16. Baikkan

1.7K 257 28
                                    

Happy reading ❤️❤️

Arum menyiapkan makanan dan piring-piring untuk sarapan. Liburan tinggal seminggu lagi, tetapi sepertinya keluarga itu hanya akan tetap berada di rumah saja. Arum melakukan kegiatan itu dengan perasan sedih, pagi-pagi sekali Rama pergi entah kemana, pria itu belum mau juga bermaafan dengan dirinya. Wanita itu bingung, bagaimana lagi harus memperbaiki hubungannya.

"Rum, kok melamun?" Suara teguran itu lantas membuat Arum menoleh. Wanita itu langsung tersenyum canggung.

"Oma? Ya Allah, maaf Oma. Arum lagi ga fokus," jawab Arum tak enak.

Riri menggeleng, ia pun juga ikut membantu Arum menyiapkan persiapan sarapan. Bi Jumi sedang pulang ke kampungnya, jadi pekerjaan rumah pun mereka berdua lah yang ambil alih.

"Dari tadi Oma ga liat Rama, suami kamu kemana?" Riri benar-benar tidak melihat sosok Rama ataupun mendengar suara pria itu.

Arum terdiam, untung semalam Rama pulang lebih dulu daripada Riri yang habis jalan-jalan. Jika tidak, Arum tidak bisa bayangkan bagaimana perasaan wanita tua itu kala tau Rama mabuk.

"Mas Rama pergi lagi, Oma," jawab Arum pelan. Memang benar, Rama pergi tanpa pamit terlebih dahulu padanya.

"Lagi?" ulang Riri.

Arum menggigit bibir bawahnya, "hm, Oma. Kemarin gimana jalan-jalannya?" Arum mengalihkan pembicaraan.

Riri menghela napas saat melihat tingkah Arum, sudah lama wanita itu menjalin rumah tangga dengan almarhum suaminya dulu, tentunya wanita itu memiliki pengalaman hidup yang lebih banyak. Ia dapat mengetahui jika ada yang aneh di sini.

"Kamu sedang ada masalah?" Pertanyaan itu telak dan tepat sasaran untuk Arum.

Melihat Arum yang hanya diam, lagi-lagi Riri menghela napas. Ia mengelus kepala Arum.

"Ya sudah, kalo gamau cerita ga apa-apa. Kalau kamu mau curhat sama Oma, Oma dengan senang hati mendengarkan."

Arum memeluk Riri, dekapan Riri padanya membuat wanita itu merindukan dekapan hangat seorang ibu.

***

Siangnya, Arum berniat untuk pergi ke panti, sudah lama ia tidak berkunjung ke sana. Wanita itu rindu sekali pada Bunda Dian.

"Oma, Arum mau ke panti dulu ya!" pamitnya kepada Riri yang tengah menjahit di ruang tamu.

"Qila ikut?" tanyanya yang dijawab anggukan oleh Arum.

"Naik apa?" Riri kembali memberikan pertanyaan.

"Paling angkot, Oma. Soalnya ga terlalu jauh juga."

Riri menolak, kasian dengan cicitnya yang harus kepanasan. "Naik mobil aja ya, sama supir. Nanti Qila kepanasan."

Arum terus menolak, tetapi Riri tidak hentinya mendesak Arum agar mau menuruti ucapannya. Akhirnya setelah lama berdebat, Arum setuju untuk diantar oleh supir.

Sementara itu, Rama memijat kepalanya seraya menyandarkan punggungnya kasar di kursi. Saat ini, pria itu tengah berada di sebuah kafe untuk menenangkan diri. Dari tadi pagi pria itu luntang-lantung tak tahu arah. Egonya sangat tinggi untuk menyelesaikan masalah dengan istrinya.

Tepukan di bahu membuat Rama sedikit kaget, ia menoleh dan melihat seorang pria yang juga ia kenal.

"Eh, Wisnu!"

Yang dipanggil Wisnu itu tersenyum, pria itu duduk tepat dihadapan Rama. Wisnu merupakan teman seangkatan Rama sewaktu SMP, keduanya saling mengenal meskipun tidak begitu akrab, dan sekarang mereka dipertemukan kembali dalam urusan bisnis.

"Kamu di sini juga ternyata," ucap Rama.

Wisnu tersenyum, "iya, Ram. Saya mau refreshing."

Rama mengangguk, sempat terjadi keheningan di antara mereka.

"Hm, tumben sendiri Ram, ga sama istri?" goda Wisnu.

Raut wajah Rama berubah menjadi datar. Malas sekali jika sekarang harus membicarakan Arum yang pasti ujung-ujungnya akan membawanya ke masalahnya yang belum usai.

Melihat itu lantas Wisnu bertanya, "apa ada sesuatu?"

Tidak tahu mengapa, Rama menceritakan semuanya kepada Wisnu, pria itu merasa jika ia butuh teman bicara guna menyelesaikan pertikaiannya dengan Arum. Wisnu mengangguk-angguk setelah selesai mendengar cerita Rama.

"Begini, Ram. Bukannya saya mau ikut campur atau menggurui, tapi alangkah baiknya segera selesaikan masalah ini secepatnya. Yang saya tangkap dari cerita kamu ya, Ram. Niat Arum memang bukan untuk bertemu dengan pria itu. Coba kamu renungkan."

Ucapan panjang itu berhasil meruntuhkan ego Rama, ia tersadar, selama ini Rama juga salah. Pria itu selalu saja menghindar dari masalah yang menerpa rumah tangga mereka.

***

Setelah mendapat pencerahan dari Wisnu, Rama langsung pulang ke rumah, ia mencari keberadaan Arum dimana-mana, tetapi tak kunjung ditemukan juga.

"Oma! Arum dimana?" Napas pria itu masih tersengal-sengal.

Riri yang masih menjahit benar-benar kaget.

"Istrimu lagi ke panti. Lagi ketemu Dian, paling bentar lagi pulang."

"Sendiri? Dari jam berapa, Oma?" Rama bertanya panik.

"Jam setengah dua belas kayaknya, hu'um jam segitu."

Sekarang sudah jam dua, kemana lagi Arum pergi. Rama benar-benar kalut, timbul rasa menyesal dan khawatir. Ia mengacak rambutnya kesal.

"Assalamualaikum." Suara dari arah pintu membuat Rama menengok.

"Waalaikumsalam," jawab Riri dan Rama.

Arum pulang dengan kondisi yang tidak baik, kaos panjangnya robek di bagian siku, terdapat luka lecet juga di sana. Rama menghampiri Arum dengan tergesa-gesa dan memeriksa tangan itu.

"Ini kenapa, Sayang?" Rama bertanya cemas.

Rama menuntun Arum ke kamar, Riri hanya membiarkan kedua orang itu menyelesaikan masalahnya.

Sesampainya di kamar, Rama langsung mengambil kotak P3K. Arum meletakkan Qila di kasur sambil melihat pergerakan suaminya itu.

Rama dan Arum duduk bersisian di kasur, pria itu menggulung lengan panjang tersebut dan segera memberikan obat, Rama meniup-niup luka itu.

"Kamu kenapa bisa luka gini, Rum?"

Hati Arum menghangat, Rama sudah tidak dingin lagi padanya. Wanita itu menarik napas sebelum bercerita.

"Tadi aku mampir ke supermarket sebentar untuk beli popok Qila, terus pas mau ke mobil, ada motor yang serempet aku, jadi aku jatuh dan luka," terangnya.

Rama mengusap wajahnya kasar, pria itu menatap Arum sayu dan menangkup wajahnya.

"Maafin aku, maaf! Aku ga mau dengerin kamu, aku egois, aku ga percayaan sama kamu, Sayang." Setelah mengatakan itu, Rama mencium kening Arum.

Rama kecewa pada dirinya sendiri, dirinya bisa tiada jika Arum terluka sedikitpun. Rama menarik bibirnya dari kening wanita itu dan memeluk Arum.

"Maafin aku, Sayang. Aku sayang kamu istri kecilku."

Arum mengeratkan pelukannya, "aku juga sayang kamu, Mas. Jangan marah lagi ya."

Arum merasakan anggukan kepala dari Rama, akhirnya, hubungan yang sempat retak itu, kini membaik dan utuh seperti semula.



Tbc




Happiness [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang