Fase

371 76 29
                                    

Don't forget to vote + comment 👉👈

Kalian semua pasti mengerti betul bahwa setiap manusia mempunya fase jenuh dan titik lelahnya. Hal apapun yang awalnya dianggap paling sempurna untuk diri sendiri, namun dimasa depan bisa jadi tak seperti itu lagi.

Begitupun dengan Je, beberapa bulan kebelakang mungkin ia sangat bersemangat menjelma menjadi figur kakak laki-laki yang bisa diandalkan oleh Ayis, namun nyatanya pada detik ini Je merasa lelah dan membuang jauh-jauh bayangan figur itu.
Je sadar betul bahwa tubuhnya tidak dirancang untuk selalu siaga selama 24 jam. Mengasuh Ayis, tumpukkan tugas, kuliah, pekerjaan yang tak mengenal waktu, membuat ia muak. Ia tak bisa begini terus.

Insiden pesan di smartphone Je, membuat seluruh penghuni Kontrakan itu berkumpul diruang tamu, kecuali Brian yang memilih pergi keluar guna mendinginkan pikiran. Brian tau jika tempramennya sangatlah buruk, maka ia memilih tak ikut bergabung daripada memperkeruh suasana.

Tersisa tiga orang yang sudah menyiapkan kupingnya untuk mendengar dan seorang lagi yang masih enggan untuk membuka suaranya.

“Jadi lo mau jelasin apa nggak?” Sadana memecah keheningan.

“Fine, gua bakal jelasin”

“Oke cepet, keburu Wira ngantuk nih bang”

Je mengulurkan layar smartphone miliknya kehadapan tiga orang tersebut, layarnya tak berubah sejak terakhir kali mereka lihat, masih menampilkan rentetan pesan dari kontak bernama “Panti Asuhan Sayap Kasih”

“Mungkin gak perlu lagi gua jelasin secara rinci karena kalian semua udah paham kan setelah baca pesannya”

Ketiganya mengangguk, “Tapi kenapa.” Ada nada kecewa dalam tuturan pertanyaan Sadana

Je enggan menjawab.

“Kalo lo lupa, kita berempat  termasuk Brian juga Abang Ayis, kenapa lo malah pilih nekat sendiri kaya gini?”

“Sad... sorry”

“Bertahun-tahun kenal, gua gak pernah sekecewa ini sama lo?”

Walaupun Sadana lebih muda satu tahun dari Je, tak dapat dipungkiri bahwa Sadana tetaplah figur yang selalu Je jadikan panutan karena kedewasaannya, mendengar kalimat itu keluar dari mulut Sadana membuat ego Je sedikit tersentil, kecewa akan dirinya sendiri juga.

“Emang kenapa sih bang?” kali ini giliran Damai menanyakan pertanyaan yang sama.

Hembusan nafas berat terdengar, bagaimanapu Je tidak dapat keluar dari situasi ini sebelum ia menjelaskan semuanya. “Karna gua capek...”

“Bang...”

“Gua terlalu naif selama ini dan menganggap apapun yang terjadi kedepannya kita semua bakalan baik-baik aja” Je menatap ketiganya sendu. “Kalian tau udah berapa malam gua habiskan gak tidur dan malah overthingking? Mikirin gimana Ayis kedepannya, mikirin identitas Ayis dan siapa orangtua dia sebenernya, mikirin kalo nanti udah wisuda kita hidup terpisah harus kita apakan Ayis, mikirin gimana pandangan orang-orang ke kita nanti. Gua sadar bahwa Ayis gak bisa disamakan dengan kucing peliharaan Damai yang tanggung jawabnya hanya sebatas diberi makan, ini lebih dari itu”

Sadana ingin menimpali tanggapan Je, namun Wira buru-buru menahan pundak Sadana sembari menggelengkap kepalanya pelan, memberi isyarat untuk diam dulu dan membiarkan Je menyelesaikan semua unek-uneknya.

“Sad, Wir, Dam, kita tuh cuma anak awal dua puluh tahun yang gak siap buat nerima hal-hal kaya gini, kita gak bisa buat tanggung jawab sama hal seberat ini.” Air mata Je sudah membendung, menyiratkan seberapa frustasi dirinya kini. “Kalo bisa memutar waktu, rasanya gua gak mau hal ini terjadi”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello Baby! | Day6 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang