10. Temu Kangen

1.6K 275 20
                                    

Happy reading ❤️

Terhitung sudah enam hari Rama cuti dari kesibukan kantor, yang berarti sehari lagi ia akan kembali bergelut ke dalam aktivitas kantornya. Tetapi tiga hari belakangan ini, Rama dibuat uring-uringan. Arum selalu menolak tidur bersamanya, Arum bilang jika tubuh Rama itu bau.

Arum sering mual apabila berdekatan dengan Rama, awalnya Rama mengerti akan hal itu, mungkin karena faktor kehamilan, penciuman wanita itu jadi lebih sensitif. Tetapi sudah lebih dari dua hari dirinya tidur seperti seorang bujangan. Rama tidak kuat lagi, Rama hanya bisa tidur apabila memeluk Arum.

Sekarang pria itu tengah berdiri seraya bersandar di tembok dapurnya. Matanya memperhatikan pergerakan Arum yang lincah memasak menu makan malam. Dengan keadaan perut yang membesar, tak membuat wanita itu terlihat kesulitan. Wanita itu tentu saja dibantu oleh Bi Jumi, mana mungkin Rama membiarkan Arum bekerja sendirian.

"Mas? Ngapain berdiri di situ?" Arum baru menyadari jika suaminya sedari tadi berdiri sambil menatapnya. Saking seriusnya wanita itu.

Rama tersenyum kecil, lantas pria itu menghampiri Arum dengan langkah hati-hati, guna memastikan apakah Arum akan merasa mual lagi apa tidak jika berdekatan dengannya.

Pria itu langsung bernapas lega, ternyata Arum sudah tidak mual lagi kala mereka berdekatan seperti sekarang. Bi Jumi yang tidak mau merusak suasana, langsung pergi meninggalkan kedua pasangan suami istri itu.

"Aku kangen sama dia." Rama berjongkok menyetarakan dirinya dengan perut Arum dan mencium lembut perut wanita itu.

"Sama kamu juga," lanjut pria itu seraya mengangkat pandangannya.

Tatapan mereka berdua bertemu. Rama kembali menegakkan tubuhnya. Pria itu mengendus-endus tubuhnya sendiri.

"Mas? Kamu ngapain?" tanya Arum bingung.

"Aku udah ga bau 'kan? Kamu udah ga mual kalo deket aku?" Rama bertanya penuh harap, jangan sampai malam ini ia tidur lagi dengan guling.

Arum menggeleng sambil mengulum senyum, "maaf, Mas. Tapi kemarin-kemarin tuh kamu bau banget. Aku mual." Arum mulai menunjukkan senyum tidak enaknya.

Arum jadi merasa bersalah pada Rama. Ia tahu jika Rama pasti gundah gulana sebab sikap Arum.

Rama mulai memeluk tubuh mungil Arum, postur tubuh Arum yang sangat pas di tubuh kekar Rama, membuat Rama semakin nyaman berada di pelukan istrinya itu.

Rama mengurai pelukannya, "aku bantuin masak ya."

Arum mengangguk senang, akhirnya mereka melanjutkan kegiatan memasak yang sempat tertunda tadi.

***

Pagi ini, kediaman Rama benar-benar sepi. Hanya ada Arum sendiri di rumah. Kirana dan Kiara sudah berangkat sekolah, Bi Jumi yang kebetulan rumahnya tak jauh dari sana juga izin pulang karena ada urusan penting. Dan Susan tentunya sudah berangkat kerja. Sementara Oma Riri tengah pergi ke acara arisan temannya.

Arum menunggu Rama yang tengah membeli persediaan buah-buahan. Di masa kehamilan ini, Rama selalu sigap menyediakan makanan dan minuman yang bergizi.

Arum duduk di sofa ruang tengah, tangannya mengelus perut. "Bunda ga sabar kamu lahir, Sayang. Kamu mirip siapa ya nanti, mirip ayah atau bunda?" Arum tertawa pelan.

Tawanya harus terhenti saat suara bel yang dibunyikan berulang kali, Arum yang mendengarnya agak tidak nyaman. Seperti bunyi bel yang brutal. Arum berjalan pelan menghampiri pintu, takutnya ada orang jahat yang ingin macam-macam, apalagi Arum tengah sendiri di rumah. Satpam pun ia tidak punya.

Happiness [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang