Aku adalah Zahra

573 51 2
                                    

Bunyi bising alarm berdering nyaring. Mengusik tidur nyenyak gadis yang baru tidur 3 jam.

Dengan mata yang setengah terpejam, Zahra meraih ponsel yang masih terpasang oleh charger. Gadis itu memang sengaja tidak mencabutnya sebab sebelum tidur tadi baterai ponselnya masih belum terisi penuh.

Setelah mematikan alarm, dia mendudukan tubuh. Berdiam diri sejenak sekedar mengatur diri dan mengumpulkan kesadarannya yang belum maksimal.

Agaknya ia terlalu nyaman dengan posisi barunya sampai-sampai mata itu kembali terpejam dalam waktu beberapa menit. Zahra kembali mengukir mimpi yang tadi sempat terbuyar.

Sayangnya bunga tidur itu harus kembali hancur lebur saat dering alarm kembali berkoar. Zahra terperanjat dalam tidurnya. Kedua netra yang tampak penuh kantuk itu terbuka sempurna. Agak kesal, dia kembali meraih benda penghasil suara bising tersebut lantas mematikannya.

Jika dipikir lagi, bukan salah alarm, tapi memang itu kehendak Zahra sendiri. Dia yang memasang alarm dua kali dengan jarak waktu lima menit.

Gadis itu sangat mengenal dirinya yang kesulitan bangun dari tidur. Alhasil dia memasang alarm itu. Apalagi saat ini dia tidak sedang berada di Indonesia dimana kumandang adzan selalu terdengar bersautan di sana-sini.

Di Korea, suara adzan sangat sulit dijumpai, bahkan hampir tidak terdengar. Memang seperti itu sebab Negara ini memiliki populasi muslim yang minor.

Mengingat kondisi yang demikian, gadis itu sadar bahwa dia harus peka dan cermat. Peka dengan waktu masuk sholat serta cermat untuk mengatasi problematika tersebut.

Kedua kaki tanpa alas menapak sempurna pada lantai yang terasa dingin membekukan.

Dengan langkah gontai sosok itu berjalan menuju kamar mandi, bersuci untuk kemudian melaksanakan sholat subuh sebab telah memasuki waktunya. Meski di dalam kamar ini tidak ada kamar mandi, tapi gadis itu merasa lega karena lokasinya tidak jauh dari kamar yang ditempati. Jadi, dia tidak perlu bersusah payah kesana-kemari, berkeliling Dorm hanya sekedar mencari keberadaan kamar mandi.

Kedua mata Zahra menatap sekeliling, mengamati baik-baik setiap penjuru ruangan yang ada. Masih gelap dan sepi. Tetapi meskipun gelap, Zahra masih bisa melihat siluet perabotan rumah yang tampak seperti kemarin saat dia menapakkan kakinya di sini.

Ya. Zahra berada di Dorm Bangtan.

Apa ini nyata?

Jangan-jangan dia masih ada di dalam mimpi?

Masih tidak percaya, gadis itu tanpa aba-aba menepuki kedua pipi. Agak keras sampai membuat sang empu mengaduh kesakitan.

“Jadi kejadian yang kemarin itu beneran, ya?

“Ah, kenapa hidup gue ruwet banget sih?”

Ingatan Zahra kembali terlempar dengan kenangan tadi malam, yang mana dia tertinggal di Bandara oleh rombongan tur, saat dia bingung setengah mati mencari kawanannya, ditimpa kesulitan mendapatkan penginapan, hingga pada akhirnya dia sampai di sini.

Jika dilihat lagi, betapa lucu semesta mempermainkannya. Lelucon apa ini sampai Zahra bisa berakhir menginap di rumah selebritis.

Astaga, takdirnya bar-bar sekali.
Meski begitu, Zahra sangat bersyukur karena digariskan pada takdir yang sedemikian rumit ini sebab pada akhirnya dia bisa berjumpa dengan Bangtan. Ya, walaupun dia tidak terlalu mengenal grup idol ini. Tapi Zahra yakin jika mereka semua adalah orang-orang yang baik.

Mentari pagi perlahan merayap naik. Menyinari bumi dengan cahayanya yang hangat. Sinarnya berpendar, menghalau gelap yang memeluk selama semalam penuh. Masih terlalu pagi untuk beraktivitas, tapi gadis cantik ini sudah sibuk berkemas.

Nice To Meet YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang