06.

149 19 6
                                    


...

Di Pesantren, Fildan baru saja kembali. Entah dari mana dia pergi. Tapi, dari raut wajahnya, dia terlihat sangat sedih.

Nabila kebetulan keluar dari pondokan saat Suaminya itu hendak masuk kedalam. Melihat Fildan yang tampak gundah gulana membuatnya jadi khawatir.

"Ayah? Kenapa Ayah terlihat sedih?"

Fildan melirik Nabila dengan tatapan sendu,
"Ayah tidak bisa bertemu dengan Tia." sahutnya lirih.

"kenapa? Apa Buk Lilis melarang Ayah untuk menemui Tia?" tanya Nabila.

"tidak. Saat Ayah sampai di Rumah Lilis, tidak ada seorang pun yang menghuninya. Kata para tetangga Lilis baru menikah sekitar satu minggu yang lalu dan pindah bersama Suami barunya ke kota. Tia juga ikut pindah bersamanya," Fildan menjelaskan apa yang menjadi kesedihannya.

Nabila meraih tangan Fildan, memberinya senyum hangat untuk menyemangatinya.
"Ayah jangan sedih. InsyaAllah kalau Allah mengizinkan kita pasti bisa menemui Tia."

Fildan membalas senyum hangat dari Nabila,
"Aamiin,"

Keduanya pun saling tatap seraya senyum yang mengembang.

Namun, keromantisan itu tak bertahan lama. Aco, Randa Dan Faul datang dan mengacaukan suasana.

"Pak Ustad! Pak Ustad!" teriak mereka membuat Fildan dan Nabila serentak kaget.

"Astagfirullah, Randa, Faul, Aco. Saya sering kali mengajarkan kalian untuk mengucapkan salam ketika memasuki ruangan ataupun saat bertemu dengan seseorang. Kalian lupa?" ujar Fildan.

"Maaf, Pak Ustad. Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam," sahut Fildan dan Nabila.

"Pak Ustad, kita mau laporan. Si Afi teh gak bisa kita temukan, Pak Ustad." kata Randa.

"bener, Pak Ustad. Kita teh sudah keliling kampung, tapi Afi gak ketemu juga. Afi hilang begitu saja seperti di telan bumi, Pak Ustad" sambung Faul.

"apa kalian sudah bertanya pada para warga? Barang kali dari mereka ada yang bertemu dengan Afi," tanya Fildan.

"kami sudah bertanya sama para warga. Tapi, mereka tidak tahu siapa Afi apalagi bertemu dengan Afi. Karna mungkin Afi baru datang ke pesantren ini kemarin, jadi para warga belum bertemu dan mengenal Afi," jawab Aco.

"jika di cari keliling kampung tidak ditemukan juga, lalu kemana perginya Afi?" gumam Fildan bertanya-tanya.

"apa mungkin Afi kabur dan dia pulang ke rumahnya?" ucap Nabila.

"nah, mungkin saja Buk Ustadzah. Mengingat kemarin teh Afi benar-benar gak mau tinggal disini." balas Randa.

"gak mungkin atuh! kalau Afi kembali ke kota, dia perginya pakai apa? Dari sini ke kota kan jauh. Boro-boro ke kota. Ke Jalan gede aja jauh," sanggah Faul.

"setuju sama Faul! Untuk sampai ke jalan gede harus ada kendaraan. Sedangkan disini teh jarang ada yang punya kendaraan." tambah Aco.

"tapi kan orang-orang disini punya sepeda, atau kuda. Mungkin aja dia naik itu buat sampai ke jalan gede,"

"gak mungkin atuh! Kamu pikir warga sini pengangguran? Sepeda sama kuda mereka kan digunakan buat kerja!"

"sudah! Kalian tidak perlu bertengkar! Saya akan pergi menelpon Pak Reza untuk memastikan apakah Afi memang pulang atau tidak." Fildan memotong pertengkaran ketiga santri nya itu.

"muhun, mangga Ustad,"

Nabila dan Fildan pun memasuki pondokan meninggalkan Aco, Faul dan Randa di sana.

AFIRA ~ CINTA DI PESANTRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang