THE 7TH SENSE - 11

209 49 11
                                    

“Tolong bunuh ayahku, aku sudah tidak tahan lagi.”

Suara penuh ketakutan itu Ayah Airin dengar melalui komputer di depannya, komputer yang saling sambung menyambung dengan bola matagame milik orang-orang.

Pikirannya mengingat isi bola tengah matagame yang berisikan alat penghubung pada komputer nya. Ia bukan Tuhan atau peramal jadi ia harus membuat rangkaian supaya semuanya terlihat sempurna.

Ayah Airin membuat sebuah paket benda tajam yang dilapisi kulit boneka dan membungkus nya dengan kresek putih dan hitam, lalu memberikannya pada salah satu orang suruhannya yang memang bertugas kan mengantar paket. “Jangan lupa tulis mantranya, karena roh sangat berharga bagi kita.”

Orang itu mengangguk, lalu melenggang pergi dari ruang bawah tanah milik keluarga Airin, digantikan dengan kedatangan Airin dan ibunya yang sepertinya ingin melihat juga perkembangan bisnis roh mereka.

Ayah Airin tersenyum lebar pada anaknya sambil menghampirinya dan merangkul bahunya dari samping. “Bagus Airin, bagus! Dalam beberapa minggu ini kamu udah bisa ngumpulin roh sebanyak ini, Papa bangga sama kamu.”

Disusul ibunya yang membuka suara dan bertanya memastikan, “Tapi kamu beneran nggak papa? Temen-temen mu jadi korban lho.”

Airin melirik ibu dan ayahnya secara bergantian. “Temen bukan segalanya ma, yang segalanya itu keluarga, walau pun mereka keliatan baik tapi bukan berarti di belakangnya baik juga, beda sama papa sama mama. Yang mustahil banget ngebenci anaknya sendiri.”

“Kamu bener-bener anak yang berbakti, Airin.” Ayah Airin memeluk sekilas anaknya bersama istrinya.

“Makasih pa, ma.” Airin membalas pelukan kedua orang tuanya sebelum izin pergi mandi.

Air dalam bak mandi itu terlihat tenang, sama seperti pemiliknya yang selalu tenang dengan semuanya. Airin menarik nafas dalam dan menghembuskan nya, lalu keluar dari bak mandi dan memakai handuk piama, kemudian ke kamar berganti pakaian.

Airin yang sudah selesai dengan pakaiannya langsung duduk di sofa di depan TV, bersamaan dengan itu bunyi dering ponsel mengalihkan perhatian nya. Ia lantas meraih benda pipih tersebut dan mengangkat nya.

“Hallo.”

Hallo.”

“Apa?”

Sekarang gue tau siapa dia sebenarnya.”

Airin tersenyum miring. Lalu duduk tenang sambil mendengarkan penjelasan panjang lebar dari orang disebrang telepon sana. Sampai tak kerasa jika penjelasan panjang itu sudah selesai, membuat sambungan telepon mereka mati begitu saja. Airin bangun dari duduknya lalu pergi menuju ranjang dan duduk ditepi yang terdapat nakas. Ia meraih foto dirinya bersama kesembilan sahabat nya yang beberapa diantaranya sudah dicoret   menggunakan spidol merah. Ia tersenyum miring mengelus foto bagian Lesa.

***

“Tumben malem-malem begini ngajak keluar.” Serli menghampiri Lesa setelah keluar dari rumahnya.

Lesa tersenyum, lalu berbalik dan mulai berjalan bersama Serli. “Iya nih  ... Jujur yah, kematian mereka tuh ngebuat gue jadi kesepian.” Serli melirik nya dengan wajah cemberut. “Biasanya kan Mawar main tuh, Soya juga kadang tidur dirumah gue, tapi sekarang? Boro-boro bisa ngerasain lagi, bicara sama mereka aja kagak bisa.”

Serli tersenyum kecut. “Iya si, gue jadi kangen sama kebobrokan mereka semua. Terutama Joy sama Mawar, mereka kan berdua kompak banget, kesana-kemari bareng, udah kayak kakak beradik. “ Ia terkekeh.

Lesa menunduk dan tersenyum kecut.

“Tapi kita nggak ngajak Winda nih?” Tanya Serli tiba-tiba yang membuat Lesa mendongak dan melirik nya. “Dibanding Airin, Winda lebih deket lah jarak rumahnya walau harus ngelewati beberapa jalan—oya! Kok lo nggak ngajak Winda duluan aja? Dia kan lebih deket.”

THE 7TH SENSE . TAMAT. (BLACKVELVET FT SEHUN LISA) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang