4. yang Paling Mencolok

366 241 409
                                    

Kini sudah tiba hari Senin. Hari yang sangat Ella benci. Ella sangat tidak suka hari senin. Baginya, hari senin adalah hari perusak kebahagiaan. Hari yang memisahkan dirinya dari kata santai, dari kata bebas, dan dari kata bersenang-senang.

Ella terbangun dari tidurnya yang lelap. Ia melangkah gontai menuju kamar mandi. Tanpa tergesa, dan tetap santai. Ia tau, kalau jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.

Ella tidak akan bergegas sebelum yang di tunggu tiba. Nico. Motor Nico adalah alarm sesungguhnya. Dan Nico selalu datang jam tujuh kurang sedikit. Entahlah, mereka memang sepasang sahabat tukang tidur.

Ella kuncir tinggi rambut panjangnya kebelakang. Ia gunakan bedak tipis, juga pemerah bibir. Yah, tidak terlalu merah, tapi cukup untuk tak membuat bibirnya telihat pucat seperti mayat.

Ting!Ting!

Notifikasi pesan masuk ke ponsel Ella. Dari orang yang sedang ia nantikan, Nico. Ella baca pesan singkat itu dalam hati,

gue udah diluar nyet, buruan!

Sambil membopong ransel hitam, ia keluar menghampiri Nico. Di ambilnya sepatu hitamnya, ia lemparkan sepatu itu ke hadapan nico.

"Nyat, nyet, nyat, nyet! lo kata ayam penyet?!" Ella mendumel sambil lalu duduk di depan Nico memasang tali sepatu di kaki kanannya.

Nico terkekeh, "Monyet, bego! Bukan ayam penyet!" Ia lalu ikut berjongkok. Ia pasangkan tali sepatu Ella sisi satunya. Ella yang lambat ini, jika tidak di bantu mungkin baru akan selesai pukul delapan.

"YA SUKA SUKA GUE LAH! LO SIAPA?!" Teriak Ella sambil menjambak rambut Nico yang tampaknya sudah diberi pomade.

"Aw!aw! Sakit nyet ish!" Nico berusaha melepas tangan Ella di rambutnya.

"Lo mah ga ngotak dodol kalo nyakitin!" Kata Nico. Ga pernah ngotak. Batinnya lagi.

Ella lalu mencium tangannya yang tadi digunakan untuk menjambak rambut Nico. Hidungnya kembang kempis mencium aroma yang menurutnya sangat tidak sedap.

"Uwlleek! Gaenak banget bau pomade lo woi!" Ella memasang ekspresi muntah di depan Nico.

"Syukur-syukur gue cuma nyakitin fisik! Ga pernah kan lo gue sakitin ati?" Tanya Ella. Nico mendengus. Ah, entahlah, hatinya sudah tak tahu mana yang disakiti mana yang sakit sendiri.

Nico tak mau membahas itu. Ia lalu menarik tangan Ella agar segera menaiki motor yang dibawanya.

"Mama! Ella berangkat dulu sama Nico! Sarapannya udah Ella bawa ya ma!!! Makasih mama cantik!!!" Ella berteriak karena motor yang dinaikinya sudah melaju.

"Nico ih, gue lagi pamit sama mama, Nico!" Dicubitnya tangan Nico.

"Gimana kemaren?" Tanya Nico ditengah jalan. Ia tolehkan kepalanya sebentar menghadap kaca spion untuk melihat sahabatnya di belakang.

"Asik kok! Trus gue juga ketemu temen tongkrongan lo anjir!" balas Ella.

"Siapa? Adek kelas ya?" Lagi, Nico bak mewawancarai Ella.

"Iya. Kok tau? Namanya Juna." Jawab Ella santai. Nico berdecak, langsung mengerem.

"Eh kenapa berhenti deh woi?" Tanya Ella

"Jangan deket-deket sama Juna." Kata Nico datar. Ella tersentak. Tapi ia tetap berusaha tak menampakkannya di depan Nico. Kenapa respon Nico sama Sam sama?

"Elah Nic, orang gue cuma kenalan! Udah deh diem. Udah telat kita ini!" Ella tampak mengaca pada kaca spion motor Nico, ia merapikan rambutnya. Ia berusaha tak peduli dengan perkataan Nico. Tapi tetap saja, di dalam hati kecilnya sungguh banyak pertanyaan tentang Juna.

SemestrialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang