7. Sang Permata

217 37 20
                                    

"Ratnaaaaaa."

Tragedi besar itu masih membekas di benaknya. Dimana ia berteriak memanggil nama istri tercintanya. Namun yang ia panggil tidak menjawabnya. Bahkan tak bergerak sedikit saja. Saat darah itu mengalir tiada henti, dan saat ia tak lagi merasakan denyut nadi, Rendi sadar, nyawa Ratna tiada lagi di sini. Permata hatinya telah pergi. Kembali ke pelukan bumi.

Hari itu pula, ia kehilangan cahayanya. Ia kehilangan sang Permata, cahya lembut yang membuatnya jatuh cinta. Kini jiwanya hampa, pun sama dengan hatinya.

Dan Rendi tak mengizinkan kenangan itu terhapus waktu. Dimana Ratna yang menarik hatinya sejak pertama kali bertemu. Ratna yang berhasil melunakkan hatinya yang kaku. Dan Ratna yang berhasil menghangatkan dinginnya kala itu. Tapi sosoknya telah berpulang lebih dulu. Rendi pun berubah lagi menjadi sang Beku. Semua sudah berlalu seiring waktu, tapi Rendi menyimpan dengan baik semua memori itu. Ah, kini hatinya merasakan rindu yang menggebu.

§§

"Mas, akhirnya kita punya anak. Kembar lagi" ucap Ratna bahagia.

"Tapi buat ngurus perusahaan, aku cuma butuh satu anak saja, Ratna. Bagaimana kalau yang bungsu kita buang ke panti asuhan aja?"

"Nggak, Mas. Mereka kembar, nggak bisa dipisahkan begitu saja. Aku juga nggak mau kehilangan salah satu anakku. Kita butuh mereka berdua, Mas. Ini anugerah yang harus kita jaga."

Detik selanjutnya, Rendi berteriak tidak terima. Ruang persalinan itu dipenuhi suara kerasnya.

"Tapi anak bungsu itu pasti nggak ada gunanya."

"Mas ..., kita cuma perlu menghidupi mereka dengan layak dan menyayangi mereka berdua. Apa susahnya?"

Demi Ratna, demi manusia paling dicintainya, Rendi menghidupi kedua putra kembarnya. Meski tak melimpahkan banyak kasih sayang dan cinta. Anak bungsunya pun ia biarkan hidup untuk menemani Ghava. Seolah-olah yang hidup hanya mereka berdua, tiada Rendi yang mendukung mereka.

§§

"Ghavi mana ya?"

Ghava terus mencari kembarannya dengan berkeliling ruangan. Tapi Ghavi belum juga ditemukan.

"Mbok Mimi, lihat Ghavi nggak?" tanya Ghava kepada pembantunya.

"Tadi ke garasi katanya, Va. Coba cari di sana."

"Ya udah, Mbok, makasih."

Dengan terburu-buru, Ghava langsung berlari menuju garasi. Membuka pintu, lalu mulai mencari Ghavi. Tapi ia tidak melihatnya sosoknya sama sekali.

Dimana Ghavi?

Di balik motor merah kesayangan Ratna, Ghavi sedang bernostalgia dengan semua memori indah bersama bundanya. Dan motor merah itulah yang mengantar Ratna pada kematian. Membiarkan semua yang di sini merasakan kehilangan. Dan kini, semua tinggal kenangan.

Ghavi memberanikan diri untuk menyentuh motor di depannya. Tangannya terulur, lalu mendarat di bagian jok hitamnya. Air mata mengalir di pipinya. Juga bahunya yang mulai bergetar menahan tangisnya.

Sementara Ghava masih mengelilingi garasi. Matanya terus mencari-cari. Hingga akhirnya ia menemukan sosok yang sejak tadi dicari. Ternyata di sanalah Ghavi, di pojok garasi bagian kiri. Ghava tidak melihatnya sejak tadi karena tiga motor besar yang menghalangi. Ghava membawa langkahnya agak berlari, lalu berhenti di dekat jajaran motor yang terparkir rapi. Ia berhenti di sini, dengan Ghavi yang menghadap membelakangi.

Separuh JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang