Kamu bintang aku pena. Kamu baca aku bikin. Aku up kamu dukung.
Aelesha Amanda membuka pintu rumahnya, lalu memasukinya, sebelum akhirnya menutup kembali pintu tersebut setelah meletakkan sepatu dirak yang tak jauh dari pintu. Gadis itu mulai masuk kedalam, melewati ruang tamu dan sampai diruang TV yang sudah sangat berantakan oleh banyak jenis mainan bayi. Ia mendesah lelah. Sungguh, Lesa sendiri sebenarnya sudah tidak kuat lagi, tapi mau bagaimana lagi? Jika tidak segera dibersihkan, maka ketika ayahnya pulang nanti pasti akan langsung marah-marah kepada ibunya—dan ibunya akan menyalahkannya karena tidak membersihkan rumah.
Lesa kemudian masuk kedalam kamarnya yang ada disebelah ruang TV sebelum akhirnya keluar lagi dengan keadaan pakaian yang sudah berganti. Ia sendiri sekarang akan beberes rumah yang berantakan nya sudah seperti bukan rumah. Ini sendiri belum seberapa, karena setelahnya ia akan kebelakang untuk mencuci alat makan dan mencuci juga banyak pakaian. Ibunya sendiri bertugas mengurus adiknya yang baru berumur jalan 2 tahun, sehingga semua pekerjaan rumah terasa wajar bagi mata ibunya untuk diberikan kepada Lesa.
Tepat di jam setengah 6 sore, kegiatan menjemur pakaian didepan rumah itupun sudah selesai yang membuat Lesa langsung memasuki kamar mandi dan mulai membersihkan diri sebelum akhirnya keluar dengan rambut yang dililit handuk.
“Udah nyucinya?” Tanya ibunya yang sedang duduk sambil menggendong adiknya ketika melihat Lesa yang keluar dari kamar mandi dibelakang pantry dibelakang ruang TV disana.
“Udah,” jawab Lesa berjalan menuju kamar.
“Udah makan belum?”
“Belum,” jawab Lesa berlalu memasuki kamar disebelahnya.
“Kamu mau mati!” Bentak ibunya tiba-tiba yang membuat Lesa kaget dan berakhir mengurungkan niatnya masuk kamar dan memilih melihat ibunya dengan wajah takut namun heran. “Apa?”
“Kenapa belum makan?!” Ibunya marah.
“Ya karena nggak sempet,” jawab Lesa jujur.
“Sana makan, nanti sakit mama yang repot.”
“Iya.” Lesa mendengkus lalu masuk ke dalam kamarnya. Ia pribadi kesal dengan sikap ibunya yang sering membuatnya kaget bukan main karena hal sepele yang dibesar-besarkan seperti ini.
“Belajar jadi dewasa, jangan apa-apa mama apa-apa mama.”
“Iya ... “ Lesa menyahuti.
“Mama udah repot ngeladenin papa kamu sama adik kamu—jangan sampe kamu bikin repot mama juga.”
“Siapa juga yang nyuruh bikin anak lagi—“ gerutu Lesa tanpa pikir panjang.
“Kamu tuh ya! Ngejawab muluk! Apa-apa dijawab apa-apa dijawab! Kalo orang tua ngomong itu didengerin!”
“...” Lesa memilih diam , jika ibunya sudah seperti ini, terpaksa ia harus diam. Ia takut ibunya akan bicara yang lebih-lebih.
Dari awal Lesa keluar kamar untuk siap makan sampai habis makan, rupanya cerocos ibunya itu tidak berhenti juga. Mungkin jika ibunya mengikuti lomba bicara terlama beliau akan mudah menang. Huft. Lesa membuka tas sekolahnya dan mengeluarkan novel dari dalam sana setelah melirik sekilas bola Matagame yang ada juga didalam sana. Lesa sendiri selalu menyimpan bola itu didalam tasnya, bola yang harganya cukup mahal tapi memiliki kelebihan yang begitu besar.
Ia meletakkan novel yang telah diambilnya tadi ke meja belajar disebelah nya sebelum beralih mengambil bola biru yang bernamakan Matagame itu. Ia kemudian mengamatinya dengan kedua tangan yang memegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE 7TH SENSE . TAMAT. (BLACKVELVET FT SEHUN LISA)
Storie breviPengamalan seorang pemuda pemilik indera ke-7 dalam mencegah teman satu kelasnya untuk tidak menjadi jahat. Yang membawanya menuju kasus Matagame, bola kematian, dan memecahkan kasus yang sudah menggilai teman sekelasnya itu. HANYA KARANGAN FIKSI...