Chapter 11

2.9K 247 6
                                    

***

Tak disangka takdir akan mempertemukan keduanya kembali dalam waktu sesingkat ini. Baru saja bertemu kemarin lalu hari ini bertemu lagi. Disatu sisi ada yang berbahagia dan disisi lain ada yang merasa dongkol. Tatapan mereka saling beradu. 

"Temannya Neng, ya?". Tanya si Penjual.

Tatapan mereka pun teralihkan pada si Penjual. Sosok itu menatap Penjual itu beberapa detik lalu kembali lagi menatap wanita itu. Ia ingin mengatakan sesuatu. Namun, ragu. Ia juga takut kalau menyela akan membuat wanita itu marah lagi.

"Bukan". Jawab Trisha dingin.

Ah, nyeri hati sosok itu mendengarkan jawaban wanita itu.

"Bukan? Tapi kok, kayak kaget gitu lihatnya, Neng?". Tanya si Penjual lagi yang masih penasaran.

"Tidak, Mang. Bukan siapa-siapa. Saya duluan ya, Mang. Saya baru ingat, saya masih ada pekerjaan". Trisha pun beranjak dari kursinya.

"Oh, ya! Silahkan, Neng!". Si Penjual mempersilahkan. Ia pun berhenti bertanya.

Trisha berjalan cepat. Ia tak ingin berlama-lama di sana. Cukup. Mengapa bertemu lagi? Bukankah kemarin ia sudah memohon untuk tidak dipertemukan? Lalu, mengapa hari ini permintaannya tidak dikabulkan!?

Langkahnya tiba-tiba terhenti. Dirasakan ada genggaman di lengannya. Ia pun berbalik.

"Lepaskan!". Perintah Trisha.

"K-K-Kakak". Wajah sosok itu memelas.

"Lepaskan!!". 

"K-Kakak tak bisakah? S-Sebentar saja!". Mohon sosok itu gelagapan.

"Lepaskan!!!". Trisha kini menatapnya tajam.

Jantung sosok itu berdetak hebat. Takut. Gugup. Bingung. Bagaimana tidak? Wanita yang ada dihadapannya ini tidak memberikan kesempatan sama sekali padanya. Hanya  sekedar berbicara pun tidak! Apalagi bertanya!? Dengan berat hati ia melepaskan genggamannya. 

"Kenapa kamu ada di sini?".

Mendengar pertanyaan yang tak disangka-sangka itu, membuat sosok itu sekelebat mengangkat wajahnya.

"Eh, uh...B-Beli bubur".

"Bukan itu!".

Sosok itu mengernyitkan dahinya. Ia bingung dengan pertanyaan wanita itu. 

"Kenapa harus di sini? Kenapa harus beli bubur di daerah sini?". Tanya Trisha dengan pertanyaan yang terdengar konyol.

"Ah, itu...R-Rumahku ada di dekat sini. Aku lapar jadi cari makan. Aku lihat, ada yang jual bubur jadi aku beli...". Tatap sosok itu takut-takut.

"Kalau itu tujuanmu, terus kenapa kamu datang pada saya?". Tanya Trisha lagi.

"Ah...Aku ingi--".

"Bukankah saya pernah bilang kalau saya tidak ingin?!". Potong Trisha cepat.

"Maaf, kak. A-Aku tahu kakak tidak ingin tapi--".

"Tapi, apalagi?!". Potong Trisha untuk kedua kalinya.

"A-Aku rasa aku tak rela...A-Aku juga bingung kak. Maaf!". Jujurnya sambil menunduk.

Emosi Trisha naik lagi. Namun, kali ini ia tahan sebisa mungkin karena orang yang ada dihadapannya sekarang ini sedang terluka. Dan itu karena ulahnya. Jadi, ia hanya bisa mendengus kasar.

"Pergilah! Saya sungguh tak ingin berkenalan!".

Trisha menatap sosok itu yang masih menunduk. Tak tahu mengapa ia belum juga beranjak pergi. Padahal Trisha sudah menahan emosinya dari tadi. Mengapa orang itu tidak pergi juga?

"Kalau kamu sehat walafiat mungkin sudah saya hajar saat ini!". 

Mendengar nada keseriusan dari wanita yang ada dihadapannya membuat sosok itu pun akhirnya memutuskan untuk berhenti memohon. Mungkin di lain kesempatan mereka bisa bertemu kembali, pikirnya. Ia pun memberikan senyuman perpisahan lalu pergi dari sana.
.
.
.

Trisha pulang dengan suasana hati yang amat buruk. Sorot matanya yang indah kini terlihat menakutkan. Ia melewati taman. Melewati pintu masuk rumahnya. Para pembantu menyapa tuan rumahnya tetapi kali ini tak ada balasan. Oh, tidak! Ini sungguh tidak baik!

"Papa". Panggil Trisha.

David yang sedari tadi sedang makan tiba-tiba menghentikan aktivitasnya. Ia tahu anaknya sedang serius.

"Ada apa puteri kesayangan, Papa?". Balas David dengan senyuman.

"Sha, ingin papa mengurus seseorang".

Raut wajah David seketika berubah. 

"Katakanlah, puteriku!".

"Tolong, awasi orang ini, Pa. Kalau dia keterlaluan, bunuh saja!". Trisha memberikan sebuah lembaran foto.

Senyuman Tuan Angelo melebar saat mendengar permintaan puteri sematawayangnya itu.

***



















DINGIN MENYUMSUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang