Chapter 33

1.8K 159 8
                                    

***

Angga mematung untuk beberapa saat lalu pikirannya terbuyarkan dengan suara sosok wanita yang ia hormati itu.

"Ini amat disayangkan. Tapi sebagai pemimpin, saya harus memegang prinsip dan aturan yang saya buat. Mohon pengertiannya". 

Angga hanya bisa mengangguk. Bagaimana pun juga, itu adalah keteledoran yang ia buat sendiri.

"Kalau kamu sudah tak punya urusan lagi, tolong bereskan barang-barang kamu". Jawab Trisha sambil melirik pada meja kerja Angga.

Angga mengangguk kembali. Ia pun berdiri dari bangku itu lalu pergi ke arah meja kerjanya. Ia pun membereskan semua barang-barang yang ada. Setelah selesai, ia pun kembali menghadap untuk yang terakhir kalinya.

"Terima kasih untuk bimbingan dan pengalaman kerja yang Anda berikan kepada saya. Saya bangga pernah bekerja di sini". Jawab Angga sambil menunduk.

"Saya juga bangga kamu pernah bekerja di sini. Semoga sukses selalu". Jawab Trisha sambil berdiri dari bangku kebesarannya.

"Terima kasih!". Jawab Angga dengan senyuman yang ia paksakan.

Angga membalikkan tubuhnya menuju pintu keluar, ia pun melirik pada meja kerja sosok itu.

"Hey, ... Aku pamit, ya!". Angga memanggil sosok itu dengan suara yang sedikit ditinggikan.

"Ah-Ah, ya! Selamat jalan! Aku harap kamu sukses selalu!". Jawab sosok itu yang berdiri dengan tergesa-gesa.

"Terima kasih". Angga tersenyum.

Setelah Angga keluar dari ruangan boss nya. Suasana menjadi hening. Saking heningnya membuat keadaan diantara keduanya menjadi canggung.

Trisha menghela napasnya. Ah, telah berapa kesekian kalinya ia memecat karyawannya hanya untuk bulan ini saja? Terlalu banyak! Ditambah ia kehilangan karywan favoritnya.

Ia kecewa pada Angga karena kesalahan yang ia buat sendiri. Dan Trisha hanya bisa menggigit bibirnya karena aturan yang ia buat. Sungguh akan memalukan kalau ia pura-pura tak mengacuhkan kesalahan Angga. Apa kata karyawan lainnya nanti? Lagi pula, ia selalu memegang prinsipnya. Bukankah itu akan menjadi hal yang sangat bodoh hanya karena ia suka karyawannya yang satu itu?

Di lain tempat, sosok itu hanya menatap layar laptopnya dengan mata melotot. Ia tak berkedip sama sekali. Sepertinya ia masih syok dengan kejadian yang berada tepat didepan matanya.

Eeeeekkkk! Apa!? J-Jadi kalau aku telat, a-aku akan dipecat juga?!?! Aku tidak tahu kalau aturannya seperti itu! Oh, Dewi Fortuna! Untung aku tidak pernah telat! 

Sungguh alasan yang amat konyol. Namun, memang benar adanya ia tak tahu dengan aturan yang diberikan. Permasalahannya bukan karena Trisha tak pernah memberitahu perihal aturan tersebut. Namun, hal itu adalah murni kesalahan sosok itu sendiri karena terlalu sibuk memuja wajah pemilik wanita cantik nan manis tersebut. Dengan spontan, ia hanya meng-iyakan perintah Trisha. Tanpa ia sadari, ia lupa tentang aturan Trisha yang teramat penting itu.

J-Jadi aku harus berhati-hati untuk tidak terlambat! Bisa mampus kalau terlambat! Aku tidak mau kalau aku dipecat terus kak Trisha dekat dengan kak Angg-- Eh, tunggu! Tunggu! Sekarang kak Angga sudak tidak kerja lagi di sini, berarti sekarang aku bisa berduaan dengan kak Trisha!? Ah~

Tiba-tiba Suara tamparan terdengar sampai ke telinga Trisha yang membuatnya kaget. Ia pun melirik pada meja sosok itu. 

Tuh Sinting kenapa lagi sih? Agh, aneh-aneh aja kelakuannya!

Trisha menggeleng-gelengkan kepalanya yang selalu heran dengan perilaku Si Sinting.

Uwaaaah! Jelek sekali pemikiranku! Tidak boleh seperti itu! nanti malah aku yang kena karma! 

Sosok itu menegur dirinya sambil mengelus wajahnya yang ia tampar sendiri.
.
.
.

Langit mulai senja. Menampilkan warna apik antara oranye dan warna keunguan. Warna yang sangat disukai Trisha.

Langit senja selalu menenangkan hatinya. Langit senja selalu membuat hari-harinya sedikit lebih baik. Hal yang sangat ia senangi, apalagi saat ditemani dengan secangkir kopi latte kesukaanya. Ah, sungguh sempurna!

"Jam kerja udah selesai, punya lu masih banyak, gak?".

Tanya Trisha dengan bahasa non formal. Toh hanya ada mereka berdua di sana. Jadi, Trisha tak perlu lagi berpura-pura sopan.

"Eh? A-Aku?".

"Ya, elu. Emang siapa lagi? Pocong?".

"Eh, i-iya Ka-- Boss. Punyaku sudah beres semua".

"Hm, Kalo gitu ayo, pulang!". Perintah Trisha sambil membereskan barang-barangnya.

"Hah?! P-Pulang sama Ka-- Boss !?".

Trisha memandangnya untuk beberapa saat lalu berjalan menuju pintu keluar.

"Ya, udah kalo gak mau". Jawab Trisha dengan santai sambil membuka pintu.

"Mau!Mau!Mau! Mau! Mau! Mau! Sangat mau! Sangat amat mau!". Si Sinting mengangguk dengan bersemangat.

"Heh, kayak anjing aja". Balas Trisha terkekeh.

Pertama kalinya sepanjang masa percakapan mereka. Akhirnya, hari ini ia dapat percakapan yang hangat bersama orang yang ia sukai itu. Sungguh menyenangkan. Saking senangnya, Si Sinting bahkan tak keberatan dianggap seperti anjing.

"Iya, aku anjing. Anjing itu imut. Hehehe". 

"Apa'an sih!? Lu gak ada tuh, imut-imutnya kayak anjing!".

"Hehehe, diimut-imutin Boss, pasti nanti jadi imut!" Si Sinting memperagakan pose anjing.

Trisha memandangnya cukup lama lalu memalingkan wajahnya.

"Dasar aneh. Anak sinting!". Trisha pun pergi berlalu dari ruangannya sambil menahan tawa.

"Eeekkkk!! B-Boss, tunggu!". Si Sinting pun mengikutinya dari belakang.

***





DINGIN MENYUMSUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang