Chapter 19

2.3K 215 5
                                    

***

Hari yang ditunggu-tunggu Trisha pun tiba. Papanya baru saja tiba dari perjalanan bisnis di luar kota untuk mengurus cabang perusahaannya. Papanya telah menyewa intel profesional untuk mengeruk semua informasi dan bukti yang ada.

"Bagaimana, Pa?". Tanya Trisha tak sabar.

David mengeluarkan sebuah map berwarna cokelat. Ia memberikan beberapa lembar foto dan informasi lain pada Puteri nya itu.

"Bajingan itu tidak ada di Indonesia! Sialan!". Kesal David sambil memukul pahanya dengan gemas.

Trisha melirik sebuah lembaran foto yang terselip antara foto lain dari map yang Papanya berikan.

Dilihatnya sosok pria yang pernah ia cintai dulu. Foto itu memperlihatkan pria dan wanita yang sedang bercumbu mesra di depan menara Eiffel yang berlokasi di Champ de Mars. Tepatnya di tepi Sungai Seine, Paris. Trisha memalingkan wajahnya keluar jendela. Hatinya tercabik-cabik. Sakit rasanya.

David yang sibuk dari tadi memilih map lainnya untuk ditunjukkan pada puteri nya itu akhirnya menoleh ke arahnya. Heran saja David, karena puteri nya tidak menyentuh map yang sudah dipilihkan nya untuk diperiksa.

"Sha, kenapa map nya belum dichee--".

David membelalakkan matanya saat melihat map yang diberikan untuk puterinya itu. Seharusnya bukan yang itu! Ia melakukan kesalahan besar!

Mampus! Tamatlah riwayatku! Goblok kau David! Kenapa bisa terselip foto jahanam itu?! 

Pekiknya dalam hati sambil meremas rambutnya kuat-kuat.

"-ecckkk eee...Um puteriku tersayang~ Anakku paling manis~ Ter-Ternyata berkas di dalam mapnya belum finish semua. Eh-Eh...N-Nanti Papa balikin lagi deh kalo Papa nyampe di rumah, ya?". Bujuk David gelagapan.

Trisha melirik ke arah Papanya. Ia hanya diam saja menatapnya.

"Y-Ya? Ya?". 

"Baik, Pa. Tapi Sha ambil foto yang ini. Sha, bawa pulang". 

Trisha menunjukkan foto yang ia lirik dari tadi. Diambilnya foto tersebut lalu berjalan ke pintu keluar.

"T-Tapi, Sh-Sha--".

"Ya, Ayah?". 

Oh, tidak! David tidak suka saat puterinya memanggilnya dengan sebutan 'ayah'. Ia tahu betul kalau sudah seperti itu ia tidak bisa berkutik dihadapan puteri nya. Puteri nya sedang serius!

"Eh...N-Nggak papa. Papa sayang kamu. Hati-hati di jalan, ya?".

"Ya, Sha juga sayang Ayah. Semangat Ayah!". Balas Trisha datar.

Trisha menutup pintu ruangan Papanya lalu pergi dari kantor itu.

Dari dalam kantor David berteriak tak jelas sambil mondar-mandir, mulutnya komat-kamit membaca mantra yang tak ada seorang pun tahu artinya, kecuali dirinya. Menyesal dirinya tak lebih teliti dalam memasukkan berkas dalam map yang seharusnya sudah diperiksa jauh-jauh hari.
.


.
.


Trisha berbaring di kamarnya. Ia tanpa hentinya memandangi foto itu dalam-dalam. Di elusnya pria yang ada dalam foto itu lalu ia melirik  wanita yang ada bersama pria tersebut.

Dipejamkan matanya kuat-kuat untuk menetralisir sakit hatinya. Jujur Trisha benci pada bajingan itu atas perbuatannya di masa lalu namun, ia pun tak bisa menipu dirinya sendiri bahwa ia sampai sekarang masih merindukannya. Buktinya, ia belum bisa membuka hati pada pria manapun sampai saat ini.

Suara ketukan pintu tiba-tiba terdengar.

"Ya, silahkan masuk". Sahut Trisha.

Seorang Maid pun masuk ke dalam kamar Trisha sambil menunduk sebagai tanda penghormatan pada tuannya.

"Nona. Nyonya menyuruh saya memanggil Nona untuk turun ke bawah".

Trisha mengiyakan maid  yang diperintahkan oleh mamanya. Ia menaruh foto itu di dalam saku celana pendeknya lalu ikut turun ke bawah untuk menemui mamanya.

"Sayang, ayo makan! Papa belum bisa pulang, tadi Papa udah hubungi Mama. Jadi, kita-kita aja, ya?". Tanya mamanya sambil mengatur piring-piring di atas meja makan.

"Baik, Ma. Tapi kok ini piringnya ada tiga, Ma?". Tanya Trisha bingung.

"Iya, ada tiga. Kan tambah teman kamu tuh ... ".

"Hah?! Mama tau si Sinti- Eh, maksudnya namanya dari mana, Ma?". 

"Maksud kamu apa sih, sayang? Kan tiap hari Mama sama ... ngobrol terus. Lucu loh, teman kamu itu. Mama seneng kalo ngobrol sama dia". 

Trisha hanya bisa melongo mendengar cerita mamanya yang senyam-senyum menceritakan  curhatannya bersama si Sinting. Ya! Si Sinting sepertinya telah merebut hati mamanya saat ia tak kedapatan mereka sedang bersama.

"Ah, kan! Kelupaan! Udah sayang, panggil ya, teman kamu! Mama mau ke dapur dulu buatkan juice untuk kita bertiga". Dina lalu berjalan ke dapur. 

Trisha masih berdiri mematung di ruang makan. Otaknya masih mencerna kedekatan si Sinting dan Mamanya. Bagaimana bisa si Sinting mendapatkan hati Mamanya secepat itu?! Bahkan mantan tunangannya dulu sangat sulit berdekatan dengan mamanya, itu pun bisa dekat karena Trisha bujuk selama enam bulan, enam bulan! Bahkan bersama Elina pun butuh sebulan lebih untuk keduanya saling akrab. Kalau saja kalian tahu, sebenarnya Dina Ayunda ini orang yang arogan. Malah lebih arogan dibandingkan puteri nya. Tinggi hati!

Pelet jenis apa sih yang si Sinting pake sampai Mama jadi begini!?

Tanya Trisha penasaran dalam benaknya.

Trisha pun pergi menuju kamar si Sinting.

***

DINGIN MENYUMSUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang