Sorry, chapter ini obrolannya lebih banyak daripada narasinya. Jangan bosen ya. Hhehe
********
Jenahara
"Pisang!!! Lo ngapain disini??!" Teriakku saat terbangun dan merasakan ada seseorang berambut panjang di sampingku. Jelas aku kaget karena aku semalam tidur sendirian.
"Diem Je. Gue ngantuk." Ucapnya males-malesan lantas beringsut membelakangiku.
"Udah jam 7. Zhavran gimana? Dia kan berangkat sekolah."
"Biar dia sama bapaknya."
"Ya seenggaknya lo urusin bapaknya Zhavran lah."
"Bapaknya udah gede, ga boleh dimanja."
"Lagian lo ngapain sih disini?" Protesku semangat mau ngusir dia dari kamar ini.
"Lah, ini kan rumah gue. Serah gue lah." Oh, iya yaa. Hahahaha. Lupa kalau semalam aku kesini. Ya maap, serasa rumah sendiri. Dasar akutuh pelupa.
"Iya deh, nyonya besar. Mau kesini aja gue serasa jadi tamu yang mencurigakan. Setengah jam Na!! Setengah jam gue nunggu didepan gerbang biar dikasih akses masuk. Tega banget lo!" Keluhku masih dengan nada ga terima. Sepulang dari rumah orangtuanya Adrian kemarin malam, aku langsung kabur kesini. Maksud hati, aku pengen menyenangkan diri menikmati fasilitas mewah disini. Ruang kamar yang fasilitasnya mirip kayak di hotel, kolam renang indoor, home theater mewah kayak lagi di bioskop, makanan enak enak yang tersedia 24 jam. But yaah, nasibku apes. Baru pertama kali kesini setelah bertahun tahun. Aku ditolak security.
"Sorry. Kerjaan orang Protokoler itu. Bukan gue. Lagian sih, elo kesini pas gue ga ada. Jadinya ribet ama prosedur keamanannya."
"Dih, nyalahin gue. Tamu tuh raja. Nolak tamu, nolak rezeki lo namanya."
"Iya deh iya, ntar gue bilangin Mas Tomi biar lo di kasih akses keluarga." Aku tersenyum puas ngeliat Nana yang ngerasa bersalah. "Lagian lo ngapain sih tengah malem kesini? Ada apa?"
"Gue baru pulang dari rumah mantan calon mertua gue."
"Hah? Gimana gimana?" Nana yang tadinya tiduran, jadi langsung bangun dan duduk mendekat ke arahku. "Mantan calon mertua?? Wait!! Jangan-jangan, elo sama pak Adrian yang kemarin jenguk lo itu... Astagaaaa Jenahara sesibuk apa lo sampe ga cerita ke gue." Aku mengangguk pelan mengiyakannya.
"Pantes, udah lama gue curiga. Terus Khaizuran si balita homeybee itu siapa lo? Please, be honest." Dahlah, aku tuh ga bisa rahasia rahasiaan sama Nana. Permainan Truth or dare udah ga laku karena waktu kita ketemu juga ga banyak. Sekalinya ketemu harus ada yang dibahas sampai tuntas. Karena kenapa? Sumpah Demi Allah, kalau Buna ga sibuk, ga mungkin semalam aku ditolak masuk. Bahkan aku sempet adu mulut sama security dengan alasan 'Bapak sama Ibu sedang ada undangan acara di pemprov. Bapak juga sudah pesan ke saya kalau Ibu Kania tidak ada janji bertemu dengan seseorang malam ini'. Gila aja, aku temennya woy! Bukan tamu mencurigakan. Oke, lupakan kesel itu karena aku semalam sudah tidur nyenyak disini.
Ada mungkin setengah jam aku cerita. Responnya Nana masih lempeng aja. Agak kaget waktu aku cerita soal utang piutang Papa sama Tante Rika. Tapi yaudahlah, yang penting dijalanin aja, meski nyari uangnya sambil 'ya Allah... ya Allah'
"Oh jadi gitu. Terus lo jadi lanjut proses atau udah berhenti nih?"
"Kayaknya gue nyerah, deh. Ga berani lanjut."
"Kenapa? Orangtuanya ga setuju?"
"Enggak. From the first time, Ibunya keliatan sayang banget sama gue. Cuma kayaknya gue bukan tipe menantu di keluarganya. Apalagi Abahnya kayak kurang sreg gitu. Gue udah berusaha jaga sikap, sebaik mungkin, sesopan mungkin, dan seramah mungkin, tapi ga di tanggepin sama sekali. Jangankan ngobrol. Nyapa gue aja enggak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Affogato
ChickLit"Indeed we have much taste. Indeed we are not together. If indeed we are destined to be together forever, love would not be where" - Jenahara "Because the coffee is bitter, do not you force it to be sweet, because as much as any sugar you add, it st...