Pengamalan seorang pemuda pemilik indera ke-7 dalam mencegah teman satu kelasnya untuk tidak menjadi jahat. Yang membawanya menuju kasus Matagame, bola kematian, dan memecahkan kasus yang sudah menggilai teman sekelasnya itu.
HANYA KARANGAN FIKSI...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu bintang aku pena. Kamu baca aku bikin. Aku up kamu dukung.
Ramainya suasana sekolah SMA itu Sean Bramasta sapa lagi setelah libur kenaikan kelas. Tentunya setelah berpamitan dengan sang Ayah yang seperti biasa mengantarkan dulu dirinya ke sekolah sebelum ke kantornya.
Sean melambaikan tangan kearah mobil ayahnya pergi, sebelum akhirnya menyebrangi zebra cross didepannya yang tepat menuju gerbang sekolah. Rasanya sendiri seperti baru pertama kali sekolah, padahal ini sudah kenaikan kelas 2.
Seperti biasa, Sean akan menyapa satpam yang memang menjaga pintu gerbang sekolah sebelum akhirnya benar-benar memasukinya dan bertemu dengan murid lainnya. Tidak seperti anak Indigo yang sering didengar seperti itu seperti itu, nyatanya Sean tidaklah seperti itu. Ia tidak aneh dan tidak juga sendiri, ia masih punya teman, bahkan bisa dikatakan jika ia termasuk anak terkenal disekolahnya. Dan itu karena wajahnya dan sikap ramahnya dan juga kepintaran nya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝚂𝚎𝚊𝚗 𝙱𝚛𝚊𝚖𝚊𝚜𝚝𝚊
Sean sendiri tidak akan ke kelas bawah karena kelas 2 sendiri berada di lantai 2 begitupun dengan kelas 3. Ia menaiki tangga sambil beberapa kali disapa oleh orang yang mengenal nya dan juga orang yang hampir tidak ia kenal sebelum akhirnya sampai diatas dan mencari kelasnya. Seingatnya kelasnya kali ini adalah 11 B sehingga membuatnya terus melanjutkan jalan mencarinya sampai menemukan nya-yang rupanya berada di tengah-tengah kelas 11 A dan 11 C. Sudah ia tebak.
Sean memasuki kelas didepannya dan mengamati seisi kelas yang rupanya sudah ramai oleh para murid lainnya. Dapat Sean lihat jika beberapa siswi itu mulai bangun berdiri dari duduknya ketika melihat dirinya yang masuk kedalam sana.
Sean berjalan kedepan, melalui segerombolan siswi yang menawarinya duduk di sekitar mereka. “Nggak, makasih,” tolak Sean terus melanjutkan jalannya kedepan dan menolak lagi siswi yang kali ini mengajaknya duduk bersama dan kembali ia tolak seperti sebelumnya dan berakhir duduk dimeja depan paling ujung.
“Sean!” Panggil seorang teman dari belakang yang rupanya membuat Sean menoleh dan mendapati teman yang pernah sekelas dengannya dan duduk di belakang, disebelah seorang siswi yang tengah berkutat dengan buku nya.
