nine

1.4K 129 10
                                    


Alih-alih pingsan, Ilaria justru melotot. Ia sangat amat merasa kesakitan.

Bukan, bukan karena terjatuh dari ketinggian. Entah apa yang membuatnya kesakitan.

Namun satu-satunya solusi yang bisa Ilaria pikirkan adalah menyalurkan rasa sakitnya pada hal lain.

Tubuh gadis itu bercucuran darah dan ia masih bersender di dada lelaki bertubuh kecil namun berotot itu. Five, lelaki itu juga masih terkejut sampai tak bisa diluapkan dengan kata-kata.

Ilaria memegang lembut wajah Five dengan tangan yang berlumuran darah. "It's hurt, "

Five menyentuh tangan gadis itu."You'll be okay, if I am beside you.  Let's go home..."

Gadis Itu menggeleng. Tatapannya semakin sayu. Tapi dia bukan berniat untuk menutup mata lalu mati di tempat. Tidak bukan seperti itu.

Ilaria terbang layaknya seekor lalat yang sekarat. Seolah tubuhnya begitu berat sehingga lambat laun ia terbang semakin rendah hingga ia terjatuh diantara reruntuhan bangunan yang sudah menjadi batuan tak berbentuk.

Tentu para anggota akademi mengikutinya, takut gadis itu bertingkah aneh. Ralat takut bertingkah lebih aneh lagi.

Termasuk Five yang kini sudah berhadapan dengan Ilaria. Five berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan gadis yang tengah berlutut itu.

Five menguncang tubuh Ilaria. "Ayo pulang!"

Seolah kerasukan gadis itu justru membanting Five dengan kekuatannya. Kekuatan yang hampir mirip dengan Vanya.

"Ugh! "

Five berguling-guling, tubuhnya menjadi kotor karena butiran debu. Lelaki itu menatap Ilaria dari tempatnya.

Ilaria menatap sebuah batu besar yang besarnya lebih besar dari tubuh mereka, batu itu tepat berada di depannya. Five baru sadar akan suatu hal.

Barusan sebelum dirinya terpelanting, ia berhadapan dengan Ilaria dan menghalangi gadis itu dari batu besar itu. Sepertinya Ilaria memang berniat melakukan sesuatu pada batu itu.

Dugaan Five terbukti benar.

Ilaria kini menjulurkan kedua tangannya pada batu itu. Sebuah percikan cahaya muncul dari kedua tangannya. Cahaya itu ia tekankan pada batu di depannya.

Five menatap takjub dari kejauhan. Lelaki itu mulai mengerti, apa yang tengah terjadi pada gadis itu.

Mentrasfer angin yang ia serap pada batu itu.

Untuk sementara waktu lelaki itu simpulkan bahwa kekuatan Ilaria adalah menyerap dan mentransfer energi.

Cahaya itu semakin samar kemudian hilang ditelan batu besar itu hingga batu itu pecah seketika. Diiringi ambruknya tubuh gadis itu.

•••

Five memandang lamat gadis berbalut piyama biru itu. Bekas lula ditubuhnya pudar dihapus oleh keajaiban. Surainya rapi karena sudah disisir mungkin oleh Allison. Entahlah.

Tangan lelaki itu asik memegangi tangan halus milik gadis yang tertidur pulas itu.

"Tak bisa kubayangkan jika kau mati demi kita semua," tatapannya tampak sedih.

Lelaki itu mengecup lengan Ilaria. Wangi khas gadis itu langsung terhirup oleh lelaki itu.

"1 nyawa menyelamatkan kurang lebih 7 miliar orang dibumi," jawab Ben.

Lelaki yang sempat meninggal itu, kini berada tepat di belakang Five. Pakaian hitam-hitam khas Ben menyapa pandangan Five.

Five memandang Ben tajam. Ben, lelaki itu kini duduk di atas ranjang. "Jangan bilang kau benar-benar mencintainya? " tuduh Ben setengah tertawa.

Five menepis tuduhan Ben, ia babhkan buru-buru melepaskan tautan tangannya dengan tangan Ilaria. "Tentu tidak, aku merayunya untuk kita semua. Anak ini terlalu muda bagiku, lagipula ia hanya anak yang kurang kasih sayang dan mudah tertipu."

Ben menepuk bahu Five. "Jika dia mati kita masih bisa berkomunikasi lewat Klaus,"

Five mengangguk laku tertegun menatap wajah Ilaria yang damai.

Lelaki berbaju hitam itu pergi meninggalkan Five yang termenung sembari menatap wajah gadis itu lamat-lamat.

"What if?"

Five tak mau berlama-lama larut dalam pesona gadis itu. Ia menempelkan sebuah alat di pelipis Ilaria, alat itu akan terhubung pada sebuah layar yang berada tepat di ruangan Sir Reginald.

Sebelum benar-benar pergi, lelaki itu mengecup kening Ilaria.

•••

The Last Hargreeves | Five Hargrevees Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang