Jenahara
Dengan gerakan cepat tapi pasti, tanganku berhasil meraih badan bayi dari dalam insisi perut ibunya yang kubuat sepanjang 10 cm. Makhluk kecil dalam gendonganku ini masih berlumuran cairan ketuban disekujur badannya. Terlihat bercak darah menghias dibadan mungil ini. Dengan lapisan putih yang menutup dibeberapa bagian badannya. Aku tersenyum, ikut merasakan betapa bahagia keluarganya ketika Tuhan menitipkan harapan besar dari malaikat kecil yang kugendong ini.
"Klem." Ucap asisten operasi yang berdiri disampingku buat ngasih instruksi ke operator. Tanda kalau dia harus nyerahin klem penjepit buat motong tali pusar. Salah satu perawat membuka tangannya sambil mendekatiku. Lantas menerima bayi dari tanganku. Aku membiarkan dua perawat yang sibuk ngebersihin badannya si bayi dengan handuk khusus, kemudian memeriksa organ vital si bayi. Bersusulan dengan datangnya selang suction buat menyedot cairan yang harus dibersihkan di area insisi perut ibunya. Begitu plasenta keluar dengan spontan, aku langsung memeriksa bagian dalam abdomen, memastikan kalau tidak ada jaringan yang tertinggal didalam.
"Clear." Ucapku ke asisten disampingku saat aku yakin kalau sudah tidak ada jaringan yang tertinggal. Bersamaan dengan dia yang memastikan kalau tidak ada instrumen surgery yang tertinggal didalam abdomen. Disusul kemudian dengan operator yang nyodorin jarum benang, needle holder dan pinset kearahku buat menutup insisi di uterus yang tadi kubuat.
"Kita tutup." Asisten disampingku cekatan memegangi beberapa klem, sambil sesekali memegang suction buat ngebersihin cairan.
Beberapa saat kemudian, disaat aku masih sibuk menutup insisi di lapisan perut, aku bisa melirik perawat bagian anak yang mendekat ke arah pasien.
"Ibuk, ini anaknya perempuan ya. Beratnya 3,3 kilo. Panjangnya 50 senti. Saya bantu buat skin to skin ya buk.""Makasiiihhh". Sayup sayup, aku mendengar suara pasien mengucap terimakasih dengan suara parau. Aku langsung bisa mendengar suara tangisan si bayi yang mulai terdengar kenceng.
******
Ga ngitung, sudah berapa kali aku menangani operasi caesar. Dari cuman sekedar permintaan pasien artis yang badannya ga mau kendor setelah melahirkan normal, sampai kasus pendarahan hebat karena uterus robek. Bukan aku bangga dengan pancapaian yang sudah aku raih. Tapi aku bener bener merasakan bahagia saat aku bisa membantu persalinan, kemudian melihat seorang ibu yang akhirnya tersenyum bahagia saat pertama kali menggendong bayinya yang terlahir sehat. Ya, satu moral value yang selalu aku pegang. Kebahagiaan bisa dirasa kalau kita bisa membuat orang lain bahagia karena kita.
Aku keluar dari OK setelah melepas jubah hijau dan men-scrub badan sesuai tatalaksana pasca operasi. Sambil berjalan menuju pintu lift, aku memijat mijat tengkuk leherku buat meregangkan otot. Melewati koridor panjang yang biasanya menjadi saksi bisu antara bahagia atau kesedihan, serta pertemuan dengan jiwa baru atau perpisahan dengan jiwa lama. I think, rumah sakit adalah salah satu tempat, yang dipenuhin sama do'a dan harapan tulus. Yaaa.... Rumah sakit itu unik.
Begitu masuk lift, aku langsung ngelihat Radit yang lagi memasang senyum.
"Widiiih, sohib gue satu ini engage banget sih ama kerjaan. Siaga banget buat on call 24 jam." Ucap Radit sambil mengusap puncak kepalaku yang tertutup cap warna ungu bermotif kartun panda, sewarna dengan baju scrub yang kupakai. Matanya Radit menyipit sambil nunjukin gigi giginya.Aku memasang senyum sambil nyenderin punggung didinding lift. Bukan aku capek. Didekat laki laki ini, aku harus lebih berhati hati karena aku harus bisa mengendalikan perasaanku sendiri. Even, lift ini cuma berisi kita berdua. Bikin risih sebenernya. Yaa, I know. I still bring my father's credit in here. Yang seringkali bikin aku insecure tiap kali aku berada dideket dokter dokter tampan, dambaan para calon ibu mertua. Also, Raditya Darmawan, spesialis pediatri yang baru setahun pindah di GM karena perintah papanya, dokter Setyo, direktur GM. Jelas aku tambah insecure. Aku bukan siapa siapa di GM ini kalau bukan dengan pertolongan keluarganya si pisang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Affogato
ChickLit"Indeed we have much taste. Indeed we are not together. If indeed we are destined to be together forever, love would not be where" - Jenahara "Because the coffee is bitter, do not you force it to be sweet, because as much as any sugar you add, it st...