16: His Past

77 14 5
                                    

"Ayolah, gua tau lu sebenernya tau tentang Guanlin kan?"

Minhyun diam. Dia mulai merasa terancam.

"Gua gak tau apa-apa." kata Minhyun mutlak. Namun Jihoon tetap tidak percaya dan merasa jika lelaki itu sedang menyembunyikan sesuatu.

Jihoon menatap Minhyun lamat-lamat, terdengar desisan pelan dari mulut Jihoon. Lelaki berpipi chubby itu menghela nafas berat sambil bergumam.

"Gua gak tau kenapa situasi sekarang jadi keki kayak ini, perasaan gua juga gak tenang seolah ada yang ngeganjal." ungkap Jihoon, dia melirik Minhyun lagi.

"Minhyun, gua tau lu adalah orang yang paling istimewa di antara kita bersebelas."

Minhyun semakin tersudut. Rasanya Minhyun ingin lenyap saja di dunia ini. Dunia yang selalu membuat dirinya berada di dua pilihan.

"Hoon, mungkin lu adalah orang pertama yang bakal denger ini." kata Minhyun tiba-tiba. Jantung Jihoon mendadak berdebar menantikan apa yang akan Minhyun katakan.

"Gua tau kalo lu bukanlah Jihoon yang dulu, makannya gua berani bilang ini ke lu." sambung Minhyun.

Jihoon diam, membiarkan Minhyun melanjutkan kalimatnya.

"Lu memang bukan Jihoon yang dulu tapi, jujur, semenjak lu dateng dan tinggal disini, gua jadi sering ngerasain aura negatif di rumah ini–" Minhyun menarik nafas sejenak.

"Gua gak nyalahin lu sepenuhnya karena mungkin aja memang ada sengaja mampir di rumah. Dan juga gak tau kenapa makin kesini gua sering banget mimpiin kilas balik kenangan kita waktu SMA."

Kedua tangan Jihoon mulai dingin yang membuat Jihoon meremat kedua tangannya, pupil matanya juga bergerak dengan tidak nyaman. Sial. Ada satu kenangan yang enggan Jihoon ingat.

"Ehm." Jihoon berdeham.

"Lu mimpiin apa aja?" tanyanya setelah itu.

"Gak terlalu ingat, tapi yang paling gua inget itu waktu kita pesta BBQ di rooftop rumah Guanlin, gak salah ngerayain ulang tahun lo." jawab Minhyun yang sebenarnya sedikit ragu.

Jihoon mengerjap cepat lal dia mengalihkan pandangannya.

"Terus?" kata Jihoon dengan hati-hati.

Minhyun memiringkan kepalanya, sedang mengingat-ingat mimpi itu. Minhyun beralih melirik Jihoon yang tidak sedang menatapnya.

"Aneh, tapi disana gua lihat ada satu perempuan diantara kita."








-

"Lin, kenapa makanannya gak dihabisin?" tanya Jinyoung.

"Kenyang." jawab Guanlin, suaranya nyaris tak terdengar karena kesulitan membuka mulut.

Jisung mendekat. "Sini gua lihat bibir lu–syukurlah, bengkaknya udah lumayan kempes." kata Jisung setelah melihat keadaan bibir Guanlin yang beberapa hari ini bengkak.

"Sampe sekarang gua masih penasaran penyebab bibir Guanlin bisa bengkak gitu." celetuk Daniel.

Sungwoon mendesis. "Gak usah sok jadi detektif lagi lah Niel, gak usah aneh-aneh." ancam lelaki itu.

"Siapa yang mau jadi detektif? Kan gua cuma penasaran aja kenapa bisa bibir Guanlin bisa gitu. Kan aneh aja gak ada angin gak ada hujan bibir tiba-tiba bengkak?" pikir Daniel.

"Pihak medis juga bilang kalo gak ada yang salah sama bibir Guanlin, bukannya itu aneh?"

Perkataan Daniel barusan berhasil membuat mereka menjadi menduga-duga segala hal yang sebenarnya tidak masuk akal namun dapat terjadi jika–

"Tomat kita bentar lagi bisa dipetik." sambar Minhyun yang tiba-tiba datang bersama Jihoon.

"Wah, seriusan?" sambut Jisung antusias.

"Iya, bener." jawab Minhyun. Lelaki itu memperhatikan semua temannya yang terlihat sangat aneh menatapnya.

"Kenapa?" tanya Minhyun bingung.
"Kalian lagi bahas apa?"

Daniel beranjak mendekati Minhyun.
"Lu kan indigo, bisa gak lihat sebenernya Guanlin kenapa? Maksud gue aneh aja gitu? Dan mungkin aja alasan dia gitu karena hal—"

"DANIEL!!" teriak Sungwoon geram. Lelaki itu sangat kesal karena Daniel terus-terusan membahas soal bibir bengkak Guanlin yang sepertinya ingin dikaitkan dengan hal mistis.

Sungwoon benci hal mistis dan dia juga takut dengan itu.

"Lu mau keadaan dulu terjadi lagi dengan lu bahas hal semacam itu lagi hah??!!" sergah Sungwoon marah.

"Bukan gitu maksud gue–" Daniel panik.

"Gua cuma penasaran dan mau tau penyebabnya biar–"

"Biar apa?! Biar kita tau kalo mereka ngusik kita lagi??!" sambar Sungwoon cepat.

Sungwoon mengusap kasar wajahnya. Kedua alisnya menukik tajam.

"Ayolah, gua capek kalo harus berhadapan dengan kondisi kayak kemarin! Bukan cuma gua, tapi kita semua yang ngalamin!" Suara Sungwoon semakin naik 2 oktaf.

"Walaupun dokter gak tau alasan bibir Guanlin bengak, setidaknya kondisi dia udah mendingan dari kemarin kan?! Kenapa lu gak lihat sisi baiknya aja dulu? Kenapa lu selalu mau nyari tau sisi buruknya?! KENAPA?!!"

Suasana semakin tegang. Jisung mencoba menahan Sungwoon agar tidak mendekat ke arah Daniel. Untungnya Daniel masih bisa mengontrol emosinya.

"Iya gua tau maksud lu, tapi kan kalo semisalnya kita tau penyebab bengkaknya bibir Guanlin yang mungkin memang terjadi karena hal diluar medis, kita kan bisa ngelakuin hal semacam minta maaf atau apalah biar 'masalah' Guanlin itu selesai." ucap Daniel dengan tenang.

Sungwoon mengeryit tidak mengerti dan tidak paham apa yang sedang dibicarakan oleh Daniel. Lalu detik selanjutnya Sungwoon tertawa sinis.

"Lu lagi ngomongin apa sih njing? Gak jelas tau gak!" bentak Sungwoon.

Daniel mengepalkan kedua tangannya erat-erat, mencoba menahan emosinya agar tidak ikut tersulut.

"Jujur gua nangkap yang Daniel pikirin." sela Jaehwan tiba-tiba. Akhirnya lelaki itu bersuara semenjak membisu beberapa saat.

"Gua juga paham yang lu takutin." ucapnya lagi sambil melirik Sungwoon.

Jaehwan menatap Minhyun beberapa detik. "Walaupun ini terdengar menyakitkan, tapi gua yakin kalo memang ada yang gak beres di rumah ini semenjak kejadian Guanlin itu." ucap Jaehwan dengan suara rendahnya.

"Gue rasa cuma Guanlin yang tau." Kedua mata tajam Jaehwan beralih melirik Jihoon dengan tatapan mengintainya.














"Dan jangan lupain orang-orang yang juga terlibat dalam masalah itu."

[2] ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang