!!" seru Jisung yang suaranya penuh penekanan.

Sungwoon masih enggan menggubris Jisung. Kedua matanya menatap Jihoon dengan tatapan tajam.

"Ambil tas lu itu dan tutup pintu dari luar sekarang!"

Jihoon terkejut.

Dia juga paham maksud dari kata-katanya.

"Sebelum masalah lu dan perempuan itu selesai, lu jangan coba-coba untuk tinggal disini!"

Seusai mendengar itu, akhirnya mereka paham.

"Gue udah bilang berapa kali kalo akar masalah ini ada Jihoon, tapi kalian semua malah nganggep gua keras! Padahal yang gua bilang ini bener!"

"Dan liat apa yang terjadi dan kita dapet?!"

"Semua udah jadi bubur!"

Minhyun menghela nafas berat. Sepertinya Sungwoon mendengar percakapannya dengan Jihoon.

"Pergi sekarang Jihoon! Selesaiin dulu masalah kotor lu itu!!" kata Sungwoon sambil menyeret tangan Jihoon.

Jihoon menepis kasar tangan Sungwoon. Emoisnya sudah di ubun-ubun, membuatnya dirinya muak dengan semua ini.

"KENAPA HARUS GUA?!" teriak Jihoon kesetanan.

"Ya karena lu yang buat dia mati! Lu yang memperkosanya!"

Jihoon hanya tertawa sarkastik.

"Lu itu udah tua, Sungwoon, lu seharusnya gak nilai masalah ini dari satu sudut pandang aja!" Kali ini giliran Jihoon yang berteriak.

"Bukan cuma gua yang terlibat! Tapi Guanlin, Daehwi, Minhyun dan bahkan Ong! Mereka semua terlibat, TAPI KENAPA LU SELALU NGEHARDIK GUA DOANG?!!"

"KENAPA HAH?!!"

"Bahkan Guanlin yang lebih parah! Karena setelah malem itu, hari-hari Jina makin sulit karena perkataan sampah Guanlin dan video yang Daehwi sebarin!"

"Iya! Gua salah! Gua yang ngelakuinnya, tapi itu gak buat lu dan kalian semua nutup mata sama yang lain!!"

"Please, bukan cuma gua yang berdosa disini..."

Mereka terdiam selama Jihoon bersuara. Mereka juga tak menyangka jika saat ini Jihoon tengah meloloskan airmatanya.

"Enyah lu. Gua muak liat muka lu!" Sungwoon mendorong Jihoon menuju pintu keluar lalu setelahnya Jihoon telah berada di luar, dia menutup pintu

Seusai tertutupnya pintu, suasana menjadi hening. Tak ada satu kata yang lolos. Mulut mereka terasa amat kelu untuk bersuara. Bagaimanapun juga, yang dikatakan Jihoon, ada benarnya.

"Daniel! Berhenti!!" pekik Sungwoon saat Daniel ingin membuka pintu.

"Hyung, tolong." pinta Daniel sungguh-sungguh.

"Gua tau lu kesel, tapi gak gini juga."

"Dengan memperkeruh suasana, permasalahan gak akan selesai." imbuhnya lagi.

"Iya, bener, hyung." timpal Daehwi dengan wajah bersalah.

"Bukan cuma Jihoon yang salah, tapi gua juga." Daehwi mengerjap cepat, airmatanya sepertinya ingin turun juga.

"Seharusnya gua sadar ini dan bukannya bersikap suci seolah gak tau apa-apa."

Sungwoon menatap tak percaya.

"Yaudah, kalo gitu, lu susul sana Jihoon!"

"Kalian berdua bener-bener pembuat onar yang gak tau diri!"

Seusai mengatakan itu, Sungwoon melenggangkan kakinya, meninggalkan teman-temannya yang menjadi gamang.

Atensi mereka teralih kala Daniel membuka pintu. Daniel celingak-celinguk, lalu berbalik dengan wajah cemas.





"Jihoon udah pergi!"

1 part lagi ending~

[2] ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang