Beberapa hari sudah berlalu.
Beberapa hari terakhir ini, Cantika terus menerus meneror Rena untuk menjadi model butiknya. Sebenarnya, Rena sudah menolak dan merekomendasikan orang lain untuk jadi model. Tapi, bukanlah Euis Cantika kalau tidak bisa mendapatkan apa yang dia mau. Ia terus menghantui Rena dengan pesan-pesan terus yang dia kirimkan.
Rena pusing sendiri dengan kelakuan gadis itu, diabaikan pun malah makin menjadi. Karena hal itulah, pagi ini Rena sudah berada di Cantique Butique dan bersiap dengan beberapa model baju yang harus ia kenakan untuk pemotretan nanti.
"Can, Photographer-nya mau datang jam berapa ini teh? Udah siang, nih!" ucap Rena.
Rena itu bukan pengangguran, ia juga punya hal lain yang tak kalah penting dan harus segera dikerjakan.
Cantika langsung melirik jam tangan yang melingkar di tangan kanannya sekilas. "Sebentar lagi datang, kok! Kejebak macet, katanya," ucapnya.
Selama menunggu si Tukang Jepret, ada beberapa pelanggan butik yang datang. Cantika sibuk melayani mereka, sedangkan Rena hanya duduk diam dan menunggu. Tak mengerjakan apapun sama sekali malah membuat Rena ngantuk.
"Hoammmm ... tahu gitu sambil bawa tablet deh. Bisa tuh kayaknya gambar draft satu panel," gerutunya.
Rena melipat tangannya dan menyandarkan punggungnya pada dinding. Ia pun memejamkan matanya perlahan. Entah sejak kapan, ia sudah masuk ke alam mimpi. Kepalanya tertatuk-tatuk, karena tak bisa menahan rasa kantuknya.
"Si borokok mah, malah tidur!" ucap Cantika yang melihat Rena sudah tertidur pulas.
Ia sebenarnya tak tega untuk membangunkan Rena. Tapi posisi tidur gadis itu sangat menyakitkan dilihat. Cantika yakin leher Rena akan sangat sakit, jika kelamaan tidur seperti itu. Kepala Rena tertunduk, bahkan tulang lehernya hingga melengkung ke depan.
Tapi, gadis berjilbab itu malah menyeringai.
"Ren, bangun... gempa bumi!" ucapnya sambil mengguncang tubuh Rena.
"Ren, gempa bumi ...," ucapnya lagi.
Rena yang masih setengah tidur, langsung mengerjapkan matanya. "Eung ... apa Can?" tanyanya.
"GEMPA BUMI!" Cantika berteriak histeris seolah terjadi gempa bumi hebat.
"Astaghfirullah. La... ilaha illallah... La ilaha illallah!", ucap Rena dengan wajah panik dan bingung menjadi satu.
"HAHAHAHA!" Cantika tak bisa menahan gelak tawanya. Ia hampir menangis karena tak bisa menahan tawanya sendiri. Kenapa Rena bisa begitu polos dan menggemaskan.
"Eh, kenapa?" tanya Rena makin kebingungan.
"Bangun, hey. Gak ada gempa! HAHAHA! Kamu harus lihat wajah kamu sekarang... HAHAHA... Gimana, guncangan gempanya kerasa?"
Rena yang kesadarannya sudah hampir kembali, langsung mendelikkan matanya, ia tak segan menoyor kepala Cantika.
"CANTIKA!!!"
Teriakkan Rena bersahutan dengan bunyi lonceng pintu butik yang terbuka. Seorang pemuda berambut hitam masuk sembari membawa tas yang berisi beberapa alat pemotretan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CABAR (Calon dari Baros)
Fiksi PenggemarBerawal dari baju batik couple, gak disangka jadi couple beneran. Rena, gadis gamon alias gagal move on. Rena gak pernah tahu bahwa batik yang dia pakai adalah batik couple. Dengan percaya dirinya, Rena melenggang ke pernikahan mantan sendirian. S...